Selasa, Oktober 1, 2024
34.5 C
Palangkaraya

Curahan Hati SF, Anak Didik Pemasyarakatan di Momen Hari Anak Nasional

Di Balik Terungku, Kumerindu Ibu

Anak SF sesenggukan di depan ratusan pasang mata. Tangisnya pecah usai membaca puisi tentang ibu hasil gubahan tangannya. Bagi remaja 18 tahun itu, sosok ibu adalah segala-galanya. Sebagai anak didik pemasyarakatan (Andikpas), anak SF menumpahkan kerinduannya akan sosok ibu melalui bait puisi menyayat hati. Dia ciptakan di balik dinginnya jeruji besi.

 

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

“Ibu, mataku tak berarah, bukan karena aku kehilangan arah, namun aku, anakmu, mencari sosokmu, kau selalu mendukungku, di saat tubuhku gemetar, seperti saat ini.” Sepenggal puisi itu membuat ratusan pasang mata sekejap berhenti berkedip menyaksikan penampilan anak SF yang tampil pada peringatan Hari anak nasional (HAN) di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Palangka Raya, Rabu pagi (26/7).

Mata anak SF sendiri mengerjap-ngerjap. Menahan air mata. Lantunan puisi berjudul Rindu Ibu dari mulut anak SF yang bersuara baritone itu dibarengi instrumen pengiring yang sendu. Makna dari kata demi kata yang menyihir penonton yang merupakan petinggi lembaga pemasyarakatan dan pejabat penting kota madya untuk terus duduk. Bertafakur melihatnya.

“Aku gemetar, ibu, aku gemetar, takut salah menyampaikan bait-bait puisiku tentang dirimu”. Suaranya naik turun beberapa oktaf pada setiap koma. Mengekspresikan emosi yang labil. Dengan mengenakan seragam pramuka, anak SF membacakan puisi tanpa memegang naskah sama sekali. Padahal puisi itu baru dibuat pagi, tak sampai empat jam sebelum acara.

SF berdiri, sembari menghela napas. Tubuhnya kurus tegap. Memperlihatkan dadanya yang bidang. Ia melanjutkan “ritual puitis” itu.

“Ibu, aku berjalan sendiri, hanya berteman dengan sepi, dan rasa rindu ini makin menjadi-jadi. Ibu, anakmu, di sini, hanya bisa menggigit bibir, agar tangisnya tak bersuara.”  SF menampilkan ekspresi meratap. Puisi yang diucapkan secara tegas. Nada getir itu seakan menusuk hingga relung hati.

Puisi karya SF

Lengan kurus anak SF berekpresi mengikuti kalimat puitis yang diucapkan. Bahasa tubuh dan makna kalimat yang diucapkan anak SF seakan menyimpan arti tersirat yang kontradiktif. Antara kerinduan terhadap sosok ibu dan rasa sesal mendalam.

“Ibu, terima kasih, kau telah membuatku sekuat ini, telah mempertemukanku dengan yang namanya kelapangan hati. Ibu, anakmu, hanya rindu”. Begitulah akhir dari bait puisi. Anak SF berpaling dari penonton. Tepukan tangan riuh rendah.

Ketegaran anak SF tampaknya sudah sampai di titik nadir. Anak SF berbalik. Dirinya masih berdiri di panggung dengan posisi membelakangi penonton. Hanya bergeser beberapa senti dari mikrofon. Anak SF kemudian membungkuk. Mengatupkan wajah dengan kedua tangan. Laki-laki berambut cepak itu lantas menangis tersedu sedan.

Bertepatan dengan peringatan HAN, anak SF tak dapat menikmati momen seperti anak-anak lainnya, menikmati waktu bersama orangtua tercinta secara langsung. Ibunya tinggal di Kecamatan Pantai Lunci, Kabupaten Sukamara. Ia harus mendekam di balik jeruji besi sambil hanya membayangkan eksistensi sosok bunda di sampingnya, menemani setiap waktunya di dalam kurungan.

Baca Juga :  Sebelum Dicabuli, Anak 11 Tahun Diajak Nonton Film Biru & Diancam Balok Kayu

 

“Kangen banget sama ibu. Kalau keluar, saya ingin membahagiakan ibu,”ungkap anak SF ramah saat berbincang-bincang bersama wartawan usai kegiatan berlangsung. Kondisi wajahnya masih sembab. Air mata masih nampak di kedua kelopak matanya. Baru beberapa menit mengumpulkan kekuatan untuk menutup kembali kesedihan.

