Jumat, Mei 17, 2024
32.6 C
Palangkaraya

Berantas Penyeleweng Distribusi Gas 3 Kg

PALANGKA RAYA-Persoalan gas elpiji 3 kilogram (kg) masih menjadi perhatian serius. Pasalnya, barang kebutuhan yang khusus diperuntukkan bagi warga miskin tersebut diduga sengaja dipermainkan. Pendistribusian diselewengankan oleh oknum tertentu. Alhasil masyarakat terpaksa membeli di atas harga eceran tertinggi (HET).

Permasalahan distribusi yang diduga sengaja dipermaikan tersebut mendapat sorotan dari pemerhati hukum, Wikarya F Dirun. Menurutnya, persoalan tingginya harga jual elpiji tiga kilogram atau elpiji subsidi membutuhkan tindakan tegas dari instansi penegak hukum. Sebab ada regulasi yang mengatur pendistribusian dan penggunaan elpiji subsidi. Tindakan tegas sangat diperlukan sebagai upaya memberi efek jera kepada pihak-pihak yang sengaja bermain-main dengan aturan.

Ditegaskan Wikarya, perlu ada ketegasan dari instansi terkait seperti PT Pertamina dan pemerintah kota (pemko) untuk memberikan tindakan tegas terhadap pangkalan yang menjual elpiji subsidi di atas HET. Tak hanya itu, instansi penegak hukum seperti kepolisan juga perlu dilibatkan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku penyelundupan gas elpiji subsidi.

Wikarya menjelaskan, pada dasarnya penetapan HET tidak sepenuhnya otoritas pemerintah, melainkan ada kompromi dengan pihak pangkalan yang menjual langsung ke masyarakat selaku konsumen. Dari proses kompromi itu ditetapkanlah HET. Namun kebanyakan pihak pangkalan ingin mendapatkan untung lebih banyak, sehingga menjualnya dengan harga di atas HET.

“Dalam proses kompromi itu dipertimbangkanlah harga HET, lantas ditetapkan margin keuntungan atau pendapatan pihak pangkalan dari menjual elpiji subsidi seusai HET itu, penetapan HET itu biasanya tarik ulur, jadi dari HET yang ditetapkan tersebut sebetulnya pemilik pangkalan sudah untung, tapi masih juga mau untung lebih banyak,” jelas Wikarya kepada Kalteng Pos, Kamis (4/5).

Baca Juga :  Bus Logos Oleng, Dua Penumpang Tewas

Gas elpiji yang dimasukkan ke dalam tabung dengan berat isi tiga kilogram yang merupakan bahan bakar yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti pengguna, penggunaannya, kemasannya, volume dan atau harganya yang diberikan subsidi. Pengguna elpiji yang disubsidi tersebut adalah konsumen kelompok rumah tangga, kelompok usaha mikro, kelompok nelayan sasaran, dan kelompok petani sasaran.

Dalam regulasi yang berlaku, mengenai sanksi penyalahgunaan elpiji tiga kilogram, pasal 13 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram (“Perpres 104/2007”) diatur bahwa badan usaha dan masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan atau penyimpanan serta penggunaan elpiji tabung tiga kilogram untuk rumah tangga dan usaha mikro yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan usaha dan masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sanksi tersebut berkaitan dengan pasal 40 angka 9 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU Minyak dan Gas Bumi”) yang berbunyi: Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Sehingga bagi badan usaha dan masyarakat yang menyalahgunakan elpiji tiga kilogram bersubsidi dapat dijerat dengan ketentuan pidana di atas, apabila unsur-unsur tindak pidana dalam pasal tersebut terpenuhi.

Dikatakan Wikarya, untuk menindak para pengecer dan pangkalan nakal seperti terindikasi atau ketahuan bersindikat dengan pengecer, maka kepolisian bisa melakukan tindakan hukum. Para pelangsir elpiji subsidi bisa ditindak karena ketahuan menjual barang bersubsidi.

