Kamis, Mei 16, 2024
24.4 C
Palangkaraya

Sidang Korupsi Pengadaan Kontainer Bekas

Sonata Mengaku Tak Tahu soal Proses Lelang 

PALANGKA RAYA-Sidang perkara tindak pidana korupsi (tipikor) pengadaan kontainer di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Palangka Raya tahun anggaran 2017 terus bergulir di Pengadilan Tipikor Palangka Raya. Kasus yang merugikan negara miliaran rupiah itu sudah memasuki agenda pemeriksaan silang terhadap para terdakwa.

Terdakwa yang terjerat perkara ini adalah Sonata Firdaus Eka Putra selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), Akhmad Ghazali selaku pelaksana proyek, dan Yoneli Bungai selaku kuasa bendahara umum daerah Kota Palangka Raya tahun 2017. Sidang kali ini digelar di ruang sidang I, gedung Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (8/12/2022). Ketiga terdakwa hadir didampingi penasihat hukum masing-masing. Secara bergantian mereka memberikan keterangan.

Terdakwa Sonata Firdaus dalam keterangannya mengatakan, kontainer yang disiapkan untuk warung atau resto di taman kuliner, Jalan Yos Sudarso, Palangka Raya merupakan kontainer modifikasi.

“Bahan bakunya adalah kontainer bekas yang pernah dipakai dan tidak dipergunakan lagi, kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan,” kata Sonata.

Mengenai kualitas kontainer, pihaknya menerapkan spesifikasi kualitas setara dengan kontainer merek Evergreen dengan kualitas kondisi 70-80 persen. Adapun jumlah kontainer yang disiapkan untuk pembuatan taman kuliner di Jalan Yos Sudarso itu berjumlah 50 unit. Sonata juga mengaku tidak tahu perihal proses lelang pengadaan kontainer tersebut oleh panitia lelang.

“Setelah lelang selesai, barulah disampaikan ke kami,” kata Sonata ketika ditanya jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng, Sustine Pridawati SH, soal proses lelang.

Dalam proses pelelangan, tutur Sonata, hanya ada satu perusahaan yang mengajukan penawaran, yakni PT Ihyamulik Bengkang Turan yang dipimpin Muhamad Sidik. Ketika diajukan pertanyaan lanjutan oleh jaksa, Sonata mengaku tidak tahu.

“Karena itu bukan kewenangan saya, itu sudah diputus oleh pokja,” jawab Sonata kepada jaksa Sustine.

Sonata juga mengatakan bahwa penandatanganan kontrak pengadaan kontainer dengan pihak PT Ihyamulik Bengkang Turan dilaksanakan di ruang kerjanya, Kantor Disperkim Kota Palangka Raya.

“Penandatanganan dilakukan oleh Muhammad Sidik selaku direktur, didampingi A’An,” beber Sonata sembari mengaku tak tahu soal peran dan kepentingan A’an dalam kontrak tersebut.

Sonata mengaku pertama kali bertemu terdakwa H Akhmad Ghazali saat mengecek pengadaan kontainer di Banjarmasin. Sonata juga mengaku nama Akmad Ghazali tidak tercantum dalam kontrak penawaran yang dibuat PT Ihyamulik Bengkang Turan.

“Pada waktu itu saya mengira Pak Ghazali adalah Pak Muhamad Sidik,” kata Sonata menjawab pertanyaan jaksa terkait keterlibatan Ghazali dalam proyek pengadaan kontainer.

Mengenai pengadaan hingga pemasangan kontainer di taman Yos Sudarso, Sonata mengakui ada keterlambatan pekerjaan. Yang seharusnya selesai dalam 120 hari, justru kelar dalam 259 hari. Perihal keterlambatan itu telah dibuatkan adendum.

“Kami juga sempat mengenakan denda pembayaran,” terang Sonata.

Terkait pembayaran hasil pekerjaan, Sonata membenarkan bahwa saat pekerjaan sudah selesai 100 persen, pembayaran untuk pelunasan hasil pekerjaan tidak bisa dilakukan oleh pemko pada akhir 2017, karena saat itu ketersediaan kas pemerintah kota sedang kosong. Dikatakan Sonata, pembayaran untuk pelunasan utang pekerjaan tersebut baru dibayar pada 2018.

Baca Juga :  Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini

“Kapan pembayaran hutang itu?” tanya ketua majelis hakim Achmad Peten Sili. “Seingat saya bulan Juni tahun 2018,” jawab Sonata.

Diterangkan Sonata, pihaknya mendapat bukti pembayaran melalui pengguna anggaran (PA) dan KPA. Soal adanya permasalah terkait pembayaran terakhir, yang ternyata pembayaran tersebut ditransfer ke rekening yang berbeda dengan yang tertera dalam kontrak kerja, Sonata mengaku baru mengetahui hal itu saat kasus ini telah ditangani Polda Kalteng.