Bagi SF, sosok ibu adalah segalanya. Tidak cukup menggambarkan dengan satu dua kalimat puitis. Saat menghabiskan waktunya di LPKA, dirinya tak jarang memimpikan belaian kasih sayang sosok ibunda yang mendekap langsung di sampingnya.

“Sering memimpikan sosok ibu. Ibu selalu berpesan kepada saya untuk menjadi anak yang baik dan tegar,” ungkap laki-laki asal Kabupaten Sukamara tersebut. Anak SF terjerat kasus asusila. Sudah menjalani masa hukuman satu tahun lamanya dari keseluruhan masa hukuman tiga tahun enam bulan.

Di balik sikapnya yang periang dan ramah, anak SF nampaknya menyimpan sisi melankolis. Hal ini tercermin dari kebiasaannya menulis sajak-sajak puitis untuk mengekspresikan perasaannya.

“Saya suka membikin bait-bait puisi untuk sekadar meluapkan emosi, ini hobi saya sejak sebelum masuk LPKA. Rencana mau bikin buku dari karya-karya tulisan curahan hati. Ada banyak tulisan tentang ini yang saya buat selama di LPKA,” ujarnya sambil ditemani Kepala Seksi Pembinaan LPKA Kelas II Palangka Raya, Agustinus Siagian.

Anak SF sesekali memang dapat memanfaatkan fasilitas tatap muka yang disediakan oleh pihak LPKA melalui panggilan video. Tetapi dirinya jarang dapat bertemu muka langsung dengan ibunya. Dia memaklumi, untuk dapat menjenguk, ibunya harus menempuh jarak sekitar 533 kilometer.

Selama menjalani masa pembinaan, anak SF hanya bisa berkomunikasi dengan kedua orangtuanya melalui layanan telepon video yang disediakan oleh petugas LPKA tersebut. Kadang sesekali orang tuanya datang untuk berkunjung ke LPKA secara langsung. Setiap kali datang, orangtuanya selalu membawa makanan kesukaannya.

“Saya senang ketika ibu datang, biasanya ibu pasti membawakan nasi goreng,” tutur SF seraya mengucap syukur bahwa orang tuanya masih perhatian kepadanya.

Saat ini anak SF masih bersekolah, ia kini menduduki kelas X. Usai bebas dari LPKA, anak SF punya keinginan untuk tetap melanjutkan sekolah. Namun dirinya nampak gamang karena khawatir tidak dapat membayar biaya sekolah.

“Setelah keluar saya bisa lanjut kerja. Tapi, saya ada keinginan untuk tetap bisa bersekolah, namun khawatir takut orangtua terbebani biaya,” ungkapnya.

Anak SF mengaku menyesal dengan hal menyimpang yang telah diperbuatnya sehingga menyebabkannya masuk jeruji besi. Saat itu kekhilafan menghampiri dirinya. Ia kemudian berjanji kepada diri sendiri agar dapat membenahi diri selama berada di LPKA sehingga dapat menjadi manusia yang lebih baik lagi.

“Kalau saya keluar saya ingin membahagiakan ibu, saya menyesal,” ucap anak SF dengan nada pelan dan nampak getir.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalteng, Hendra Ekaputra mengatakan, negara selalu hadir dalam memberikan pelayanan kepada anak yang berurusan dengan hukum. Ada 15 andikpas yang mendapatkan remisi pada peringatan HAN tahun 2023 ini.

Baca Juga :  Cegah Pneumonia, Bentengi Anak dengan Imunisiasi

“Pada peringatan hari anak nasional tahun 2023 ini ada 15 andikpas yang menerima remisi. Satu di antaranya remisi langsung bebas,” katanya kepada wartawan didampingi Kepala LPKA Kelas II Palangka Raya Ngadi.

Hendra menjelaskan, selama dalam masa pembinaan, andikpas diberikan pelatihan keterampilan praktis seperti memasak, membuat kerajinan, dan lain sebagainya. Para andikpas juga tetap bersekolah seperti anak-anak di luar LPKA Kelas II Palangka Raya.

“Pendidikan itu adalah hak bagi setiap anak. Jadi kalau sekolah pasti tetap kami sediakan. Cuman metodenya aja yang berbeda,” ungkapnya.

