Senin, September 16, 2024
25.6 C
Palangkaraya

Kasian! Banyak Perempuan di Kalteng Belum Ter-Cover Jaminan Kesehatan

PALANGKA RAYA-Berdasarkan data karakteristik kepala rumah tangga (KRT) Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng, 8,79 persen KRT di Kalteng adalah perempuan. Dalam data itu terlihat beberapa fakta yang mesti dijadikan perhatian, agar para perempuan khususnya ibu di Kalteng bisa lebih sejahtera dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana terkuak dalam data yang dipublikasi BPS Kalteng mengenai KRT Kalteng tahun 2022.

Statistisi Ahli Muda Fungsi Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Kalteng M Taufiqurrahman mengatakan, temuan pihaknya melalui data yang dihimpun, ada banyak yang dapat menjadi masukan sekaligus perhatian bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan. Pertama, fakta bahwa empat dari sepuluh perempuan di Kalteng belum ter-cover atau tidak punya jaminan kesehatan. Sepertiganya punya jaminan kesehatan, tapi diberikan pemerintah.

“Perlu diseimbangkan karena ada 40 persen yang enggak punya, pemerintah tidak bisa menanggung semua, harusnya diseimbangkan juga dengan kesadaran pribadi untuk mendaftarkan diri pada jaminan kesehatan,” jelas M Taufiqurrahman kepada Kalteng Pos, Rabu (21/12).

Taufiqurrahman mengakui bahwa KRT seharusnya dipegang laki-laki. Namun dalam kondisi tertentu, para perempuan justru harus menjadi KRT. Penemuan pihaknya, dari sepuluh keluarga yang ada di Kalteng, kemungkinan ada satu keluarga yang dikepalai oleh ibu (perempuan). “Dan ada 14,51 persen yang harus menanggung biaya hidup anggota keluarganya lebih dari empat orang,” bebernya.

Dari keseluruhan jumlah perempuan yang menjadi KRT, ada 80 persen berstatus cerai dan ada pula cerai mati dan cerai hidup. “Jadi ya memang takdir, karena dia cerai lalu harus menanggung biaya hidup keluarga,” ucapnya.

Baca Juga :  Pemkab Apresiasi Kinerja Tenaga Kesehatan

Dari perempuan-perempuan atau para ibu yang menjadi KRT, rata-rata hanya mengenyam pendidikan tingkat dasar. Kondisi itu menyebabkan ada sebagian besar kesulitan yang dihadapi, jika hanya mengandalkan ijazah SD/sederajat untuk bekerja.

“Hanya sampai di pendidikan dasar ke bawah, ada 74 persen ya, jadi bisa dibayangkan dengan tingkat pendidikan demikian, pekerjaannya pasti akan lebih berat untuk bisa menanggung biaya hidup anggota keluarga,” tuturnya.

Kurang lebih 67 persen yang bekerja. Sisanya kemungkinan besar menerima pendapatan lain atau berwirausaha.

Taufiqurrahman juga menyinggung soal dampak perkawinan dini bagi perempuan. Menurutnya, berbicara mengenai perempuan, tentu juga berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Berdasarkan temuan pihaknya dalam data itu, usia perkawinan anak di Kalteng relatif muda.

“Dua per lima atau dua dari lima perempuan usia subur di Kalteng, kawin di bawah usia 19 tahun. Bahkan 16 persennya sudah menikah pada usia kurang dari 17 tahun. 10 persen dari perempuan yang menikah di bawah usia 19 tahun, hamil di usia itu, di bawah 17 tahun,” bebernya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Kalteng Linae Victoria Aden mengatakan, perkawinan usia dini menyebabkan beberapa masalah kesehatan. Khususnya bagi perempuan sebagai calon ibu. Karena pada usia anak, perempuan masih berada pada masa perkembangan. Dapat dikatakan belum waktunya untuk mengandung dan melahirkan. Dalam rentang usia 0-18 tahun, anak perempuan masih mengalami tahap perkembangan, baik fisik maupun psikis.