“Saya tahunya pada mulai diproses di polda, barulah kami menyadari pembayaran itu tidak masuk ke rekening perusahaan,” tutur Sonata.

Menurutnya, pihak yang menandatangani pencairan untuk pembayaran terakhir itu adalah terdakwa Yoneli Bungai selaku pejabat setelah kuasa bendahara umum daerah.

Ketika ditanya Zul Chaidir SH, penasihat hukum Akhmad Ghazali, terkait laporan akhir proyek pengadaan kontainer tersebut, Sonata mengatakan proyek pengadaan kontainer itu sudah dilaksanakan sesuai kontrak.

“Hasilnya cukup baik dan lengkap sesuai kontrak,” kata Sonata.

Terdakwa Akhmad Ghazali maupun Yoneli Bungai membenarkan keterangan tersebut. Setelah Sonata Firdaus memberikan kesaksian, giliran Yoneli Bungai dan Akmad Ghazali secara bergantian memberikan kesaksian.

Yoneli Bungai menuturkan, sebagai pejabat kuasa bendahara umum daerah, ia sendiri yang memproses pencairan dana pembayaran untuk pemenang lelang proyek pengadaan kontainer tersebut, yakni PT Ihyamulik Bengkag Turan.

Dia juga membenarkan bahwa pembayaran terakhir hasil pekerjaan tersebut tidak bisa dilakukan tepat waktu, karena kas daerah sedang kosong pada akhir 2017.

“Tidak cuma paket ini yang tidak terbayar, tapi ada banyak, sekitar Rp24 miliar,” beber Yoneli Bungai.

Dikatakannya, berdasarkan hasil rapat antara pemko dengan BPK RI yang kala itu dipimpin sekda kota dan membahas soal pembayaran utang-utang tersebut, diputuskan bahwa pembayaran utang baru bisa dilaksanakan setelah ada pemeriksaan atau audit oleh BPK.

“Setelah ada audit BPK baru bisa dianggarkan dalam APBD perubahan tahun 2018,” terang Yoneli.

Terkait pencairan pembayaran untuk paket pekerjaan PT Ihyamulik Bengkang Turan, Yoneli mengatakan bahwa dirinyalah yang mengeluarkan SP2D dengan tujuan pembayaran ke rekening bank milik PT Ihyamulik M Bengkang Turan atas nama Muhammad Sidik. Permasalahan terkait pembayaran tidak bisa dilakukan ke rekening Bank BRI milik Muhammad sidik tersebut baru diketahui beberapa hari setelah ia mengeluarkan SP2D tersebut.

“Saat itu sekitar tengah hari, saya didatangi H Ghazali dan Bagio selaku pihak BRI,” kata Yoneli.

Yoneli mendapat informasi bahwa rekening bank BNI atas nama Muhammad sidik sudah tidak bisa dipergunakan lagi.

Agar pencairan dana bisa dilakukan, lanjut Yoneli, Bagio menyarankannya untuk membuat surat pernyataan koreksi rekening dengan tujuan pembayaran ke rekening bank BRI milik H Ghazali.

Yoneli mengaku mengenal Ghazali sejak awal 2018, karena Ghazali intens mendatangi kantor wali kota untuk mengurus pencairan dana tersebut.

Baca Juga :  Ribuan Warga Kalteng Mengungsi, Ratusan Fasilitas Sosial Terdampak Banjir

“Bahkan saya dengar beliau pernah menghadap Bapak Wali Kota,” ucap Yoneli sembari mengaku, saking seringnya bertemu dengan Ghazali, ia mengira H Ghazali-lah yang mengelola hasil pekerjaan pengadaan kontainer tersebut.

Yoneli juga mengaku pernah membuat surat pernyataan koreksi rekening, yang isinya mengoreksi rekening bank tujuan pembayaran ke rekening baru bank BRI atas nama H Akhmad Ghazali.  Akhirnya pembayaran pelunasan hasil pekerjaan tersebut ditransfer ke rekening bank atas nama H Akmad Ghazali.

Saat ditanya penasihat hukum H Akmad Ghazali, apakah setelah pembayaram tersebut dilakukan ada keberatan dari pihak Muhammad Sidik, dengan tegas Yoneli menjawab tidak ada.

Sementara itu, H Akhmad Ghazali dalam kesaksiannya mengaku mendapat informasi terkait proyek pengadaan kontainer dari rekannya yang bernama A’an.

“A’an mendatangi saya di apotek, dia bilang ada proyek pembuatan kontainer,” terangnya.

Ketua majelis hakim kemudian menanyakan soal pengalaman H Ahkmad Ghazali dalam pekerjaan proyek.“Memangnya saudara punya keahlian dalam menangani proyek?” tanya ketua majelis hakim.

