Sabtu, November 23, 2024
24.3 C
Palangkaraya

Tawar Belanjaan sampai Bakhil dan Bahlul

PERGI ke luar negeri, tidak selamanya bahasa menjadi kendala. Apalagi ke Arab Saudi. Seperti mengikuti perjalanan umroh bareng PT Raihan Alya Tour sepekan lalu. Dipimpin langsung ustaz HM Al Ghifari, dibimbing pendamping (muthawif) asal Indonesia yang tinggal di sana.  Sabar. Telaten. Mengerti 3 bahasa Indonesia, Arab, Inggris dan tentu saja bahasa ibu atau daerah asal.

Misalnya, saat ziarah atau belanja, jika tidak paham tinggal minta diterjemahkan atau disampaikan ke muthawif maksudnya. Kalau pendampingnya sibuk, paling gampang jemaah gunakan bahasa isyarat.

Banyaknya pedagang kaki lima mengerti bahasa Indonesia dan menerima rupiah, tidak lepas dari banyaknya jemaah umroh dan haji Indonesia dari tahun ke tahun.

Dikutip dari rilis Kemen-terian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Republik Indonesia, jumlah jemaah umrah Indonesia 2014-20125 berjumlah 649.000, meningkat di  2015-2016 sebanyak 677.509, naik lagi di 2016-2017 yaitu 876.246, kemudian melonjak signifikan di tahun 2017-2018 mencapai 1.005.336, dan menurun sedikit di 2018-2019 menjadi 974.650 jemaah.

“Dua tahun ini kami lapar. Tidak ada haji. Tinggal di rumah saja tidak bekerja,” ucap Ahmed Yem, pedagang asesoris di samping Masjid Abu Bakar Madinah.

Karakter pedagang di tanah arab terkesan berbeda. Baiknya, mereka tampak semangat bekerja dan jualan hingga kerap terlontar kata halal, faedah, masyallah, alhamdulillah, hingga doa dan kata syukur lainnya.

Baca Juga :  Bentengi Generasi Muda dari Ancaman Narkoba

Kurang baiknya, mereka terkadang seperti memaksa. Semua harga seperti gelang, tasbih, parfum 100ml, gantungan kunci, gunting kuku, dan asesoris lainnya dibanderol serba 10 riyal atau setara Rp40 ribu. Belum menawar, barang yang kita pegang dima-sukkan tas. Disuruh bayar. Pakaian? 50 sampai 100 riyal. Jangankan melihat dan pegang. Baru lewat depan toko saja sudah disetop disuruh masuk.

Sorban. Ada saja pedagang yang meminta jemaah duduk. Dipasangkan sorban serta igal (ikat kepala). Tentu saja mau. Senang. Lumayan buat foto. Tapi, akhirnya, disuruh bayar. 20 riyal sorban lengkap dengan igal.

Penulis mencoba acuh tak acuh. Masuk toko. Menawar apa saja 3 kali lipat di bawahnya. Sopan. Sambil bercanda. Pakai kata-kata andalan bahasa Arab. Bismillah, halal, faedah, alhamdulillah, amin, sambil menyebut harga menawar sembari menyodorkan 10 riyal sambil pegang 4 jenis barang.

“Kabar bagus haji. Alhamdulillah. Anta bahlul haji,” celetuk saudara Ahmed Yem sambil bercanda, ketika melihat gelagat konyol penulis bersama jemaah muda lainnya menawar dagangannya.

Malam itu, tepat setelah salat Isya, pertokoan sekitar Masjid Al Ghamamah tampak banyak yang buka. Ramai. Tak seperti dua hari sebelumnya banyak masih tutup.

Baca Juga :  Mental Teruji saat Koas di Masa Awal Pandemi Covid-19

“La. Ana la bahlul. Ente bahlul. Nahnu,” umpat penulis sekenanya sembari bercanda sok akrab bersama penjaga dan pedagang.

Melihat keseruan di dalam toko, seorang jemaah asal Palangka Raya, Deddy Porwantoro pun ikut nimbrung. Mencoba menawar barang. Lantas? Kena umpatan canda sang pedagang.

“Ini bakhil. Sudah, sudah, ambil. Halal,” sahut kakak Ahmed Yem yang tak sempat mencatat namanya.

“No. Antum bakhil jual,” timpal penulis berlagak mau borong barang banyak, padahal cuma numpang foto.

Puas bercanda dan hanya beli gunting rambut. Duduk menikmati suasana. Ahmed Yem menghampiri.

“Kamu asli Madinah atau mana? Sudah berapa lama berjualan? Kok bisa bahasa Indonesia?” cerca penulis kepadanya.

“Saya dari Yaman. Dengan keluarga. Saya jual 6 tahun. 2 tahun di rumah (tutup pandemi, Red),” jawabnya dengan bahasa Indonesa aksen Arab.

“Kamu dari mana Indonesia? Jakarta atau Surabaya? Di sini kalau haji banyak (musim haji, red), Arab milik Indonesia. Semuanya Indonesia yang ada haha,” jawab sekaligus tanya Ahmed sembari minta tukar nomer telepon dan whatsapp.

