Selasa, November 26, 2024
24.3 C
Palangkaraya

Menapaktilasi Jejak Perjuangan Tokoh Islam di Tanah Barito (14)

Ratu Zaleha, Memimpin Perempuan Dayak Berperang Melawan Belanda

Nama Panglima Batur, Tumenggung Mangkusari, dan Tumenggung Surapati merupakan sederet nama pejuang yang memimpin pertempuran melawan serdadu Belanda saat Perang Barito. Selain nama-nama itu, ternyata ada juga pejuang perempuan yang dengan gagah berani ikut berperang melawan penjajah. Salah satunya adalah Ratu Zaleha.    

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

NAMA Ratu Zaleha mungkin terdengar asing di telinga orang Barito Utara, sebagai tokoh Islam Barito yang turut berjuang dalam perang melawan penjajah. Masyarakat lebih nama-nama pejuang seperti Panglima Batur, Tumenggung Mangkusari, dan Tumenggung Surapati. Karena nama-nama tersebut kini diabadikan sebagai nama jalan dan nama tempat perkemahan.

 Ratu Zaleha merupakan istri Gusti Muhammad Arsyad. Ia merupakan anak perempuan dari Muhammad Seman bin Pangeran Antasari. Ratu Zaleha pernah memimpin perempuan-perempuan Dayak melawan serdadu Belanda. Dalam pelarian, Ratu Zaleha akhirnya menetap di Juking Hara, Kelurahan Jambu, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara. Di tempat itulah akhirnya Ratu Zaleha ditangkap serdadu Belanda.

Baca Juga :  Belajar Nulis Aksara Jawa Malah Dikira Bikin Mantra Jimat

 “Cucu dari Pangeran Antasari ini lahir di Lembah Sungai Barito, Muara Laung, Kabupaten Murung Raya (Mura) tahun 1880. Di masa kecilnya, Ratu Zaleha telah merasakan pahit getirnya perjuangan bersama ayah dan kakeknya dalam melawan penjajah Belanda,” ujar Ariel Rakhmadan, keturunan Tumenggung Surapati yang berjuang bersama Pangeran Antasari, Kamis (6/4).

Ketika Pangeran Antasari meninggal karena sakit, Ratu Zaleha merasa sangat sedih dan kehilangan. Sebab, Pangeran Antasari mendidik tiap keturunannya untuk menjadi sosok berjiwa patriot dengan semboyan “waja sampai kaputing”. Ketika mulai beranjak dewasa, Ratu Zaleha bersama ayahnya terus gencar melawan pasukan penjajah. Karena itulah mereka selalu dikejar dan dicari serdadu Belanda sampai harus masuk keluar hutan.

Sebelum Sultan Muhammad Seman meninggal, ayah Ratu Zaleha ini sempat diberi cincin kerajaan. Sejak itu dia menggantikan Muhammad Seman sebagai sultan dan pemimpin perang tertinggi, kemudian diberi gelar Ratu Zaleha.

Baca Juga :  Ulama Menggalang Kekuatan di Masjid untuk Melawan Penjajah Belanda

Bersama suaminya, Gusti Muhammad Arsyad, Ratu Zaleha terus melanjutkan perjuangan ayahnya. Gusti Muhammad Arsyad adalah saudara sepupunya, putra dari Gusti Muhammad Said (pamannya). Semasa Pangeran Antasari masih hidup, suami Ratu Zaleha merupakan panglima perang yang sangat diandalkan. Pada tahun 1901, Ratu Zaleha bersama suaminya pernah memporak-porandakan pasukan Belanda di daerah Barito.

Ratu Zaleha dapat menghimpun kekuatan dari suku-suku Dayak Dusun, Kenyah, Ngaju, Kayan, Siang, Bakumpai, dan Banjar bersama seorang wanita pemuka Dayak Kenyah bernama Bulan Jihad, seorang perempuan pemberani yang selalu bahu-membahu di medan pertempuran.