Baca Juga :  Parah Nih! Hasil Sidak Elpiji di Palangka Raya, Harga Jual Sangat Tinggi

“Di dalam situ kan ada izin usaha yang bisa kapan saja dicabut oleh instansi terkait yang menangani jika ketahuan melanggar ketentuan yang berlaku, silakan lakukan tindakan tegas, untuk menindak pihak yang nakal ini, polisi juga bisa turun tangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Migas,” jelasnya.

Terkait pengecer yang menjamur saat ini, Wikarya menyebut pihak kepolisian dapat turun tangan menangani kasus tersebut.

“Minta pihak kepolisian turun tangan untuk dikenakan pasal Undang-Undang Migas, karena itu barang bersubsidi, jadi bisa dikenakan ke pelangsir, seharusnya pihak kepolisian ikut turun tangan karena ini kasus menyalahgunakan barang bersubsidi,” ujarnya.

Menurut Wikarya, tidak ada cara lain untuk memberikan efek jera terhadap pihak yang bermain dalam penjualan elpiji subsidi, selain dengan kerja sama pihak Pertamina dengan kepolisian.

“Enggak ada cara lain, Pertamina harus kerja sama dengan kepolisian, atau bisa juga kepolisian yang jemput bola, di situ ada kewenangan kepolisian, silakan disita, lalu diselidiki para pelangsir,” tandasnya.

Terpisah, Kabid Humas Polda Kalteng AKBP Erlan Munaji mengatakan, terkait informasi dugaan penyalahgunaan dan penyelewengan elpiji subsidi, pihaknya berkomitmen untuk melakukan proses penyelidikan atas informasi tersebut dan berkoordinasi dengan pihak Pertamina serta tim pengendali inflasi daerah (TPID).

“Apabila nantinya ditemukan penyalahgunaan elpiji subsidi di lapangan, tentunya Polri dalam hal ini penyidik Ditreskrimsus Polda Kalteng berkomitmen melakukan penindakan dan penyidikan,” tegasnya saat dikonfirmasi Kalteng Pos, kemarin. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Persoalan gas elpiji 3 kilogram (kg) masih menjadi perhatian serius. Pasalnya, barang kebutuhan yang khusus diperuntukkan bagi warga miskin tersebut diduga sengaja dipermainkan. Pendistribusian diselewengankan oleh oknum tertentu. Alhasil masyarakat terpaksa membeli di atas harga eceran tertinggi (HET).

Permasalahan distribusi yang diduga sengaja dipermaikan tersebut mendapat sorotan dari pemerhati hukum, Wikarya F Dirun. Menurutnya, persoalan tingginya harga jual elpiji tiga kilogram atau elpiji subsidi membutuhkan tindakan tegas dari instansi penegak hukum. Sebab ada regulasi yang mengatur pendistribusian dan penggunaan elpiji subsidi. Tindakan tegas sangat diperlukan sebagai upaya memberi efek jera kepada pihak-pihak yang sengaja bermain-main dengan aturan.

Ditegaskan Wikarya, perlu ada ketegasan dari instansi terkait seperti PT Pertamina dan pemerintah kota (pemko) untuk memberikan tindakan tegas terhadap pangkalan yang menjual elpiji subsidi di atas HET. Tak hanya itu, instansi penegak hukum seperti kepolisan juga perlu dilibatkan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku penyelundupan gas elpiji subsidi.

Wikarya menjelaskan, pada dasarnya penetapan HET tidak sepenuhnya otoritas pemerintah, melainkan ada kompromi dengan pihak pangkalan yang menjual langsung ke masyarakat selaku konsumen. Dari proses kompromi itu ditetapkanlah HET. Namun kebanyakan pihak pangkalan ingin mendapatkan untung lebih banyak, sehingga menjualnya dengan harga di atas HET.

