Senin, November 25, 2024
26.2 C
Palangkaraya

Catatan Doengil

Pangsit Goreng

Oleh; Agus Pramono

 

ANDA pasti pernah melihat penjual bakso keliling. Menyasar kompleks-kompleks. Ada yang pakai sepeda motor. Ada yang pakai gerobak roda tiga. Kalau di kompleks saya, ada penjual bakso khas Malang, Jawa Timur. Yang kuahnya uenak. Itu menurut saya. Satu porsi Rp10 ribu. Pentol besar satu biji, pentol kecil tiga biji, tahu, dan pangsit goreng.

Saya punya langganan. Namanya Paijo. Dari Malang. Perawakannya kurus. Lucu. Enak diajak ngomong. Hampir setiap hari saya jumpai. Setiap habis Isya, melewati jalan depan rumah. Tapi, beberapa bulan ini jarang lewat. Sudah habis sebelum sampai. Kadang momen itu bikin saya kesal. Gimana coba, lagi pengin-penginnya. Kangen sama pangsitnya yang kriuk-kriuk.

Terkadang, kalau sudah kepengin banget, sedari sore saya cari keberadaan Paijo. Kalau beruntung, ketemu di pinggir Jalan Tjilik Riwut Palangka Raya arah Sampit. Walaupun sudah ketemu dengan Paijo, keberuntungan belum tentu dapat. Pangsitnya habis. Sial.

Baca Juga :  Muka Semangka

Bagi saya, makan bakso tanpa pangsit goreng rasanya kayak kurang sip. Saya tanya. Kenapa pangsit sering habis duluan? Dia pun menjawab jelas. ‘Eenak,” katanya. “Murah lagi,”jelas Paijo. Saya tanya lagi. Memangnya boleh ya, beli pangsitnya saja tanpa pentol, dan sekutunya? “Boleh,”sambungnya.

Apakah kalau pangsit habis lebih cepat, tidak mempengaruhi minat pelanggan? “Tidak,”ucapnya. “Pasti ngaruh,”sangkal saya. Contohnya saya ini Jo Paijo. Rencana beli Rp20 ribu, jadi cuma Rp10 ribu saja. Itupun minta bonus. Kuahnya dibanyaki.

“Enggak pengaruh Cak (Panggilan Paijo ke saya). Pangsit habis duluan tidak tiap hari. Paling kalau ketemu arek cilik-cilik (Anak kecil), biasanya beli 5 sampai 10, terus dikasih saus plus kecap,”beber Paijo.

Baca Juga :  Belajar Merdeka dari Finlandia

Saya cecar lagi. Enggak peduli Paijo capek jawabnya. Pernah tidak saat pulang, dagangan tidak habis. Misal nih, pentol, mie dan tahu masih banyak, tapi pangsit habis. “Sering.”katanya. Apa bos enggak marah? “Enggak. Paling cuma kumisnya naik,”celetuknya. Wkwkwkw

Biasanya, sebut Paijo seraya mengepulkan asap dari mulut, si Bos menambah jumlah pangsit. Bukan mengurangi, atau menghilangkan. Tujuannya jelas. Agar pentol, tahu, dan sekutunya ikut laku. Diakui Paijo, Bakso Malang tanpa pangsit? Jelas, isi mangkok kurang seksi ketika dipandang.

Peran pangsit begitu penting di dunia perbaksoan. Jika pentol dan kuah rasanya tidak begitu istimewa di mata pembeli, pangsit bisa menutupi. Pangsit bisa dianggap menjadi pelengkap. Tidak bisa disepelekan. Harga boleh seribu rupiah. Tapi, perannya bisa buat pelanggan tergoda.(*)

 

 

Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos.

 

Oleh; Agus Pramono

 

ANDA pasti pernah melihat penjual bakso keliling. Menyasar kompleks-kompleks. Ada yang pakai sepeda motor. Ada yang pakai gerobak roda tiga. Kalau di kompleks saya, ada penjual bakso khas Malang, Jawa Timur. Yang kuahnya uenak. Itu menurut saya. Satu porsi Rp10 ribu. Pentol besar satu biji, pentol kecil tiga biji, tahu, dan pangsit goreng.

Saya punya langganan. Namanya Paijo. Dari Malang. Perawakannya kurus. Lucu. Enak diajak ngomong. Hampir setiap hari saya jumpai. Setiap habis Isya, melewati jalan depan rumah. Tapi, beberapa bulan ini jarang lewat. Sudah habis sebelum sampai. Kadang momen itu bikin saya kesal. Gimana coba, lagi pengin-penginnya. Kangen sama pangsitnya yang kriuk-kriuk.

Terkadang, kalau sudah kepengin banget, sedari sore saya cari keberadaan Paijo. Kalau beruntung, ketemu di pinggir Jalan Tjilik Riwut Palangka Raya arah Sampit. Walaupun sudah ketemu dengan Paijo, keberuntungan belum tentu dapat. Pangsitnya habis. Sial.

Baca Juga :  Muka Semangka

Bagi saya, makan bakso tanpa pangsit goreng rasanya kayak kurang sip. Saya tanya. Kenapa pangsit sering habis duluan? Dia pun menjawab jelas. ‘Eenak,” katanya. “Murah lagi,”jelas Paijo. Saya tanya lagi. Memangnya boleh ya, beli pangsitnya saja tanpa pentol, dan sekutunya? “Boleh,”sambungnya.

Apakah kalau pangsit habis lebih cepat, tidak mempengaruhi minat pelanggan? “Tidak,”ucapnya. “Pasti ngaruh,”sangkal saya. Contohnya saya ini Jo Paijo. Rencana beli Rp20 ribu, jadi cuma Rp10 ribu saja. Itupun minta bonus. Kuahnya dibanyaki.

“Enggak pengaruh Cak (Panggilan Paijo ke saya). Pangsit habis duluan tidak tiap hari. Paling kalau ketemu arek cilik-cilik (Anak kecil), biasanya beli 5 sampai 10, terus dikasih saus plus kecap,”beber Paijo.

Baca Juga :  Belajar Merdeka dari Finlandia

Saya cecar lagi. Enggak peduli Paijo capek jawabnya. Pernah tidak saat pulang, dagangan tidak habis. Misal nih, pentol, mie dan tahu masih banyak, tapi pangsit habis. “Sering.”katanya. Apa bos enggak marah? “Enggak. Paling cuma kumisnya naik,”celetuknya. Wkwkwkw

Biasanya, sebut Paijo seraya mengepulkan asap dari mulut, si Bos menambah jumlah pangsit. Bukan mengurangi, atau menghilangkan. Tujuannya jelas. Agar pentol, tahu, dan sekutunya ikut laku. Diakui Paijo, Bakso Malang tanpa pangsit? Jelas, isi mangkok kurang seksi ketika dipandang.

Peran pangsit begitu penting di dunia perbaksoan. Jika pentol dan kuah rasanya tidak begitu istimewa di mata pembeli, pangsit bisa menutupi. Pangsit bisa dianggap menjadi pelengkap. Tidak bisa disepelekan. Harga boleh seribu rupiah. Tapi, perannya bisa buat pelanggan tergoda.(*)

 

 

Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos.

 

Artikel Terkait

Katanya Hari Tenang

Bukan Bakso Mas Bejo

Adab Anak Punk

Kota Cantik Tak Baik-Baik Saja

Terpopuler

Artikel Terbaru

/