Seolah tak kapok, selepas dari penjara Zeni ditangkap lagi karena terlibat jual beli pil koplo. Seolah berpetualang, lagi-lagi dia harus dipenjara untuk kasus berbeda. Termasuk penjambretan dan pencopetan. “Saya sampai lupa tahunnya,” kenangnya sambil tersenyum.
Setidaknya, Zeni menjalani penahanan di Surabaya sebanyak delapan kali. Mayoritas kasusnya curanmor. Selain di Kota Pahlawan, dia pernah dipenjara di Bali karena mencopet turis.
Lelaki berambut pirang itu berdalih mencopet karena dia hanya memiliki uang Rp 27 ribu saat di pulau Dewata itu. Dia pun masuk penjara sekitar tahun 2008. Sebelum pelaksanaan eksekusi mati gembong teroris bom Bali.
Dari sembilan pengalamannya masuk penjara, hukuman di Bali merupakan yang paling membekas di benaknya. Bukan hanya korbannya yang merupakan turis asing. Tetapi, di Bali pula dia menempati sel yang “istimewa”.
Di sana, Zeni satu sel dengan kelompok teroris. Lelaki berambut ikal itu memperkirakan temannya satu sel itu merupakan kelompok Imam Samudera. Sebab, selama di sel, dia pernah diberi buku karya Imam Samudera. “Judulnya Sekuntum Rosella (Sekuntum Rosella Pelipur Lara, Red),” tutur Zeni mengingat-ingat judul buku yang sempat dibacanya berulang-ulang itu.
Tak hanya memberi buku, para narapidana terorisme itu juga sering melakukan ceramah. Zeni pun mengaku sempat termakan propaganda mereka. Saat berada di tahanan, dia ikut mengkafirkan saudaranya sesama muslim yang tidak salat. Kala itu Zeni juga sempat mengharamkan rokok.
Selain di Bali, Zeni juga pernah satu sel dengan narapidana terorisme saat menempati Lapas Porong. Semua yang diajarkan sama dengan narapidana di Bali. “Saya juga heran, setiap masuk sel tidak pernah bolong salatnya,” bebernya terkekeh.