Pria berpostur tegap dengan perawakan gempal itu mengatakan, para andikpas yang ada di LPKA Kelas II Palangka Raya mengikuti proses pendidikan kesetaraan. Ijazah yang dikeluarkan pun sama atau setara dengan ijazah yang dikeluarkan oleh satuan pendidikan pada umumnya.

“Ijazahnya sama saja. Kita pakaiannya seperti paket B atau sejenis itu. Tadi kita juga sudah kerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya,” sebutnya.

Hendra mengajak seluruh masyarakat untuk tidak mendiskriminasi anak-anak yang pernah terjerumus ke dalam jeruji besi. Hak mereka untuk dapat hidup dan kembali ke masyarakat harus tetap terpenuhi.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DP2KBP3APM) Kota Palangka Raya, Sahdin Hasan menegaskan, peringatan hari anak nasional di LPKA adalah bentuk pesan bahwa negara selalu hadir untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

“Terutama agar bagaimana anak-anak di sini mendapatkan hak-hak mereka sebagai anak, seperti tetap dilakukannya pendampingan dan pembinaan. Pendampingan dan pembinaan terhadap anak di LPKA Kelas II A Palangka Raya ini ditujukan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara positif,” ujar Sahdin kepada wartawan usai kegiatan.

Dalam proses pembinaan dan pendampingan itu, lanjut pria berperawakan tinggi besar tersebut, anak-anak LPKA akan diarahkan untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki mereka masing-masing, sembari membina karakter menjadi positif. Pada gilirannya, hasil pembinaan karakter dan pendampingan ini diharapkan akan menjadi bekal bagi anak dalam kehidupannya ketika “lulus” dari LPKA.

“Hasil pembinaan positif yang dilakukan di sini di kemudian hari dapat menjadi bekal dalam kehidupan mereka di masyarakat untuk menjadi bermanfaat dan berguna bagi orang banyak, sebagai anak Indonesia yang terampil dan berkarakter positif,” tuturnya.

Pria   itu berharap agar anak-anak yang saat ini tengah dalam masa pembinaan di LPKA Kelas II Palangka Raya agar dapat tetap optimistis, bahwa hari esok akan lebih baik dan masing-masing dari mereka dapat menggapai masa depan yang dicita-citakan.

“Anak-anak dalam masa pembinaan harus tetap optimistis bahwa hari esok masih ada harapan untuk dapat berkarya secara positif dan untuk menggapai masa depan yang lebih baik pula,” tutup Sahdin.(ram)

Anak SF sesenggukan di depan ratusan pasang mata. Tangisnya pecah usai membaca puisi tentang ibu hasil gubahan tangannya. Bagi remaja 18 tahun itu, sosok ibu adalah segala-galanya. Sebagai anak didik pemasyarakatan (Andikpas), anak SF menumpahkan kerinduannya akan sosok ibu melalui bait puisi menyayat hati. Dia ciptakan di balik dinginnya jeruji besi.

 

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

“Ibu, mataku tak berarah, bukan karena aku kehilangan arah, namun aku, anakmu, mencari sosokmu, kau selalu mendukungku, di saat tubuhku gemetar, seperti saat ini.” Sepenggal puisi itu membuat ratusan pasang mata sekejap berhenti berkedip menyaksikan penampilan anak SF yang tampil pada peringatan Hari anak nasional (HAN) di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Palangka Raya, Rabu pagi (26/7).

Mata anak SF sendiri mengerjap-ngerjap. Menahan air mata. Lantunan puisi berjudul Rindu Ibu dari mulut anak SF yang bersuara baritone itu dibarengi instrumen pengiring yang sendu. Makna dari kata demi kata yang menyihir penonton yang merupakan petinggi lembaga pemasyarakatan dan pejabat penting kota madya untuk terus duduk. Bertafakur melihatnya.

“Aku gemetar, ibu, aku gemetar, takut salah menyampaikan bait-bait puisiku tentang dirimu”. Suaranya naik turun beberapa oktaf pada setiap koma. Mengekspresikan emosi yang labil. Dengan mengenakan seragam pramuka, anak SF membacakan puisi tanpa memegang naskah sama sekali. Padahal puisi itu baru dibuat pagi, tak sampai empat jam sebelum acara.

SF berdiri, sembari menghela napas. Tubuhnya kurus tegap. Memperlihatkan dadanya yang bidang. Ia melanjutkan “ritual puitis” itu.

