Minggu, Mei 19, 2024
26.4 C
Palangkaraya

Perlu Skenario Pascapengurangan Tekon

Pelayanan Publik Harus Tetap Berjalan Maksimal

PALANGKA RAYA-Pegawai berstatus honorer sejatinya baru dihapus pada November 2023 mendatang. Sebelum benar-benar dihapus dari seluruh instansi pemerintahan, tahap awal pemerintah secara perlahan melakukan upaya pengurangan. Seluruh pegawai honorer atau tenaga kontrak (Tekon) harus mengikuti seleksi yang prosesnya hampir sama dengan rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS).

Di Kalteng baru Pemprov Kalteng dan Pemkab Kotawaringin Timur (Kotim) yang sudah melakukan upaya pemangkasan. Di Pemprov masih berlangsung tahapan seleksi, sedangkan di Kotim sudah rampung dan diumumkan hasilnya. Pegawai yang belum berhasil saat seleksi langsung bereaksi, khusus tenaga kesehatan (nakes) saja dari total 549 orang ada 115 yang tidak lulus saat tes.

Sekelompok nakes dan pegawai pemerintahan lain yang tidak lulus tes langsung beraksi, mereka melakukan demonstrasi dan menyampaikan aspirasi di DPRD Kotim pada Selasa (5/7). Gara-gara tidak lulus, sebagian nakes tidak berani mengambil tindakan medis lagi di tempatnya mengabdi.

“Sewaktu kami turun menggelar aksi, ada warga mengalami luka parah, tapi saya tidak berani ambil tindakan medis, karena saya sudah diberhentikan dari tenaga kesehatan,” kata Sepria, tenaga kesehatan yang diberhentikan bertugas di Desa Ubar, Kecamatan Cempaga Hulu, Selasa (5/7).

Ia mengaku sudah cukup lama mengabdi sebagai tenaga kontrak di desa tersebut. Ia merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang bertugas di desa itu.

Selain itu, pelayanan kesehatan di Unit Gawat Darurat (UGD) Puskemas Pundu otomatis akan terganggu dengan adanya pemberhentian para tekon. Pasalnya, yang bertugas di UGD semuanya berstatus tenaga kontrak. “Tenaga kontrak yang bertugas di UGD Puskemas Pundu ada lima orang. Kelimanya berstatus kontrak. Hasil seleksi kemarin, semuanya tidak lulus,” kata nakes yang mengaku bernama Rissa.

Menyikapi kondisi pelayanan kesehatan yang terancam terganggu ini, Ketua Ikatan Doket Indonesia (IDI) Kotim dr Imam Anggun memberikan saran kepada pemkab agar mengevaluasi lagi keputusan tersebut. karena diperlukan skenario pascapemberhentian tekon, agar layanan kesehatan tetap dapat berjalan maksimal. Kalaupun ada pengurangan, kata dr Imam, maka harus dilakukan secara bertahap.  

“Proses pengurangan yang bertahap dalam artian tidak langsung banyak khususnya di ranah pelayanan kesehatan, agar masing-masing instansi pelayanan kesehatan dapat mempersiapkan diri dengan melihat dan menginventarisasi berapa karyawan kontrak yang dimiliki,” kata dr Imam, kemarin (7/7).  

Kalau sudah melihat jumlah tekonnya, lanjut dr Imam, kemudian baru menentukan bagaimana skenarionya jika tenaga kontrak ini sebagiannya akan diberhentikan. “Harusnya (pengurangan) secara bertahap dengan jumlah yang tidak terlalu banyak, kalau terlalu banyak pasti semua akan timpang,” katanya.  

