Rabu, Mei 15, 2024
24 C
Palangkaraya

Hamdhani Soroti Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit

PALANGKA RAYA-Meski kaya akan sumber daya alam sektor perkebunan, tetapi Kalimantan Tengah bernasib sama seperti daerah industri kelapa sawit lainnya di Tanah Air yang mengalami ketidakadilan perekonomian. Walaupun wilayah ini menjadi penghasil devisa dari sektor perkebunan kelapa sawit, tetapi tidak ada dana bagi hasil perkebunan dengan pemerintah daerah penghasil sawit. Hal inilah yang menjadi sorotan tajam anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Pusat Komite Wilayah Kalteng yang juga merupakan bakal calon legislatif (bacaleg) DPR RI dari Partai NasDem Kalteng, H Hamdhani.

“Pemerintah pusat harus menerapkan kebijakan bagi hasil perkebunan dengan pemerintah daerah. Perusahaan kelapa sawit tiap tahun selalu bayar pajak sesuai ketentuan, tetapi tidak ada dana bagi hasil yang masuk ke kas daerah,” kata Hamdhani dalam keterangan pers, Jumat (9/6).

Menurut pria yang merupakan aktivis Kadin Indonesia ini, alasan pemerintah pusat tidak menerapkan kebijakan bagi hasil karena menilai tumbuhan perkebunan tidak tumbuh secara alami alias ada yang menanam, merupakan sesuatu yang keliru dan tidak masuk akal. Pasalnya, kata mantan anggota Komisi IV DPR RI (periode 2014-2019) itu, selama ini daerahlah yang menanggung segala akibat adanya industri perkebunan.

Baca Juga :  PLN dan Kadin Bersinergi Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Daerah Kalteng selama ini terkenal sebagai kawasan penghasil kelapa sawit. Karena itu, penerapan bagi hasil diharapkan mampu membangun infrastruktur di provinsi ini. Dana bagi hasil dari sektor perkebunan kelapa sawit sangat diperlukan Pemprov Kalteng untuk perbaikan infrastuktur (khususnya jalan yang banyak mengalami kerusakan), sektor pertanian, pendidikan, kesehatan, dan kegiatan kemasyarakatan

Dalam pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disebutkan ada enam sektor sumber daya alam yang dapat dibagi hasil keuntungan produksinya. Mencakup kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas.

Menurut Hamdhani, sektor kehutanan berbeda dengan perkebunan. Berdasarkan pasal 11 ayat (3) UU Nomor 33 Tahun 2004 itu, Kalteng maupun daerah lain penghasil sawit di Tanah Air, tidak menerima keuntungan bagi hasil.

Baca Juga :  Kadin Kalteng Terus Berusaha Bangkitkan Ekonomi

Data Dinas Perkebunan Kalteng menunjukkan, dari luas wilayah Kalteng yang mencapai 153.564 km2, luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 1.778.702 hektare. Dari data tersebut, wilayah yang kini dipimpin Gubernur H Sugianto Sabran ini masuk urutan keempat provinsi dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia.

Dari 87 pabrik kelapa sawit di Kalteng, sesuai data Kementerian Perindustrian, sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat, serta sebagian kecil di daerah lainnya. Menurut Hamdhani, merupakan suatu hal baik, karena hampir seluruh pengusaha perkebunan kelapa sawit di Kalteng tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). “Pemerintah harus bersikap adil untuk semua daerah,” pungkasnya. (sma/sos/b20/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Meski kaya akan sumber daya alam sektor perkebunan, tetapi Kalimantan Tengah bernasib sama seperti daerah industri kelapa sawit lainnya di Tanah Air yang mengalami ketidakadilan perekonomian. Walaupun wilayah ini menjadi penghasil devisa dari sektor perkebunan kelapa sawit, tetapi tidak ada dana bagi hasil perkebunan dengan pemerintah daerah penghasil sawit. Hal inilah yang menjadi sorotan tajam anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Pusat Komite Wilayah Kalteng yang juga merupakan bakal calon legislatif (bacaleg) DPR RI dari Partai NasDem Kalteng, H Hamdhani.

“Pemerintah pusat harus menerapkan kebijakan bagi hasil perkebunan dengan pemerintah daerah. Perusahaan kelapa sawit tiap tahun selalu bayar pajak sesuai ketentuan, tetapi tidak ada dana bagi hasil yang masuk ke kas daerah,” kata Hamdhani dalam keterangan pers, Jumat (9/6).

Menurut pria yang merupakan aktivis Kadin Indonesia ini, alasan pemerintah pusat tidak menerapkan kebijakan bagi hasil karena menilai tumbuhan perkebunan tidak tumbuh secara alami alias ada yang menanam, merupakan sesuatu yang keliru dan tidak masuk akal. Pasalnya, kata mantan anggota Komisi IV DPR RI (periode 2014-2019) itu, selama ini daerahlah yang menanggung segala akibat adanya industri perkebunan.

Baca Juga :  PLN dan Kadin Bersinergi Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Daerah Kalteng selama ini terkenal sebagai kawasan penghasil kelapa sawit. Karena itu, penerapan bagi hasil diharapkan mampu membangun infrastruktur di provinsi ini. Dana bagi hasil dari sektor perkebunan kelapa sawit sangat diperlukan Pemprov Kalteng untuk perbaikan infrastuktur (khususnya jalan yang banyak mengalami kerusakan), sektor pertanian, pendidikan, kesehatan, dan kegiatan kemasyarakatan

Dalam pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disebutkan ada enam sektor sumber daya alam yang dapat dibagi hasil keuntungan produksinya. Mencakup kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas.

Menurut Hamdhani, sektor kehutanan berbeda dengan perkebunan. Berdasarkan pasal 11 ayat (3) UU Nomor 33 Tahun 2004 itu, Kalteng maupun daerah lain penghasil sawit di Tanah Air, tidak menerima keuntungan bagi hasil.

Baca Juga :  Kadin Kalteng Terus Berusaha Bangkitkan Ekonomi

Data Dinas Perkebunan Kalteng menunjukkan, dari luas wilayah Kalteng yang mencapai 153.564 km2, luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 1.778.702 hektare. Dari data tersebut, wilayah yang kini dipimpin Gubernur H Sugianto Sabran ini masuk urutan keempat provinsi dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia.

Dari 87 pabrik kelapa sawit di Kalteng, sesuai data Kementerian Perindustrian, sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat, serta sebagian kecil di daerah lainnya. Menurut Hamdhani, merupakan suatu hal baik, karena hampir seluruh pengusaha perkebunan kelapa sawit di Kalteng tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). “Pemerintah harus bersikap adil untuk semua daerah,” pungkasnya. (sma/sos/b20/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/