“Ibu, aku berjalan sendiri, hanya berteman dengan sepi, dan rasa rindu ini makin menjadi-jadi. Ibu, anakmu, di sini, hanya bisa menggigit bibir, agar tangisnya tak bersuara.”  SF menampilkan ekspresi meratap. Puisi yang diucapkan secara tegas. Nada getir itu seakan menusuk hingga relung hati.

Puisi karya SF

Lengan kurus anak SF berekpresi mengikuti kalimat puitis yang diucapkan. Bahasa tubuh dan makna kalimat yang diucapkan anak SF seakan menyimpan arti tersirat yang kontradiktif. Antara kerinduan terhadap sosok ibu dan rasa sesal mendalam.

“Ibu, terima kasih, kau telah membuatku sekuat ini, telah mempertemukanku dengan yang namanya kelapangan hati. Ibu, anakmu, hanya rindu”. Begitulah akhir dari bait puisi. Anak SF berpaling dari penonton. Tepukan tangan riuh rendah.

Ketegaran anak SF tampaknya sudah sampai di titik nadir. Anak SF berbalik. Dirinya masih berdiri di panggung dengan posisi membelakangi penonton. Hanya bergeser beberapa senti dari mikrofon. Anak SF kemudian membungkuk. Mengatupkan wajah dengan kedua tangan. Laki-laki berambut cepak itu lantas menangis tersedu sedan.

Bertepatan dengan peringatan HAN, anak SF tak dapat menikmati momen seperti anak-anak lainnya, menikmati waktu bersama orangtua tercinta secara langsung. Ibunya tinggal di Kecamatan Pantai Lunci, Kabupaten Sukamara. Ia harus mendekam di balik jeruji besi sambil hanya membayangkan eksistensi sosok bunda di sampingnya, menemani setiap waktunya di dalam kurungan.

Baca Juga :  Sebelum Dicabuli, Anak 11 Tahun Diajak Nonton Film Biru & Diancam Balok Kayu

 

“Kangen banget sama ibu. Kalau keluar, saya ingin membahagiakan ibu,”ungkap anak SF ramah saat berbincang-bincang bersama wartawan usai kegiatan berlangsung. Kondisi wajahnya masih sembab. Air mata masih nampak di kedua kelopak matanya. Baru beberapa menit mengumpulkan kekuatan untuk menutup kembali kesedihan.

Bagi SF, sosok ibu adalah segalanya. Tidak cukup menggambarkan dengan satu dua kalimat puitis. Saat menghabiskan waktunya di LPKA, dirinya tak jarang memimpikan belaian kasih sayang sosok ibunda yang mendekap langsung di sampingnya.

“Sering memimpikan sosok ibu. Ibu selalu berpesan kepada saya untuk menjadi anak yang baik dan tegar,” ungkap laki-laki asal Kabupaten Sukamara tersebut. Anak SF terjerat kasus asusila. Sudah menjalani masa hukuman satu tahun lamanya dari keseluruhan masa hukuman tiga tahun enam bulan.

Di balik sikapnya yang periang dan ramah, anak SF nampaknya menyimpan sisi melankolis. Hal ini tercermin dari kebiasaannya menulis sajak-sajak puitis untuk mengekspresikan perasaannya.

“Saya suka membikin bait-bait puisi untuk sekadar meluapkan emosi, ini hobi saya sejak sebelum masuk LPKA. Rencana mau bikin buku dari karya-karya tulisan curahan hati. Ada banyak tulisan tentang ini yang saya buat selama di LPKA,” ujarnya sambil ditemani Kepala Seksi Pembinaan LPKA Kelas II Palangka Raya, Agustinus Siagian.

Anak SF sesekali memang dapat memanfaatkan fasilitas tatap muka yang disediakan oleh pihak LPKA melalui panggilan video. Tetapi dirinya jarang dapat bertemu muka langsung dengan ibunya. Dia memaklumi, untuk dapat menjenguk, ibunya harus menempuh jarak sekitar 533 kilometer.

Selama menjalani masa pembinaan, anak SF hanya bisa berkomunikasi dengan kedua orangtuanya melalui layanan telepon video yang disediakan oleh petugas LPKA tersebut. Kadang sesekali orang tuanya datang untuk berkunjung ke LPKA secara langsung. Setiap kali datang, orangtuanya selalu membawa makanan kesukaannya.

“Saya senang ketika ibu datang, biasanya ibu pasti membawakan nasi goreng,” tutur SF seraya mengucap syukur bahwa orang tuanya masih perhatian kepadanya.