Baca Juga :  Datangi Pasar Koja Baru, Mendag Targetkan Harga Minyak Goreng Sesuai HET

“Bisa dibayangkan kalau fisiknya belum siap untuk hamil, tapi karena sudah menikah tentu tidak tertutup kemungkinan bisa hamil, mengandung, kemudian melahirkan, bisa terjadi hal-hal yang tidak baik untuk kesehatannya, ada risiko terjadi pendarahan, keguguran, dan lainnya yang tentu saja tidak baik bagi fisiknya,” jelas kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.

Sementara dari segi psikis, jelas Linae, perkawinan usia anak bisa berisiko terjadi kekerasan dalam rumah tangga, karena belum matang secara psikis. “Apabila belum siap untuk menjadi seorang ibu, nantinya akan berpengaruh pada pengasuhan anak,” tambahnya.

Melihat kondisi ini, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kalteng Yulistra Ivo Azhari Sugianto Sabran mengatakan, TP-PKK Kalteng terjun ke lapangan untuk memberikan pembelajaran pemberdayaan perempuan, khususnya seorang ibu.

“Dengan berbagai kegiatan dan program yang kami laksanakan, harapannya apabila memang pada akhirnya seorang perempuan atau ibu harus menjadi kepala rumah tangga, mereka sudah siap,” katanya kepada media usai menjadi narasumber sosialisasi peranan perempuan dalam pemilu 2024 di Hotel Bahalap, kemarin.

Perempuan yang biasa disapa Ivo ini menyebut, TP-PKK selama ini sudah mengoptimalkan peranan dan program untuk pemberdayaan perempuan di Bumi Tambun Bungai. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah bimbingan teknis (bimtek) di kabupaten/kota se-Kalteng.

“Bimtek yang kami laksanakan berkaitan dengan pemberdayaan perempuan, salah satunya terkait perekonomian dengan melaksanakan bimtek kewirausahaan, termasuk pola pengasuhan anak yang baik dan pendidikan bagi keluarga,” sebutnya. (dan/abw/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Berdasarkan data karakteristik kepala rumah tangga (KRT) Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng, 8,79 persen KRT di Kalteng adalah perempuan. Dalam data itu terlihat beberapa fakta yang mesti dijadikan perhatian, agar para perempuan khususnya ibu di Kalteng bisa lebih sejahtera dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana terkuak dalam data yang dipublikasi BPS Kalteng mengenai KRT Kalteng tahun 2022.

Statistisi Ahli Muda Fungsi Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Kalteng M Taufiqurrahman mengatakan, temuan pihaknya melalui data yang dihimpun, ada banyak yang dapat menjadi masukan sekaligus perhatian bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan. Pertama, fakta bahwa empat dari sepuluh perempuan di Kalteng belum ter-cover atau tidak punya jaminan kesehatan. Sepertiganya punya jaminan kesehatan, tapi diberikan pemerintah.

“Perlu diseimbangkan karena ada 40 persen yang enggak punya, pemerintah tidak bisa menanggung semua, harusnya diseimbangkan juga dengan kesadaran pribadi untuk mendaftarkan diri pada jaminan kesehatan,” jelas M Taufiqurrahman kepada Kalteng Pos, Rabu (21/12).

Taufiqurrahman mengakui bahwa KRT seharusnya dipegang laki-laki. Namun dalam kondisi tertentu, para perempuan justru harus menjadi KRT. Penemuan pihaknya, dari sepuluh keluarga yang ada di Kalteng, kemungkinan ada satu keluarga yang dikepalai oleh ibu (perempuan). “Dan ada 14,51 persen yang harus menanggung biaya hidup anggota keluarganya lebih dari empat orang,” bebernya.

Dari keseluruhan jumlah perempuan yang menjadi KRT, ada 80 persen berstatus cerai dan ada pula cerai mati dan cerai hidup. “Jadi ya memang takdir, karena dia cerai lalu harus menanggung biaya hidup keluarga,” ucapnya.

