Kamis, Mei 15, 2025
26.5 C
Palangkaraya

Apa Itu Satelit Cosmos 482 yang Jatuh di Jakarta Barat? Begini Penjelasannya

SETELAH lebih dari setengah abad mengorbit Bumi tanpa tujuan, satelit buatan Uni Soviet, Kosmos 482, akhirnya jatuh ke Samudra Hindia pada 10 Mei 2025 sekitar pukul 13.24 WIB. Satelit ini awalnya dirancang sebagai bagian dari misi ambisius ke planet Venus, namun kegagalan teknis membuatnya justru menjadi “pengembara tak bertuan” di orbit Bumi selama 53 tahun.

Kosmos 482 diluncurkan pada 31 Maret 1972 dari Kosmodrom Baikonur, Kazakhstan, menggunakan roket Molniya 8K78M. Satelit ini sejatinya bukan bernama Kosmos 482, melainkan bagian dari program Venera — serangkaian misi eksplorasi Soviet untuk mengirim wahana ke permukaan Venus, planet dengan atmosfer ekstrem dan suhu yang cukup panas untuk melelehkan timah.

Sayangnya, nasib berkata lain. Hanya empat hari setelah suksesnya peluncuran Venera 8, roket yang membawa Kosmos 482 mengalami kegagalan. Mesin tahap pendorong terakhir, Blok L, mati lebih awal akibat kesalahan pengaturan waktu, sehingga satelit tidak mampu lepas dari tarikan gravitasi Bumi dan gagal melanjutkan perjalanan ke Venus.

Baca Juga :  Satelit Kosmos 482 Terjebak 53 Tahun Lintasan Elips, Jatuh di Jakarta Barat

Untuk menutupi kegagalan tersebut, Uni Soviet mengubah nama wahana itu menjadi “Kosmos 482” — sebuah nama generik yang biasa digunakan untuk satelit yang hanya mengorbit Bumi, bukan wahana antariksa antarplanet.

Sejak saat itu, Kosmos 482 mengorbit Bumi dalam lintasan elips tanpa misi jelas, menjadikannya bagian dari tumpukan sampah antariksa yang terus tumbuh di atas sana. Menurut NASA, misi ke planet biasanya membutuhkan pembakaran mesin selama empat menit penuh untuk keluar dari orbit Bumi, namun pada kasus ini, pembakaran terhenti terlalu cepat, menyisakan satelit di orbit yang tidak stabil.

Dengan massa sekitar 1.180 kg dan modul pendaratan seberat 495 kg, Kosmos 482 akhirnya tak mampu lagi mempertahankan kecepatannya. Ketika gaya sentripetal dan sentrifugalnya tak seimbang, satelit itu tertarik kembali ke atmosfer Bumi dan terbakar saat masuk dengan kecepatan sekitar 240–242 km/jam. Lokasi kejatuhannya berada di Samudra Hindia, sebelah barat Pulau Andaman dan Jakarta, jauh dari pemukiman, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan.

Baca Juga :  Jaga HET Migor, Mendag dan Polri Bakal Tindak Tegas Oknum Penimbunan

Meski tak lagi aktif, kejatuhan Kosmos 482 menjadi pengingat akan masalah serius di luar angkasa: sampah antariksa. Setiap hari, rata-rata tiga objek besar dari orbit jatuh kembali ke Bumi. Kosmos 482 bukan hanya bagian dari sejarah eksplorasi luar angkasa Soviet, tetapi juga simbol tantangan baru dalam mengelola peninggalan teknologi yang tertinggal di orbit planet kita. (*)

SETELAH lebih dari setengah abad mengorbit Bumi tanpa tujuan, satelit buatan Uni Soviet, Kosmos 482, akhirnya jatuh ke Samudra Hindia pada 10 Mei 2025 sekitar pukul 13.24 WIB. Satelit ini awalnya dirancang sebagai bagian dari misi ambisius ke planet Venus, namun kegagalan teknis membuatnya justru menjadi “pengembara tak bertuan” di orbit Bumi selama 53 tahun.

Kosmos 482 diluncurkan pada 31 Maret 1972 dari Kosmodrom Baikonur, Kazakhstan, menggunakan roket Molniya 8K78M. Satelit ini sejatinya bukan bernama Kosmos 482, melainkan bagian dari program Venera — serangkaian misi eksplorasi Soviet untuk mengirim wahana ke permukaan Venus, planet dengan atmosfer ekstrem dan suhu yang cukup panas untuk melelehkan timah.

Sayangnya, nasib berkata lain. Hanya empat hari setelah suksesnya peluncuran Venera 8, roket yang membawa Kosmos 482 mengalami kegagalan. Mesin tahap pendorong terakhir, Blok L, mati lebih awal akibat kesalahan pengaturan waktu, sehingga satelit tidak mampu lepas dari tarikan gravitasi Bumi dan gagal melanjutkan perjalanan ke Venus.

Baca Juga :  Satelit Kosmos 482 Terjebak 53 Tahun Lintasan Elips, Jatuh di Jakarta Barat

Untuk menutupi kegagalan tersebut, Uni Soviet mengubah nama wahana itu menjadi “Kosmos 482” — sebuah nama generik yang biasa digunakan untuk satelit yang hanya mengorbit Bumi, bukan wahana antariksa antarplanet.

Sejak saat itu, Kosmos 482 mengorbit Bumi dalam lintasan elips tanpa misi jelas, menjadikannya bagian dari tumpukan sampah antariksa yang terus tumbuh di atas sana. Menurut NASA, misi ke planet biasanya membutuhkan pembakaran mesin selama empat menit penuh untuk keluar dari orbit Bumi, namun pada kasus ini, pembakaran terhenti terlalu cepat, menyisakan satelit di orbit yang tidak stabil.

Dengan massa sekitar 1.180 kg dan modul pendaratan seberat 495 kg, Kosmos 482 akhirnya tak mampu lagi mempertahankan kecepatannya. Ketika gaya sentripetal dan sentrifugalnya tak seimbang, satelit itu tertarik kembali ke atmosfer Bumi dan terbakar saat masuk dengan kecepatan sekitar 240–242 km/jam. Lokasi kejatuhannya berada di Samudra Hindia, sebelah barat Pulau Andaman dan Jakarta, jauh dari pemukiman, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan.

Baca Juga :  Jaga HET Migor, Mendag dan Polri Bakal Tindak Tegas Oknum Penimbunan

Meski tak lagi aktif, kejatuhan Kosmos 482 menjadi pengingat akan masalah serius di luar angkasa: sampah antariksa. Setiap hari, rata-rata tiga objek besar dari orbit jatuh kembali ke Bumi. Kosmos 482 bukan hanya bagian dari sejarah eksplorasi luar angkasa Soviet, tetapi juga simbol tantangan baru dalam mengelola peninggalan teknologi yang tertinggal di orbit planet kita. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/