Ia juga merasa merasa dilema. Hal ini dikarenakan di samping membutuhkan tenaga kontrak akan tetapi juga ini merupakan perintah dari pusat.  “Pelayanan kesehatan inginnya memang ada pengecualian, tetapi kalau memang aturan dari pusat itu harus dilaksanakan paling tidak kami dari ranah pelayanan kesehatan pengin tekon di bagian kesehatan dibuat aspek legalnya yang membuat mereka bisa bekerja kembali nantinya, mungkin pengalihan ke PPPK atau diatur agar bagaimana para tekon di ranah kesehatan ini yang memang sudah bekerja dengan baik dapat kembali bekerja,” harapnya.  

Baca Juga :  Halikinnor: Kalteng Pos Sangat Membantu Program Pembangunan

Sementara itu, menyikapi polemik tekon di Kotim, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kalteng Dr Biroum Bernardianto meminta agar masalah pemberhentian tekon itu tidak sampai menyebabkan pelayanan  publik yang diberikan pemkab Kotim kepada masyarakat menjadi terganggu.

“Jangan sampai kebijakan itu berdampak kepada pelayanan publik yang ada,” kata Biroum Bernardianto ketika diwawancarai Kalteng Pos, Kamis (7/7).

Ditambahkan Biroum, sebenarnya pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan publik termasuk urusan yang mendasar seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan pendidikan.

“Kalau persoalan itu berdampak sampai kepada terganggu atau terhentinya pelayanan publik yang ada, itu bisa dikategorikan telah terjadi kelalaian,” kata Biroum terkait.

Biroum sendiri mengaku pihak Ombudsman RI perwakilan provinsi Kalteng sendiri  belum bisa  membuat kesimpulan terkait permasalahan ini.  Penyebabnya dikarenakan pihak Ombudsman belum mendapatkan informasi ataupun laporan yang secara jelas dan menyeluruh terkait permasalahan pemberhentian tenaga kontrak ini.

“Kami belum bisa memberikan bagaimana  kesimpulannya ketika  kami belum  mengetahui duduk perkara secara pasti dari sejak awal,” katanya.

Menurut Biroum seandainya pun kebijakan yang diambil oleh pemerintah kabupaten Kotim terkait pemberhentian tenaga kontrak itu dilanjutkan dan dilakukan sesuai  syarat dan aturan perundangan undangan yang berlaku, Ombudsman sendiri  berharap pemerintah daerah mempertimbangkan dengan bijak agar kebijakan ini tidak mengganggu kegiatan pelayanan dasar yang sudah ada dan diberikan kepada masyarakat luas khususnya warga kabupaten Kotim.

“Contohnya jangan sampai mengganggu pelayanan kesehatan dan pendidikan yang sudah berjalan dan memang sangat dibutuhkan oleh warga,” ucapnya.

Kepala Ombudsman kalteng ini mengatakan bahwa pihaknya memahami bahwa pada saat pemerintahan kabupaten Kotim  harus berhadapan dengan regulasi  aturan yang lebih tinggi  seperti regulasi terkait penghapusan Tenaga kontrak pada tahun 2023 yang dikeluarkan KementerianPAN-RB, pemkab tentunya memang telah menyiapkan berbagai rencana terkait pengurangan tenaga kontrak tersebut.

Namun dikatakan bahwa perlu juga kebijakan pengurangan tenaga kontrak oleh pemkab tersebut dilakukan secara bijaksana dan hati-hati agar kebijakan pengurangan tenaga kontrak tersebut tidak menggangg kewajiban pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

Biroum meminta agar pemerintah daerah kabupaten Kotim segera  bisa mencari jalan terbaik untuk bisa membuat kebijakan yang tidak menyebabkan berhentinya berbagai pelayanan publik di lapangan.

“Misalnya ada tekon kesehatan disuatu tempat terpaksa berhenti atau dihapus, maka seharusnya pemkab secara gerak cepat sudah mengcover kekurangan tenaga kesehatan itu misalnya dengan memindahkan ASN atau tenaga bantuan kesehatan sementara ke tempat itu,” ujarnya lagi.