Baca Juga :  Pemkab Apresiasi Kinerja Tenaga Kesehatan

Dari perempuan-perempuan atau para ibu yang menjadi KRT, rata-rata hanya mengenyam pendidikan tingkat dasar. Kondisi itu menyebabkan ada sebagian besar kesulitan yang dihadapi, jika hanya mengandalkan ijazah SD/sederajat untuk bekerja.

“Hanya sampai di pendidikan dasar ke bawah, ada 74 persen ya, jadi bisa dibayangkan dengan tingkat pendidikan demikian, pekerjaannya pasti akan lebih berat untuk bisa menanggung biaya hidup anggota keluarga,” tuturnya.

Kurang lebih 67 persen yang bekerja. Sisanya kemungkinan besar menerima pendapatan lain atau berwirausaha.

Taufiqurrahman juga menyinggung soal dampak perkawinan dini bagi perempuan. Menurutnya, berbicara mengenai perempuan, tentu juga berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Berdasarkan temuan pihaknya dalam data itu, usia perkawinan anak di Kalteng relatif muda.

“Dua per lima atau dua dari lima perempuan usia subur di Kalteng, kawin di bawah usia 19 tahun. Bahkan 16 persennya sudah menikah pada usia kurang dari 17 tahun. 10 persen dari perempuan yang menikah di bawah usia 19 tahun, hamil di usia itu, di bawah 17 tahun,” bebernya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Kalteng Linae Victoria Aden mengatakan, perkawinan usia dini menyebabkan beberapa masalah kesehatan. Khususnya bagi perempuan sebagai calon ibu. Karena pada usia anak, perempuan masih berada pada masa perkembangan. Dapat dikatakan belum waktunya untuk mengandung dan melahirkan. Dalam rentang usia 0-18 tahun, anak perempuan masih mengalami tahap perkembangan, baik fisik maupun psikis.

Baca Juga :  Datangi Pasar Koja Baru, Mendag Targetkan Harga Minyak Goreng Sesuai HET

“Bisa dibayangkan kalau fisiknya belum siap untuk hamil, tapi karena sudah menikah tentu tidak tertutup kemungkinan bisa hamil, mengandung, kemudian melahirkan, bisa terjadi hal-hal yang tidak baik untuk kesehatannya, ada risiko terjadi pendarahan, keguguran, dan lainnya yang tentu saja tidak baik bagi fisiknya,” jelas kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.

Sementara dari segi psikis, jelas Linae, perkawinan usia anak bisa berisiko terjadi kekerasan dalam rumah tangga, karena belum matang secara psikis. “Apabila belum siap untuk menjadi seorang ibu, nantinya akan berpengaruh pada pengasuhan anak,” tambahnya.

Melihat kondisi ini, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kalteng Yulistra Ivo Azhari Sugianto Sabran mengatakan, TP-PKK Kalteng terjun ke lapangan untuk memberikan pembelajaran pemberdayaan perempuan, khususnya seorang ibu.

“Dengan berbagai kegiatan dan program yang kami laksanakan, harapannya apabila memang pada akhirnya seorang perempuan atau ibu harus menjadi kepala rumah tangga, mereka sudah siap,” katanya kepada media usai menjadi narasumber sosialisasi peranan perempuan dalam pemilu 2024 di Hotel Bahalap, kemarin.

Perempuan yang biasa disapa Ivo ini menyebut, TP-PKK selama ini sudah mengoptimalkan peranan dan program untuk pemberdayaan perempuan di Bumi Tambun Bungai. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah bimbingan teknis (bimtek) di kabupaten/kota se-Kalteng.

“Bimtek yang kami laksanakan berkaitan dengan pemberdayaan perempuan, salah satunya terkait perekonomian dengan melaksanakan bimtek kewirausahaan, termasuk pola pengasuhan anak yang baik dan pendidikan bagi keluarga,” sebutnya. (dan/abw/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/