Jumat, September 20, 2024
27.6 C
Palangkaraya

Cegah Stunting, Wujudkan SDM Unggul

Dari Sosialisasi Pentingnya 1.000 Hari Pertama Kehidupan

Masa 1.000 hari pertama kehidupan merupakan fase penting yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak secara keseluruhan. Dihitung sejak anak berada dalam kandungan hingga berusia dua tahun. Melalui sosialisasi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan orang tua khususnya kaum ibu tentang pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan anak.

ANISA B WAHDAH-DEDEH, Palangka Raya

PERMASALAHAN gizi di Indonesia khususnya stunting terbilang masih cukup tinggi dan menjadi permasalahan kesehatan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, ditargetkan penurunan prevalensi stunting pada anak di bawah usia dua tahun menjadi 14 persen pada 2024. Sementara Kalteng secara khusus memasang target prevalensi stunting 15,38 persen.

Dengan adanya target yang lebih tinggi dari target nasional, berbagai langkah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng untuk mempercepat penurunan stunting. Salah satu yang dilakukan dengan gencar memberikan sosialisasi tentang pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan anak. Seperti yang dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kalteng, Rabu (13/7).

Upaya pemerintah dalam menurunkan stunting sangat ditentukan oleh kuatnya kerja sama lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta melibatkan partisipasi masyarakat, tokoh pendidik, tokoh adat, tokoh agama, organisasi profesi, organisasi masyarakat, media, dan lainnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kalteng H Nuryakin menyebut, pada hakikatnya penyebab dasar terjadinya kurang gizi anak adalah persoalan ekonomi yang ditandai dengan rendahnya daya beli masyarakat, sehingga menyebabkan rendahnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yang dapat menyebabkan rendahnya asupan gizi keluarga.

Selain itu, pola pengasuhan balita yang kurang baik, buruknya kondisi sanitasi lingkungan, kurang tersedianya sarana air bersih, serta minimnya akses pelayanan kesehatan juga berkontribusi terhadap terjadinya infeksi berulang yang menyebabkan terjadinya stunting.

“Penyebab masalah gizi ini multifaktor, upaya yang harus dilakukan mengatasi kurang gizi harus melalui pendekatan multisektor,” katanya.

Artinya, penanggulangan masalah kurang gizi tak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, tapi juga bersama sektor di luar bidang kesehatan, yakni perekonomian, pekerjaan umum, pertanian, ketahanan pangan, perikanan, pendidikan, serta sektor terkait lainnya.

Baca Juga :  Anak Sudah Mapan Bekerja, Masih Bermimpi Punya Rumah

Sekda menegaskan, apabila permasalahan gizi ini dibiarkan, akan berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang tentunya akan berdampak pula pada daya saing bangsa.

“Sehingga dalam rangka meningkatkan SDM Indonesia yang sehat, cerdas, dan produktif, maka diperlukan status gizi yang optimal, caranya dengan perbaikan gizi,” jelas sekda.

Untuk itu, pemerintah bertanggung jawab dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gerakan 1.000 hari pertama kehidupan anak, khususnya kepada remaja putri, ibu-ibu hamil, ibu menyusui, serta dan anak di bawah usia dua tahun.

Sosialisasi kali ini menghadirkan Plt Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kalteng dr Fitriyanto Leksono sebagai narasumber. Menurut dr Fitri, ada beberapa faktor yang memengaruhi munculnya stunting. Faktor tidak langsung berperan 70 persen. Seperti sanitasi, pendidikan, sosial ekonomi, kemiskinan, intermediate jarak anak, jumlah anak, dan umur ibu. Sedangkan 30 persen faktor langsung seperti peran nutrisi, ASI, dan penyakit bawaan.

“Selain itu, keluarga juga memiliki peran penting dalam 1.000 hari pertama kehidupan anak,” ucapnya.

Dikatakan dr Fitri, keluarga terutama orang tua perlu meluangkan waktu khusus untuk bersama anak dan memantau tumbuh kembang anak. Dalam keluarga juga diperlukan interaksi orang tua dan anak, mengajarkan berbagai hal dan memberikan stimulus untuk mendukung tumbuh kembang anak. Keluarga berdaya adalah keluarag yang mampu memenuhi kebutuhan dasar anak dalam rangka mengoptimalkan pengasuhan yang bijak pada masa 1.000 hari pertama kehidupan.

“Keluarga peduli serta berbagi sesuai potensi yang dimiliki melalui kegiatan bina keluarga balita (BKB) sebagai sarana untuk berbagi pengalaman praktik pengasuhan 1.000 hari pertama kehidupan,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua DPD Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Kalteng Ririn Noorhaisna Raffela mengatakan, fase 1.000 hari pertama kehidupan dimulai sejak terbentuknya janin pada saat kehamilan selama 270 hari sampai dengan anak berusia dua tahun 730 hari. Pada 270 hari pertama selama masa kehamilan, perlu memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil. Mulai dari suplementasi gizi ibu hamil, aktivitas fisik dan olahraga, perilaku hidup sehat, dan memantau berat badan.

