Tak terasa ulasan tentang generasi muda yang mencintai Al-Quran sejak dini telah memasuki edisi ke-29. Artinya, sudah memasuki penghujung Ramadan. Saking banyaknya anak muda Kalteng yang hafal Al-Quran, sebagian kisahnya akan diulas setelah hari raya Idulfitri. Sosok yang diulas kali ini adalah Deyo Faza Alfaira Analis.
DHEA UMILATI, Palangka Raya
PADA usianya yang masih 12 tahun, Deyo Faza Alfaira Analis telah memiliki tekad yang kuat. Bocah kelas 6 SD Darussalam ini telah menghafal juz 30, dan kini hampir menuntaskan juz 29.
Meski menghafal Al-Quran tidaklah mudah, terutama surah-surah panjang seperti Al-Mursalat, bocah yang akrab disapa Deyo ini tetap berusaha semampunya.
“Kalau boleh jujur, menghafal itu lumayan susah, apalagi kalau ayatnya panjang, tetapi karena aku sudah terbiasa, jadi tinggal mengulang terus sampai hafal,” ungkapnya saat bercerita dengan Kalteng Pos, Senin (10/3).
Deyo memiliki pola hafalan yang cukup disiplin. Ia membagi hafalannya menjadi tiga sesi dalam sehari, pagi tiga ayat, sore tiga ayat, dan malam tiga ayat. Pola ini terus ia ulang hingga satu surah selesai, lalu berlanjut ke surah berikutnya. Saat di rumah, ia sering mendapatkan bimbingan dari ibunya.
“Mamah memang menyuruh aku menghafal, tetapi aku sendiri juga mau. Aku menikmati prosesnya karena aku ingin membanggakan orang tua,” tuturnya.
Deyo mengaku termotivasi menghafal Al-Quran dari mereka yang telah hafal dan sering menjadi kebanggaan orang tua mereka. Sejak duduk di kelas IV sekolah dasar (SD), ia mulai serius menghafal Al-Quran dan kini sudah hampir menyelesaikan juz 29.
Salah satu tantangan terbesar bagi Deyo adalah surah Al-Mulk. Menurutnya, ada beberapa bacaan dalam surah ini yang mirip dengan surah pada juz 30. Karena itu, butuh ketelitian untuk membedakannya.
“Kalau lupa, biasanya aku lihat dulu juz-nya supaya bisa ingat lagi,” katanya.
Di sekolah, Deyo dan teman-teman memiliki jam mengaji bersama. Sebelum mulai mengaji, mereka terlebih dahulu membaca surah dalam juz 30, lalu lanjut membaca Al-Quran secara berkelompok, sebelum akhirnya mengaji sendiri-sendiri.
Meskipun lebih cepat dalam menyelesaikan hafalan dibanding teman-temannya, Deyo tidak merasa lebih unggul.
“Enggak ada bedanya, kami semua sama-sama belajar dan menghafal, aku juga masih terus belajar,” tuturnya.
Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Deyo pun pernah merasa malas.
“Waktu mau menghafal surah An-Naziat, pas lihat ayatnya ada 46, aku langsung malas karena ayatnya panjang,” ucapnya sambil terkekeh.
Deyo memiliki cara unik dalam menghafal. Ia lebih suka membaca bersama-sama terlebih dahulu, kemudian mengulang sendiri.
“Baca bareng dulu, nanti baca sendiri, terus diulang-ulang. Kalau ayatnya pendek, biasanya tiga kali sudah hafal. Kalau panjang, cukup dua kali,” jelasnya.
Meskipun berkomitmen untuk terus menghafal, Deyo juga memiliki impian besar di bidang olahraga. Ia bercita-cita menjadi pesepakbola profesional.
“Aku mau jadi pemain sepak bola, karena pengen terkenal,” ungkapnya penuh semangat.
Meski demikian, ia tetap ingin menjaga keseimbangan antara menggapai cita-cita dan menghafal Al-Quran.
“Nanti kalau ada waktu istirahat atau libur, aku menghafal. Jadi aku harus pintar-pintar membagi waktu dan punya tekad kuat supaya tidak goyah,” ujarnya.
Deyo ingin memenuhi harapan orang tuanya yang berharap ia bisa menghafal 30 juz.
“Karena orang tua aku pengennya aku hafal sampai 30 juz, jadi aku harus berusaha supaya bisa mewujudkan itu,” katanya.
Sebagai anak pertama dari dua bersaudara, Deyo memiliki tekad kuat untuk mencapai impian dan membanggakan keluarga. Dengan semangat yang ia miliki, bukan tidak mungkin suatu hari ia akan menjadi hafiz Al-Quran, sekaligus atlet sepak bola yang menginspirasi banyak orang.
Namun, jika suatu hari mimpinya menjadi pemain sepak bola tidak tercapai, ia sudah punya rencana cadangan.
“Kalau enggak kesampaian jadi pemain bola, aku pengen jadi polisi,” tutupnya. (bersambung/ce/ala)