AULA 4 Poltekkes Kemenkes Banjarmasin tampak ramai beberapa hari lalu. Lebih dari 500 peserta dari berbagai penjuru Indonesia berkumpul dalam satu semangat: memperkuat peran teknologi laboratorium medik dalam upaya eliminasi malaria.
Mereka datang untuk menghadiri Seminar Ilmiah Nasional yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Laboratorium Medik (HIMA TLM) Poltekkes Kemenkes Banjarmasin.
Kegiatan ini terselenggara berkat kolaborasi erat dengan IMATELKI DPW Kalimantan Selatan, AIPTLMI Regional VI Kalimantan, serta DPW PATELKI Kalimantan Selatan.
Mengusung tema “Peran Teknologi Laboratorium Medik dalam Eliminasi Malaria: Sinergi Akademisi, Praktisi, dan Organisasi Mahasiswa IMATELKI,” seminar ini digelar secara hybrid—memungkinkan peserta bergabung baik secara langsung di aula maupun daring dari seluruh Indonesia.
Cari info terkait Poltekkkes Kemenkes, silahkan kunjungi https://poltekkesarosukakota.org
Seminar resmi dibuka oleh Direktur Poltekkes Kemenkes Banjarmasin, Dr. H. Andi Parellangi, S.Kep., Ners., M.Kes., MH. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi atas kuatnya kolaborasi yang terbangun lintas sektor.
“Seminar ini menjadi momentum penting dalam mempererat kerjasama antara akademisi, praktisi, dan organisasi mahasiswa. Teknologi laboratorium medik, terutama dalam hal deteksi dan diagnosis, berperan krusial dalam strategi eliminasi malaria di Kalimantan Selatan,” ujarnya.
Empat pembicara utama dihadirkan untuk memperkaya wacana dan membagikan pengalaman dari berbagai sudut pandang. Fadlullah, A.Md.AK, tenaga kesehatan dari Puskesmas Simpang Empat, Batu Licin, membuka sesi dengan memaparkan tantangan diagnostik malaria di daerah endemis.
Ia menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi seperti PCR dan mikroskopi digital dalam mempercepat dan mempertajam diagnosis.
Paparan berikutnya disampaikan oleh Yudi Yahya, S.Si., M.Biomed, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Ia mengulas bagaimana riset akademik memicu lahirnya inovasi dalam teknologi diagnostik malaria yang dapat mendukung kebijakan kesehatan nasional.
Ketua AIPTLMI Regional VI Kalimantan, Haitami, S.Si., M.Sc., menyoroti pentingnya kolaborasi lintas profesi dan institusi pendidikan.
“Eliminasi malaria tak bisa dicapai sendirian. Dibutuhkan sinergi yang kuat antara tenaga laboratorium, akademisi, dan organisasi profesi agar intervensi berjalan efektif dan terstruktur,” tegasnya.
Sesi terakhir diisi oleh Dede Hermawan dari PT. Kharisma Utama, yang memaparkan inovasi terkini dalam mikroskopi berbasis digital dan kecerdasan buatan.
Teknologi ini, menurutnya, menjadi kunci dalam mendukung diagnosis yang cepat dan akurat terhadap parasit penyebab malaria.
Dengan ragam perspektif yang ditawarkan, seminar ini tidak hanya menjadi ajang bertukar ilmu, tetapi juga mengukuhkan peran mahasiswa sebagai motor penggerak perubahan di bidang kesehatan.
Kolaborasi semacam ini diharapkan terus berlanjut dan menjadi model kegiatan akademik yang berdampak langsung pada upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.(*)