Dengan adanya gerak cepat langkah antisipasi seperti itu maka di satu sisi pemkab Kotim tetap patuh pada regulasi dan kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan sisi lain tetap melaksanakan kewajiban pemerintah untuk menjamin berjalannya pelayanan publik.

Baca Juga :  Dayak Berperan Memajukan Pembangunan, MADN Didorong Lebih Maksimal

Biroum sendiri mengaku dirinya percaya kalau pemerintah kabupaten Kotim sendiri tidak memiliki maksud untuk membuat sebuah kebijakan yang erdampak pada terganggunya pelayanan publik di Kotim sendiri.

“Perlu ditekankan kepada masyarakat umum, bahwa terkait persoalan penyelenggaraan pelayanan publik atau pengelolaan birokrasi, kami selalu siap menerima aduan dari masyarakat tanpa harus secara khusus kami bikin posko pengaduan,” tegasnya.

Ia berharap agar dalam proses penyelesaian tenaga kontrak dan honorer  yang merupakan kebijakan pemerintah pusat yang memang harus dilakukan oleh berbagai pemerintah daerah yang ada di Kalteng  ini bisa dilakukan oleh pihak pemerintah daerah secara bijaksana, lebih terencana dan sistematis sehingga tidak menimbulkan persoalan baru seperti yang terjadi sekarang ini.

“Proses sosialisasi dan juga penyelesaian   harus jelas supaya  tidak terjadi lagi kosongnya pelayanan publik di lapangan,” pungasknya.

Sementara itu, sebanyak 1.328 nama-nama pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) jabatan administrasi di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng kembali dipanggil untuk mengikuti seleksi PPNPN Tahun 2022, berlangsung beberapa waktu lalu. Ada tiga tahapan seleksi yang harus dilalui dan saat ini menunggu tahapan terakhir yakni wawancara.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalteng Lisda Arriyana melalui Sekretaris Badan (Sekban) BKD Kalteng Suprihatin mengatakan, ada tiga tahapan seleksi PPNPN Tahun 2022 ini di antaranya seleksi computer assisted test (CAT), penilaian kinerja dari masing-masing pimpinan instansi dan yang ketiga tahapan wawancara.

“Ada tiga tahapan seleksi PPNPN, kami sudah melakukan dua tahapan yakni seleksi CAT dan penilaian kinerja, tahapan selanjutnya menunggu wawancara,” katanya saat diwawancarai di BKD Kalteng, Kamis (7/7).

Dijelaskannya, seleksi wawancara ini masih menunggu jadwal pimpinan Pemprov Kalteng yang akan melakukan wawancara. Nantinya, jadwal wawancara akan disampaikan oleh masing-masing perangkat daerah (PD). “Untuk wawancara masih menunggu jadwal kapan bisanya bagi pewawancara, nanti mungkin akan disampaikan melalui PD untuk jadiwal-jadwalnya,” jelasnya.

Pihaknya menyebut, dari total PPNPN yang sudah mengikuti rangkaian seleksi PPNP ini masih menunggu petunjuk selanjutnya untuk penetapan wawancara. Apakah dari seluruh yang mengikuti seleksi dilakukan wawancara atau ada penetapan dari pimpinan.

“Siapa yang akan diwawancara kami juga masih menunggu petunjukanya, kami sudah serahkan hasil seleksi dan masih menunggu bagaimana mekanisme selanjutnya, apakah ada penetapan siapa yang bisa wawancara atau seluruhynya,” sebutnya.

Ditambahkannya, dari 1.328 nama yang dipanggil untuk mengikuti seleksi memang tidak seluruhnya mengikuti, ada beberapa dengan persentase yang kecil tidak hadir, dimungkinkan sudah memiliki pekerjaan lain.