Baca Juga :  Mangaruhi, Paduan Nilai Budaya, Sosial, Ketahanan Pangan dan Konservasi Alam

“Ketika anak sudah lahir dimulai 730 kehiduan setelah lahir, pada usia 0-6 bulan perlu ASI saja, kemudian 6-24 bulan diperlukan ASI dan makanan pendamping ASI (MPASI),” tegasnya.

Kepala DP3APPKB Kalteng Linae Victoria Aden berharap melalui sosialisasi ini para peserta mendapatkan edukasi dan informasi yang bermanfaat mengenai stunting.

“Dengan adanya sosialisasi 1.000 hari pertama kehidupan dan upaya pencegahan stunting kami berharap dapat memberikan edukasi dan informasi yang bermanfaat bagi seluruh peserta, mengetahui perkembangan dan permasalahan anak dalam pelaksanaan program 1.000 hari pertama kehidupan khususnya di Kalteng,” jelasnya.

Upaya penanganan stunting, lanjut Linae, mesti dilakukan oleh semua sektor terkait, bekerja sama dengan berbagai perangkat daerah (PD), organisasi profesi seperti Ikatan Bidan Indonesia (IBI), serta dokter dan pakar gizi. Dengan demikian bisa saling membantu dalam upaya penurunan dan pencegahan stunting di wilayah Kalteng.

“Kami berkerja sama dengan berbagai sektor terkait seperti PD, IBI, dokter, dan pakar gizi untuk membantu dalam penurunan dan pencegahan stunting di Kalteng sebagaimana harapan kita bersama,” ucapnya.

1.000 hari dalam kehidupan, lanjut perempuan yang biasa disapa Ina ini, sangat penting dalam upaya pencegahan stunting. Dimulai saat pertama pembuahan sampai melahirkan dan anak berusia dua tahun. “Itu merupakan masa yang benar-benar harus diperhatikan, karena merupakan masa yang dapat memicu terjadinya stunting pada anak,” bebernya.

Ina menegaskan, pernikahan usia dini menjadi salah satu yang factor penyumbang terjadinya stunting. Pada dasarnya pasangan usia muda belum siap secara fisik dan mental untuk menjadi orang tua. “Saat terjadinya perkawinan usia dini, berarti pasangan tersebut sebenarnya belum siap untuk menjadi orang tua, baik secara fisik maupun mental, sehingga berisiko mempunyai anak stunting,” pungkasnya. (*/ce/ala/ko)

Dari Sosialisasi Pentingnya 1.000 Hari Pertama Kehidupan

Masa 1.000 hari pertama kehidupan merupakan fase penting yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak secara keseluruhan. Dihitung sejak anak berada dalam kandungan hingga berusia dua tahun. Melalui sosialisasi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan orang tua khususnya kaum ibu tentang pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan anak.

ANISA B WAHDAH-DEDEH, Palangka Raya

PERMASALAHAN gizi di Indonesia khususnya stunting terbilang masih cukup tinggi dan menjadi permasalahan kesehatan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, ditargetkan penurunan prevalensi stunting pada anak di bawah usia dua tahun menjadi 14 persen pada 2024. Sementara Kalteng secara khusus memasang target prevalensi stunting 15,38 persen.

Dengan adanya target yang lebih tinggi dari target nasional, berbagai langkah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng untuk mempercepat penurunan stunting. Salah satu yang dilakukan dengan gencar memberikan sosialisasi tentang pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan anak. Seperti yang dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kalteng, Rabu (13/7).

Upaya pemerintah dalam menurunkan stunting sangat ditentukan oleh kuatnya kerja sama lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta melibatkan partisipasi masyarakat, tokoh pendidik, tokoh adat, tokoh agama, organisasi profesi, organisasi masyarakat, media, dan lainnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kalteng H Nuryakin menyebut, pada hakikatnya penyebab dasar terjadinya kurang gizi anak adalah persoalan ekonomi yang ditandai dengan rendahnya daya beli masyarakat, sehingga menyebabkan rendahnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yang dapat menyebabkan rendahnya asupan gizi keluarga.

Selain itu, pola pengasuhan balita yang kurang baik, buruknya kondisi sanitasi lingkungan, kurang tersedianya sarana air bersih, serta minimnya akses pelayanan kesehatan juga berkontribusi terhadap terjadinya infeksi berulang yang menyebabkan terjadinya stunting.

“Penyebab masalah gizi ini multifaktor, upaya yang harus dilakukan mengatasi kurang gizi harus melalui pendekatan multisektor,” katanya.

Artinya, penanggulangan masalah kurang gizi tak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, tapi juga bersama sektor di luar bidang kesehatan, yakni perekonomian, pekerjaan umum, pertanian, ketahanan pangan, perikanan, pendidikan, serta sektor terkait lainnya.