“Bukti keberadaan Ratu Zaleha di Barito Utara masih bisa dilihat, berupa tiang benteng pertahanan Juking Hara di Kelurahan Jambu, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara,” terang Ariel. (bersambung/ce/ala)

 

Nama Panglima Batur, Tumenggung Mangkusari, dan Tumenggung Surapati merupakan sederet nama pejuang yang memimpin pertempuran melawan serdadu Belanda saat Perang Barito. Selain nama-nama itu, ternyata ada juga pejuang perempuan yang dengan gagah berani ikut berperang melawan penjajah. Salah satunya adalah Ratu Zaleha.    

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

NAMA Ratu Zaleha mungkin terdengar asing di telinga orang Barito Utara, sebagai tokoh Islam Barito yang turut berjuang dalam perang melawan penjajah. Masyarakat lebih nama-nama pejuang seperti Panglima Batur, Tumenggung Mangkusari, dan Tumenggung Surapati. Karena nama-nama tersebut kini diabadikan sebagai nama jalan dan nama tempat perkemahan.

 Ratu Zaleha merupakan istri Gusti Muhammad Arsyad. Ia merupakan anak perempuan dari Muhammad Seman bin Pangeran Antasari. Ratu Zaleha pernah memimpin perempuan-perempuan Dayak melawan serdadu Belanda. Dalam pelarian, Ratu Zaleha akhirnya menetap di Juking Hara, Kelurahan Jambu, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara. Di tempat itulah akhirnya Ratu Zaleha ditangkap serdadu Belanda.

Baca Juga :  Belajar Nulis Aksara Jawa Malah Dikira Bikin Mantra Jimat

 “Cucu dari Pangeran Antasari ini lahir di Lembah Sungai Barito, Muara Laung, Kabupaten Murung Raya (Mura) tahun 1880. Di masa kecilnya, Ratu Zaleha telah merasakan pahit getirnya perjuangan bersama ayah dan kakeknya dalam melawan penjajah Belanda,” ujar Ariel Rakhmadan, keturunan Tumenggung Surapati yang berjuang bersama Pangeran Antasari, Kamis (6/4).

Ketika Pangeran Antasari meninggal karena sakit, Ratu Zaleha merasa sangat sedih dan kehilangan. Sebab, Pangeran Antasari mendidik tiap keturunannya untuk menjadi sosok berjiwa patriot dengan semboyan “waja sampai kaputing”. Ketika mulai beranjak dewasa, Ratu Zaleha bersama ayahnya terus gencar melawan pasukan penjajah. Karena itulah mereka selalu dikejar dan dicari serdadu Belanda sampai harus masuk keluar hutan.

Sebelum Sultan Muhammad Seman meninggal, ayah Ratu Zaleha ini sempat diberi cincin kerajaan. Sejak itu dia menggantikan Muhammad Seman sebagai sultan dan pemimpin perang tertinggi, kemudian diberi gelar Ratu Zaleha.

Baca Juga :  Ulama Menggalang Kekuatan di Masjid untuk Melawan Penjajah Belanda

Bersama suaminya, Gusti Muhammad Arsyad, Ratu Zaleha terus melanjutkan perjuangan ayahnya. Gusti Muhammad Arsyad adalah saudara sepupunya, putra dari Gusti Muhammad Said (pamannya). Semasa Pangeran Antasari masih hidup, suami Ratu Zaleha merupakan panglima perang yang sangat diandalkan. Pada tahun 1901, Ratu Zaleha bersama suaminya pernah memporak-porandakan pasukan Belanda di daerah Barito.

Ratu Zaleha dapat menghimpun kekuatan dari suku-suku Dayak Dusun, Kenyah, Ngaju, Kayan, Siang, Bakumpai, dan Banjar bersama seorang wanita pemuka Dayak Kenyah bernama Bulan Jihad, seorang perempuan pemberani yang selalu bahu-membahu di medan pertempuran.

“Bukti keberadaan Ratu Zaleha di Barito Utara masih bisa dilihat, berupa tiang benteng pertahanan Juking Hara di Kelurahan Jambu, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara,” terang Ariel. (bersambung/ce/ala)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/