“Dari yang mengikuti seleksi ini nanti sesuai instruksi akan diambil 300 orang, nilainya nanti diakumulasi dan akan terlihat siapa-siapa yang memenuhi syarat,” pungkasnya. (sja/irj/abw/ala/ko)

Pelayanan Publik Harus Tetap Berjalan Maksimal

PALANGKA RAYA-Pegawai berstatus honorer sejatinya baru dihapus pada November 2023 mendatang. Sebelum benar-benar dihapus dari seluruh instansi pemerintahan, tahap awal pemerintah secara perlahan melakukan upaya pengurangan. Seluruh pegawai honorer atau tenaga kontrak (Tekon) harus mengikuti seleksi yang prosesnya hampir sama dengan rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS).

Di Kalteng baru Pemprov Kalteng dan Pemkab Kotawaringin Timur (Kotim) yang sudah melakukan upaya pemangkasan. Di Pemprov masih berlangsung tahapan seleksi, sedangkan di Kotim sudah rampung dan diumumkan hasilnya. Pegawai yang belum berhasil saat seleksi langsung bereaksi, khusus tenaga kesehatan (nakes) saja dari total 549 orang ada 115 yang tidak lulus saat tes.

Sekelompok nakes dan pegawai pemerintahan lain yang tidak lulus tes langsung beraksi, mereka melakukan demonstrasi dan menyampaikan aspirasi di DPRD Kotim pada Selasa (5/7). Gara-gara tidak lulus, sebagian nakes tidak berani mengambil tindakan medis lagi di tempatnya mengabdi.

“Sewaktu kami turun menggelar aksi, ada warga mengalami luka parah, tapi saya tidak berani ambil tindakan medis, karena saya sudah diberhentikan dari tenaga kesehatan,” kata Sepria, tenaga kesehatan yang diberhentikan bertugas di Desa Ubar, Kecamatan Cempaga Hulu, Selasa (5/7).

Ia mengaku sudah cukup lama mengabdi sebagai tenaga kontrak di desa tersebut. Ia merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang bertugas di desa itu.

Selain itu, pelayanan kesehatan di Unit Gawat Darurat (UGD) Puskemas Pundu otomatis akan terganggu dengan adanya pemberhentian para tekon. Pasalnya, yang bertugas di UGD semuanya berstatus tenaga kontrak. “Tenaga kontrak yang bertugas di UGD Puskemas Pundu ada lima orang. Kelimanya berstatus kontrak. Hasil seleksi kemarin, semuanya tidak lulus,” kata nakes yang mengaku bernama Rissa.

Menyikapi kondisi pelayanan kesehatan yang terancam terganggu ini, Ketua Ikatan Doket Indonesia (IDI) Kotim dr Imam Anggun memberikan saran kepada pemkab agar mengevaluasi lagi keputusan tersebut. karena diperlukan skenario pascapemberhentian tekon, agar layanan kesehatan tetap dapat berjalan maksimal. Kalaupun ada pengurangan, kata dr Imam, maka harus dilakukan secara bertahap.  

“Proses pengurangan yang bertahap dalam artian tidak langsung banyak khususnya di ranah pelayanan kesehatan, agar masing-masing instansi pelayanan kesehatan dapat mempersiapkan diri dengan melihat dan menginventarisasi berapa karyawan kontrak yang dimiliki,” kata dr Imam, kemarin (7/7).  

Kalau sudah melihat jumlah tekonnya, lanjut dr Imam, kemudian baru menentukan bagaimana skenarionya jika tenaga kontrak ini sebagiannya akan diberhentikan. “Harusnya (pengurangan) secara bertahap dengan jumlah yang tidak terlalu banyak, kalau terlalu banyak pasti semua akan timpang,” katanya.  

