Oleh: Letkol Pnb Ig. Widi Nugroho, S.T.,MMDS, Komandan Lanud Iskandar Pangkalan Bun
Jikalau aku misalnya diberikan hidup oleh Tuhan, dua hidup inipun akan aku persembahkan kepada tanah air dan bangsa.
Ir. Soekarno
TUJUH puluh delapan tahun sudah TNI mengabdi kepada bangsa Indonesia. Sebuah usia yang tak lagi muda dan tentunya sarat dengan pengalaman yang mendewasakan. Namun demikian, bukan berarti TNI sudah mencapai kesempurnaan, melainkan banyak yang perlu direfleksikan guna semakin meningkatkan kemampuan untuk mempertahankan negara.
Kemampuan prajurit merupakan jawaban nyata yang ingin dilihat oleh rakyat guna memenuhi harapan akan keselamatan bangsa dan negara tercinta. Kemampuan ini tentunya memerlukan latihan yang semakin berkualitas, meningkat dan berkelanjutan. Berbagai latihan dari tingkat satuan hingga latihan bersama dengan negara sahabat, ditambah berbagai prestasi di tingkat nasional dan internasional tentunya membuktikan profesionalisme para prajurit. Institusi TNI tentunya dapat berbangga hati dengan kemampuan prajuritnya yang semakin meningkat bahkan menjadi salah satu yang terbaik di kawasan.
Di balik kemampuan itu, para prajurit mendamba sebuah dukungan negara yang menjadi sebuah keniscayaan di organisasi militer manapun, yaitu alat utama sistem senjata (alutsista) yang memadai. Alutsista yang diharapkan mampu mendukung kemampuan tempur, memiliki daya gempur yang kuat, tingkat akurasi tinggi, dan terintegrasi antar berbagai domain peperangan, baik darat, laut, udara, hingga yang semakin berkembang saat ini yaitu dimensi ruang angkasa serta siber.
Alutsista yang mumpuni ini tentunya membutuhkan sebuah sistem pendukung berupa industri pertahanan yang kokoh. Komponen industri ini menjadi elemen krusial karena akan menentukan kekuatan dukungan logistik bagi pasukan perang pada saat latihan di masa damai maupun suplai pasukan di dalam medan peperangan. Dukungan industri pertahanan yang kuat tentunya akan mengarah kepada kuatnya ekosistem pertahanan yang juga handal sehingga harapan para prajurit dapat dipenuhi.
Perang Rusia Ukraina memperlihatkan sebuah contoh yang dapat dilihat jelas bahwa dukungan logistik yang kuat akan membuat peperangan yang diprediksi berlangsung singkat ini menjadi perang berkepanjangan yang menguji kemampuan sistem dukungan logistik perang pihak yang bertikai.
Bagi Indonesia, contoh ini sangat relevan. Sistem pertahanan rakyat semesta yang dianut serta diterapkannya doktrin perang berlarut, secara langsung berimbas kepada kebutuhan logistik berkelanjutan. Namun sayangnya, industri pertahanan kita masih terlihat gamang untuk memenuhi kebutuhan ini sehingga TNI masih memiliki preferensi untuk mengoperasikan alutsista luar negeri, khususnya yang mengandung muatan teknologi tinggi.
Sebuah refleksi yang juga perlu dicermati adalah tentang kualitas sumber daya manusia prajurit TNI. Berkaca dari beberapa kasus yang menimpa institusi TNI yang masih segar di ingatan publik tentunya mengagetkan kita semua. Jika ditelaah lebih jauh dan mau diungkapkan dengan jujur, ada sebuah kontributor besar yang menyebabkan permasalahan yang berakar pada sistem rekrutmen.
Kita tentu percaya bahwa input yang baik tentunya akan bermuara pada output yang baik. Jika sumber masukan TNI ini kemudian ditempa dengan proses pendidikan, kemudian dipoles lagi dengan berbagai pelatihan yang mumpuni, tentunya generasi penerus TNI tidak akan mudah mendapatkan stigma negatif dari rakyat akibat kebodohan atau kesalahan sendiri.
Dengan demikian, jika refleksi ini dapat diaplikasikan, tentunya kemampuan TNI sebagai garda terdepan sekaligus benteng terakhir bangsa tidak akan diragukan lagi. Sebaliknya, rakyat akan semakin percaya bahwa TNI sebagai patriot NKRI akan selalu siap sedia berkorban jiwa raga bagi tanah air dan bangsa. Dirgahayu Tentara Nasional Indonesia!!.(*)