Melihat dua kakaknya melayani pembeli masing-masing, Ahmed pun kembali ketika melihat beberapa jemaah melintas depan tokonya. Dan, tentu saja, masuk sambil menarik mengajak calon pembeli. (ram/ko)

PERGI ke luar negeri, tidak selamanya bahasa menjadi kendala. Apalagi ke Arab Saudi. Seperti mengikuti perjalanan umroh bareng PT Raihan Alya Tour sepekan lalu. Dipimpin langsung ustaz HM Al Ghifari, dibimbing pendamping (muthawif) asal Indonesia yang tinggal di sana.  Sabar. Telaten. Mengerti 3 bahasa Indonesia, Arab, Inggris dan tentu saja bahasa ibu atau daerah asal.

Misalnya, saat ziarah atau belanja, jika tidak paham tinggal minta diterjemahkan atau disampaikan ke muthawif maksudnya. Kalau pendampingnya sibuk, paling gampang jemaah gunakan bahasa isyarat.

Banyaknya pedagang kaki lima mengerti bahasa Indonesia dan menerima rupiah, tidak lepas dari banyaknya jemaah umroh dan haji Indonesia dari tahun ke tahun.

Dikutip dari rilis Kemen-terian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Republik Indonesia, jumlah jemaah umrah Indonesia 2014-20125 berjumlah 649.000, meningkat di  2015-2016 sebanyak 677.509, naik lagi di 2016-2017 yaitu 876.246, kemudian melonjak signifikan di tahun 2017-2018 mencapai 1.005.336, dan menurun sedikit di 2018-2019 menjadi 974.650 jemaah.

“Dua tahun ini kami lapar. Tidak ada haji. Tinggal di rumah saja tidak bekerja,” ucap Ahmed Yem, pedagang asesoris di samping Masjid Abu Bakar Madinah.

Karakter pedagang di tanah arab terkesan berbeda. Baiknya, mereka tampak semangat bekerja dan jualan hingga kerap terlontar kata halal, faedah, masyallah, alhamdulillah, hingga doa dan kata syukur lainnya.

Baca Juga :  Bentengi Generasi Muda dari Ancaman Narkoba

Kurang baiknya, mereka terkadang seperti memaksa. Semua harga seperti gelang, tasbih, parfum 100ml, gantungan kunci, gunting kuku, dan asesoris lainnya dibanderol serba 10 riyal atau setara Rp40 ribu. Belum menawar, barang yang kita pegang dima-sukkan tas. Disuruh bayar. Pakaian? 50 sampai 100 riyal. Jangankan melihat dan pegang. Baru lewat depan toko saja sudah disetop disuruh masuk.

Sorban. Ada saja pedagang yang meminta jemaah duduk. Dipasangkan sorban serta igal (ikat kepala). Tentu saja mau. Senang. Lumayan buat foto. Tapi, akhirnya, disuruh bayar. 20 riyal sorban lengkap dengan igal.

Penulis mencoba acuh tak acuh. Masuk toko. Menawar apa saja 3 kali lipat di bawahnya. Sopan. Sambil bercanda. Pakai kata-kata andalan bahasa Arab. Bismillah, halal, faedah, alhamdulillah, amin, sambil menyebut harga menawar sembari menyodorkan 10 riyal sambil pegang 4 jenis barang.

“Kabar bagus haji. Alhamdulillah. Anta bahlul haji,” celetuk saudara Ahmed Yem sambil bercanda, ketika melihat gelagat konyol penulis bersama jemaah muda lainnya menawar dagangannya.

Malam itu, tepat setelah salat Isya, pertokoan sekitar Masjid Al Ghamamah tampak banyak yang buka. Ramai. Tak seperti dua hari sebelumnya banyak masih tutup.

Baca Juga :  Mental Teruji saat Koas di Masa Awal Pandemi Covid-19

“La. Ana la bahlul. Ente bahlul. Nahnu,” umpat penulis sekenanya sembari bercanda sok akrab bersama penjaga dan pedagang.

Melihat keseruan di dalam toko, seorang jemaah asal Palangka Raya, Deddy Porwantoro pun ikut nimbrung. Mencoba menawar barang. Lantas? Kena umpatan canda sang pedagang.

“Ini bakhil. Sudah, sudah, ambil. Halal,” sahut kakak Ahmed Yem yang tak sempat mencatat namanya.

“No. Antum bakhil jual,” timpal penulis berlagak mau borong barang banyak, padahal cuma numpang foto.

Puas bercanda dan hanya beli gunting rambut. Duduk menikmati suasana. Ahmed Yem menghampiri.

“Kamu asli Madinah atau mana? Sudah berapa lama berjualan? Kok bisa bahasa Indonesia?” cerca penulis kepadanya.

“Saya dari Yaman. Dengan keluarga. Saya jual 6 tahun. 2 tahun di rumah (tutup pandemi, Red),” jawabnya dengan bahasa Indonesa aksen Arab.

“Kamu dari mana Indonesia? Jakarta atau Surabaya? Di sini kalau haji banyak (musim haji, red), Arab milik Indonesia. Semuanya Indonesia yang ada haha,” jawab sekaligus tanya Ahmed sembari minta tukar nomer telepon dan whatsapp.

Melihat dua kakaknya melayani pembeli masing-masing, Ahmed pun kembali ketika melihat beberapa jemaah melintas depan tokonya. Dan, tentu saja, masuk sambil menarik mengajak calon pembeli. (ram/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/