Baca Juga :  Anak Sudah Mapan Bekerja, Masih Bermimpi Punya Rumah

Sekda menegaskan, apabila permasalahan gizi ini dibiarkan, akan berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang tentunya akan berdampak pula pada daya saing bangsa.

“Sehingga dalam rangka meningkatkan SDM Indonesia yang sehat, cerdas, dan produktif, maka diperlukan status gizi yang optimal, caranya dengan perbaikan gizi,” jelas sekda.

Untuk itu, pemerintah bertanggung jawab dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gerakan 1.000 hari pertama kehidupan anak, khususnya kepada remaja putri, ibu-ibu hamil, ibu menyusui, serta dan anak di bawah usia dua tahun.

Sosialisasi kali ini menghadirkan Plt Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kalteng dr Fitriyanto Leksono sebagai narasumber. Menurut dr Fitri, ada beberapa faktor yang memengaruhi munculnya stunting. Faktor tidak langsung berperan 70 persen. Seperti sanitasi, pendidikan, sosial ekonomi, kemiskinan, intermediate jarak anak, jumlah anak, dan umur ibu. Sedangkan 30 persen faktor langsung seperti peran nutrisi, ASI, dan penyakit bawaan.

“Selain itu, keluarga juga memiliki peran penting dalam 1.000 hari pertama kehidupan anak,” ucapnya.

Dikatakan dr Fitri, keluarga terutama orang tua perlu meluangkan waktu khusus untuk bersama anak dan memantau tumbuh kembang anak. Dalam keluarga juga diperlukan interaksi orang tua dan anak, mengajarkan berbagai hal dan memberikan stimulus untuk mendukung tumbuh kembang anak. Keluarga berdaya adalah keluarag yang mampu memenuhi kebutuhan dasar anak dalam rangka mengoptimalkan pengasuhan yang bijak pada masa 1.000 hari pertama kehidupan.

“Keluarga peduli serta berbagi sesuai potensi yang dimiliki melalui kegiatan bina keluarga balita (BKB) sebagai sarana untuk berbagi pengalaman praktik pengasuhan 1.000 hari pertama kehidupan,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua DPD Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Kalteng Ririn Noorhaisna Raffela mengatakan, fase 1.000 hari pertama kehidupan dimulai sejak terbentuknya janin pada saat kehamilan selama 270 hari sampai dengan anak berusia dua tahun 730 hari. Pada 270 hari pertama selama masa kehamilan, perlu memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil. Mulai dari suplementasi gizi ibu hamil, aktivitas fisik dan olahraga, perilaku hidup sehat, dan memantau berat badan.

Baca Juga :  Mangaruhi, Paduan Nilai Budaya, Sosial, Ketahanan Pangan dan Konservasi Alam

“Ketika anak sudah lahir dimulai 730 kehiduan setelah lahir, pada usia 0-6 bulan perlu ASI saja, kemudian 6-24 bulan diperlukan ASI dan makanan pendamping ASI (MPASI),” tegasnya.

Kepala DP3APPKB Kalteng Linae Victoria Aden berharap melalui sosialisasi ini para peserta mendapatkan edukasi dan informasi yang bermanfaat mengenai stunting.

“Dengan adanya sosialisasi 1.000 hari pertama kehidupan dan upaya pencegahan stunting kami berharap dapat memberikan edukasi dan informasi yang bermanfaat bagi seluruh peserta, mengetahui perkembangan dan permasalahan anak dalam pelaksanaan program 1.000 hari pertama kehidupan khususnya di Kalteng,” jelasnya.

Upaya penanganan stunting, lanjut Linae, mesti dilakukan oleh semua sektor terkait, bekerja sama dengan berbagai perangkat daerah (PD), organisasi profesi seperti Ikatan Bidan Indonesia (IBI), serta dokter dan pakar gizi. Dengan demikian bisa saling membantu dalam upaya penurunan dan pencegahan stunting di wilayah Kalteng.

“Kami berkerja sama dengan berbagai sektor terkait seperti PD, IBI, dokter, dan pakar gizi untuk membantu dalam penurunan dan pencegahan stunting di Kalteng sebagaimana harapan kita bersama,” ucapnya.

1.000 hari dalam kehidupan, lanjut perempuan yang biasa disapa Ina ini, sangat penting dalam upaya pencegahan stunting. Dimulai saat pertama pembuahan sampai melahirkan dan anak berusia dua tahun. “Itu merupakan masa yang benar-benar harus diperhatikan, karena merupakan masa yang dapat memicu terjadinya stunting pada anak,” bebernya.

Ina menegaskan, pernikahan usia dini menjadi salah satu yang factor penyumbang terjadinya stunting. Pada dasarnya pasangan usia muda belum siap secara fisik dan mental untuk menjadi orang tua. “Saat terjadinya perkawinan usia dini, berarti pasangan tersebut sebenarnya belum siap untuk menjadi orang tua, baik secara fisik maupun mental, sehingga berisiko mempunyai anak stunting,” pungkasnya. (*/ce/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/