Ia juga merasa merasa dilema. Hal ini dikarenakan di samping membutuhkan tenaga kontrak akan tetapi juga ini merupakan perintah dari pusat.  “Pelayanan kesehatan inginnya memang ada pengecualian, tetapi kalau memang aturan dari pusat itu harus dilaksanakan paling tidak kami dari ranah pelayanan kesehatan pengin tekon di bagian kesehatan dibuat aspek legalnya yang membuat mereka bisa bekerja kembali nantinya, mungkin pengalihan ke PPPK atau diatur agar bagaimana para tekon di ranah kesehatan ini yang memang sudah bekerja dengan baik dapat kembali bekerja,” harapnya.  

Baca Juga :  Halikinnor: Kalteng Pos Sangat Membantu Program Pembangunan

Sementara itu, menyikapi polemik tekon di Kotim, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kalteng Dr Biroum Bernardianto meminta agar masalah pemberhentian tekon itu tidak sampai menyebabkan pelayanan  publik yang diberikan pemkab Kotim kepada masyarakat menjadi terganggu.

“Jangan sampai kebijakan itu berdampak kepada pelayanan publik yang ada,” kata Biroum Bernardianto ketika diwawancarai Kalteng Pos, Kamis (7/7).

Ditambahkan Biroum, sebenarnya pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan publik termasuk urusan yang mendasar seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan pendidikan.

“Kalau persoalan itu berdampak sampai kepada terganggu atau terhentinya pelayanan publik yang ada, itu bisa dikategorikan telah terjadi kelalaian,” kata Biroum terkait.

Biroum sendiri mengaku pihak Ombudsman RI perwakilan provinsi Kalteng sendiri  belum bisa  membuat kesimpulan terkait permasalahan ini.  Penyebabnya dikarenakan pihak Ombudsman belum mendapatkan informasi ataupun laporan yang secara jelas dan menyeluruh terkait permasalahan pemberhentian tenaga kontrak ini.

“Kami belum bisa memberikan bagaimana  kesimpulannya ketika  kami belum  mengetahui duduk perkara secara pasti dari sejak awal,” katanya.

Menurut Biroum seandainya pun kebijakan yang diambil oleh pemerintah kabupaten Kotim terkait pemberhentian tenaga kontrak itu dilanjutkan dan dilakukan sesuai  syarat dan aturan perundangan undangan yang berlaku, Ombudsman sendiri  berharap pemerintah daerah mempertimbangkan dengan bijak agar kebijakan ini tidak mengganggu kegiatan pelayanan dasar yang sudah ada dan diberikan kepada masyarakat luas khususnya warga kabupaten Kotim.

“Contohnya jangan sampai mengganggu pelayanan kesehatan dan pendidikan yang sudah berjalan dan memang sangat dibutuhkan oleh warga,” ucapnya.

Kepala Ombudsman kalteng ini mengatakan bahwa pihaknya memahami bahwa pada saat pemerintahan kabupaten Kotim  harus berhadapan dengan regulasi  aturan yang lebih tinggi  seperti regulasi terkait penghapusan Tenaga kontrak pada tahun 2023 yang dikeluarkan KementerianPAN-RB, pemkab tentunya memang telah menyiapkan berbagai rencana terkait pengurangan tenaga kontrak tersebut.

Namun dikatakan bahwa perlu juga kebijakan pengurangan tenaga kontrak oleh pemkab tersebut dilakukan secara bijaksana dan hati-hati agar kebijakan pengurangan tenaga kontrak tersebut tidak menggangg kewajiban pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

Biroum meminta agar pemerintah daerah kabupaten Kotim segera  bisa mencari jalan terbaik untuk bisa membuat kebijakan yang tidak menyebabkan berhentinya berbagai pelayanan publik di lapangan.

“Misalnya ada tekon kesehatan disuatu tempat terpaksa berhenti atau dihapus, maka seharusnya pemkab secara gerak cepat sudah mengcover kekurangan tenaga kesehatan itu misalnya dengan memindahkan ASN atau tenaga bantuan kesehatan sementara ke tempat itu,” ujarnya lagi.