“Dalam proses kompromi itu dipertimbangkanlah harga HET, lantas ditetapkan margin keuntungan atau pendapatan pihak pangkalan dari menjual elpiji subsidi seusai HET itu, penetapan HET itu biasanya tarik ulur, jadi dari HET yang ditetapkan tersebut sebetulnya pemilik pangkalan sudah untung, tapi masih juga mau untung lebih banyak,” jelas Wikarya kepada Kalteng Pos, Kamis (4/5).

Baca Juga :  Bus Logos Oleng, Dua Penumpang Tewas

Gas elpiji yang dimasukkan ke dalam tabung dengan berat isi tiga kilogram yang merupakan bahan bakar yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti pengguna, penggunaannya, kemasannya, volume dan atau harganya yang diberikan subsidi. Pengguna elpiji yang disubsidi tersebut adalah konsumen kelompok rumah tangga, kelompok usaha mikro, kelompok nelayan sasaran, dan kelompok petani sasaran.

Dalam regulasi yang berlaku, mengenai sanksi penyalahgunaan elpiji tiga kilogram, pasal 13 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram (“Perpres 104/2007”) diatur bahwa badan usaha dan masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan atau penyimpanan serta penggunaan elpiji tabung tiga kilogram untuk rumah tangga dan usaha mikro yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan usaha dan masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sanksi tersebut berkaitan dengan pasal 40 angka 9 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU Minyak dan Gas Bumi”) yang berbunyi: Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Sehingga bagi badan usaha dan masyarakat yang menyalahgunakan elpiji tiga kilogram bersubsidi dapat dijerat dengan ketentuan pidana di atas, apabila unsur-unsur tindak pidana dalam pasal tersebut terpenuhi.

Dikatakan Wikarya, untuk menindak para pengecer dan pangkalan nakal seperti terindikasi atau ketahuan bersindikat dengan pengecer, maka kepolisian bisa melakukan tindakan hukum. Para pelangsir elpiji subsidi bisa ditindak karena ketahuan menjual barang bersubsidi.

Baca Juga :  Parah Nih! Hasil Sidak Elpiji di Palangka Raya, Harga Jual Sangat Tinggi

“Di dalam situ kan ada izin usaha yang bisa kapan saja dicabut oleh instansi terkait yang menangani jika ketahuan melanggar ketentuan yang berlaku, silakan lakukan tindakan tegas, untuk menindak pihak yang nakal ini, polisi juga bisa turun tangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Migas,” jelasnya.

Terkait pengecer yang menjamur saat ini, Wikarya menyebut pihak kepolisian dapat turun tangan menangani kasus tersebut.

“Minta pihak kepolisian turun tangan untuk dikenakan pasal Undang-Undang Migas, karena itu barang bersubsidi, jadi bisa dikenakan ke pelangsir, seharusnya pihak kepolisian ikut turun tangan karena ini kasus menyalahgunakan barang bersubsidi,” ujarnya.

Menurut Wikarya, tidak ada cara lain untuk memberikan efek jera terhadap pihak yang bermain dalam penjualan elpiji subsidi, selain dengan kerja sama pihak Pertamina dengan kepolisian.

“Enggak ada cara lain, Pertamina harus kerja sama dengan kepolisian, atau bisa juga kepolisian yang jemput bola, di situ ada kewenangan kepolisian, silakan disita, lalu diselidiki para pelangsir,” tandasnya.

Terpisah, Kabid Humas Polda Kalteng AKBP Erlan Munaji mengatakan, terkait informasi dugaan penyalahgunaan dan penyelewengan elpiji subsidi, pihaknya berkomitmen untuk melakukan proses penyelidikan atas informasi tersebut dan berkoordinasi dengan pihak Pertamina serta tim pengendali inflasi daerah (TPID).

“Apabila nantinya ditemukan penyalahgunaan elpiji subsidi di lapangan, tentunya Polri dalam hal ini penyidik Ditreskrimsus Polda Kalteng berkomitmen melakukan penindakan dan penyidikan,” tegasnya saat dikonfirmasi Kalteng Pos, kemarin. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/