Saat ini anak SF masih bersekolah, ia kini menduduki kelas X. Usai bebas dari LPKA, anak SF punya keinginan untuk tetap melanjutkan sekolah. Namun dirinya nampak gamang karena khawatir tidak dapat membayar biaya sekolah.

“Setelah keluar saya bisa lanjut kerja. Tapi, saya ada keinginan untuk tetap bisa bersekolah, namun khawatir takut orangtua terbebani biaya,” ungkapnya.

Anak SF mengaku menyesal dengan hal menyimpang yang telah diperbuatnya sehingga menyebabkannya masuk jeruji besi. Saat itu kekhilafan menghampiri dirinya. Ia kemudian berjanji kepada diri sendiri agar dapat membenahi diri selama berada di LPKA sehingga dapat menjadi manusia yang lebih baik lagi.

“Kalau saya keluar saya ingin membahagiakan ibu, saya menyesal,” ucap anak SF dengan nada pelan dan nampak getir.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalteng, Hendra Ekaputra mengatakan, negara selalu hadir dalam memberikan pelayanan kepada anak yang berurusan dengan hukum. Ada 15 andikpas yang mendapatkan remisi pada peringatan HAN tahun 2023 ini.

Baca Juga :  Cegah Pneumonia, Bentengi Anak dengan Imunisiasi

“Pada peringatan hari anak nasional tahun 2023 ini ada 15 andikpas yang menerima remisi. Satu di antaranya remisi langsung bebas,” katanya kepada wartawan didampingi Kepala LPKA Kelas II Palangka Raya Ngadi.

Hendra menjelaskan, selama dalam masa pembinaan, andikpas diberikan pelatihan keterampilan praktis seperti memasak, membuat kerajinan, dan lain sebagainya. Para andikpas juga tetap bersekolah seperti anak-anak di luar LPKA Kelas II Palangka Raya.

“Pendidikan itu adalah hak bagi setiap anak. Jadi kalau sekolah pasti tetap kami sediakan. Cuman metodenya aja yang berbeda,” ungkapnya.

Pria berpostur tegap dengan perawakan gempal itu mengatakan, para andikpas yang ada di LPKA Kelas II Palangka Raya mengikuti proses pendidikan kesetaraan. Ijazah yang dikeluarkan pun sama atau setara dengan ijazah yang dikeluarkan oleh satuan pendidikan pada umumnya.

“Ijazahnya sama saja. Kita pakaiannya seperti paket B atau sejenis itu. Tadi kita juga sudah kerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya,” sebutnya.

Hendra mengajak seluruh masyarakat untuk tidak mendiskriminasi anak-anak yang pernah terjerumus ke dalam jeruji besi. Hak mereka untuk dapat hidup dan kembali ke masyarakat harus tetap terpenuhi.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DP2KBP3APM) Kota Palangka Raya, Sahdin Hasan menegaskan, peringatan hari anak nasional di LPKA adalah bentuk pesan bahwa negara selalu hadir untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

“Terutama agar bagaimana anak-anak di sini mendapatkan hak-hak mereka sebagai anak, seperti tetap dilakukannya pendampingan dan pembinaan. Pendampingan dan pembinaan terhadap anak di LPKA Kelas II A Palangka Raya ini ditujukan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara positif,” ujar Sahdin kepada wartawan usai kegiatan.

Dalam proses pembinaan dan pendampingan itu, lanjut pria berperawakan tinggi besar tersebut, anak-anak LPKA akan diarahkan untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki mereka masing-masing, sembari membina karakter menjadi positif. Pada gilirannya, hasil pembinaan karakter dan pendampingan ini diharapkan akan menjadi bekal bagi anak dalam kehidupannya ketika “lulus” dari LPKA.

“Hasil pembinaan positif yang dilakukan di sini di kemudian hari dapat menjadi bekal dalam kehidupan mereka di masyarakat untuk menjadi bermanfaat dan berguna bagi orang banyak, sebagai anak Indonesia yang terampil dan berkarakter positif,” tuturnya.

Pria   itu berharap agar anak-anak yang saat ini tengah dalam masa pembinaan di LPKA Kelas II Palangka Raya agar dapat tetap optimistis, bahwa hari esok akan lebih baik dan masing-masing dari mereka dapat menggapai masa depan yang dicita-citakan.

“Anak-anak dalam masa pembinaan harus tetap optimistis bahwa hari esok masih ada harapan untuk dapat berkarya secara positif dan untuk menggapai masa depan yang lebih baik pula,” tutup Sahdin.(ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/