Dengan adanya gerak cepat langkah antisipasi seperti itu maka di satu sisi pemkab Kotim tetap patuh pada regulasi dan kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan sisi lain tetap melaksanakan kewajiban pemerintah untuk menjamin berjalannya pelayanan publik.

Baca Juga :  Dayak Berperan Memajukan Pembangunan, MADN Didorong Lebih Maksimal

Biroum sendiri mengaku dirinya percaya kalau pemerintah kabupaten Kotim sendiri tidak memiliki maksud untuk membuat sebuah kebijakan yang erdampak pada terganggunya pelayanan publik di Kotim sendiri.

“Perlu ditekankan kepada masyarakat umum, bahwa terkait persoalan penyelenggaraan pelayanan publik atau pengelolaan birokrasi, kami selalu siap menerima aduan dari masyarakat tanpa harus secara khusus kami bikin posko pengaduan,” tegasnya.

Ia berharap agar dalam proses penyelesaian tenaga kontrak dan honorer  yang merupakan kebijakan pemerintah pusat yang memang harus dilakukan oleh berbagai pemerintah daerah yang ada di Kalteng  ini bisa dilakukan oleh pihak pemerintah daerah secara bijaksana, lebih terencana dan sistematis sehingga tidak menimbulkan persoalan baru seperti yang terjadi sekarang ini.

“Proses sosialisasi dan juga penyelesaian   harus jelas supaya  tidak terjadi lagi kosongnya pelayanan publik di lapangan,” pungasknya.

Sementara itu, sebanyak 1.328 nama-nama pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) jabatan administrasi di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng kembali dipanggil untuk mengikuti seleksi PPNPN Tahun 2022, berlangsung beberapa waktu lalu. Ada tiga tahapan seleksi yang harus dilalui dan saat ini menunggu tahapan terakhir yakni wawancara.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalteng Lisda Arriyana melalui Sekretaris Badan (Sekban) BKD Kalteng Suprihatin mengatakan, ada tiga tahapan seleksi PPNPN Tahun 2022 ini di antaranya seleksi computer assisted test (CAT), penilaian kinerja dari masing-masing pimpinan instansi dan yang ketiga tahapan wawancara.

“Ada tiga tahapan seleksi PPNPN, kami sudah melakukan dua tahapan yakni seleksi CAT dan penilaian kinerja, tahapan selanjutnya menunggu wawancara,” katanya saat diwawancarai di BKD Kalteng, Kamis (7/7).

Dijelaskannya, seleksi wawancara ini masih menunggu jadwal pimpinan Pemprov Kalteng yang akan melakukan wawancara. Nantinya, jadwal wawancara akan disampaikan oleh masing-masing perangkat daerah (PD). “Untuk wawancara masih menunggu jadwal kapan bisanya bagi pewawancara, nanti mungkin akan disampaikan melalui PD untuk jadiwal-jadwalnya,” jelasnya.

Pihaknya menyebut, dari total PPNPN yang sudah mengikuti rangkaian seleksi PPNP ini masih menunggu petunjuk selanjutnya untuk penetapan wawancara. Apakah dari seluruh yang mengikuti seleksi dilakukan wawancara atau ada penetapan dari pimpinan.

“Siapa yang akan diwawancara kami juga masih menunggu petunjukanya, kami sudah serahkan hasil seleksi dan masih menunggu bagaimana mekanisme selanjutnya, apakah ada penetapan siapa yang bisa wawancara atau seluruhynya,” sebutnya.

Ditambahkannya, dari 1.328 nama yang dipanggil untuk mengikuti seleksi memang tidak seluruhnya mengikuti, ada beberapa dengan persentase yang kecil tidak hadir, dimungkinkan sudah memiliki pekerjaan lain.

“Dari yang mengikuti seleksi ini nanti sesuai instruksi akan diambil 300 orang, nilainya nanti diakumulasi dan akan terlihat siapa-siapa yang memenuhi syarat,” pungkasnya. (sja/irj/abw/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/