Menanggapi pertanyaan itu, terdakwa lantas menjawab bahwa dirinya tidak punya keahlian dalam mengurus proyek. Namun saat bertemu A’an, ia mengatakan memiliki kenalan di Banjarmasin yang bisa menangani proyek pengadaan kontainer. Akhirnya Ghazali diperkenalkan dengan Budiman Halim.

Ghazali mengaku berangkat bersama A’an ke Banjarmasin untuk bertemu Budiman Halim. Setelah melihat contoh gambar kontainer yang dibawa A’an, Budiman Halim kemudian menyanggupi untuk menangani proyek pengadaan kontainer tersebut.

“Kemudian dibuatlah tiga contoh kontainer modifikasi,” terang saksi sembari menambahkan bahwa setelah contoh tersebut jadi, kemudian ia memanggil Sonata Firdaus dan tim ke Banjarmasin untuk memeriksa contoh tersebut. Setelah beberapa pertemuan, akhirnya contoh kontainer yang dibuat Budiman Halim disetujui pihak disperkim.

“Untuk awalnya saya pesan sepuluh container, secara bertahap,” terang Akmad Ghazali yang mengaku mengeluarkan uang pribadinya sebesar Rp300 juta untuk membayar biaya pembuatan 10 kontainer itu.

Dalam memberikan kesaksian, H Ghazali terlihat kelabakan dan kebingungan, karena urutan peristiwa yang diterangkannya dianggap tidak logis oleh ketua majelis hakim. Ketua majelis hakim pun sempat dibuat marah oleh saksi.”Keterangan saudara ini tidak masuk akal, lain yang ditanya, lain yang dijawab,” kata ketua majelis hakim.

Rencananya sidang kasus korupsi ini akan dilanjutkan Kamis pekan depan dengan agenda mendengarkan pembacaan tuntutan hukum kepada para terdakwa.

Seperti diketahui, kasus tipikor ini bermula dari proyek pengadaan kontainer Disperkim Palangka Raya. PT Iyhamulik Bengkang Turan memenangi lelang proyek pembuatan kontainer senilai Rp2 miliar itu. Rekanan hanya membuat 50 kontainer dengan harga per unit Rp29 juta. Padahal spesifikasi harga per unit Rp63 juta. Karena realisasi tidak sesuai kontrak, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,2 miliar. Tiga orang terjerat dalam kasus ini. Mereka adalah H Akhmad Gazali selaku rekanan, Yoneli Bungai selaku kuasa bendahara umum daerah Pemko Palangka Raya, dan Sinata Firdaus Eka Putra selaku PPK. (sja/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Sidang perkara tindak pidana korupsi (tipikor) pengadaan kontainer di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Palangka Raya tahun anggaran 2017 terus bergulir di Pengadilan Tipikor Palangka Raya. Kasus yang merugikan negara miliaran rupiah itu sudah memasuki agenda pemeriksaan silang terhadap para terdakwa.

Terdakwa yang terjerat perkara ini adalah Sonata Firdaus Eka Putra selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), Akhmad Ghazali selaku pelaksana proyek, dan Yoneli Bungai selaku kuasa bendahara umum daerah Kota Palangka Raya tahun 2017. Sidang kali ini digelar di ruang sidang I, gedung Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (8/12/2022). Ketiga terdakwa hadir didampingi penasihat hukum masing-masing. Secara bergantian mereka memberikan keterangan.

Terdakwa Sonata Firdaus dalam keterangannya mengatakan, kontainer yang disiapkan untuk warung atau resto di taman kuliner, Jalan Yos Sudarso, Palangka Raya merupakan kontainer modifikasi.

“Bahan bakunya adalah kontainer bekas yang pernah dipakai dan tidak dipergunakan lagi, kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan,” kata Sonata.

Mengenai kualitas kontainer, pihaknya menerapkan spesifikasi kualitas setara dengan kontainer merek Evergreen dengan kualitas kondisi 70-80 persen. Adapun jumlah kontainer yang disiapkan untuk pembuatan taman kuliner di Jalan Yos Sudarso itu berjumlah 50 unit. Sonata juga mengaku tidak tahu perihal proses lelang pengadaan kontainer tersebut oleh panitia lelang.

“Setelah lelang selesai, barulah disampaikan ke kami,” kata Sonata ketika ditanya jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng, Sustine Pridawati SH, soal proses lelang.

Dalam proses pelelangan, tutur Sonata, hanya ada satu perusahaan yang mengajukan penawaran, yakni PT Ihyamulik Bengkang Turan yang dipimpin Muhamad Sidik. Ketika diajukan pertanyaan lanjutan oleh jaksa, Sonata mengaku tidak tahu.

“Karena itu bukan kewenangan saya, itu sudah diputus oleh pokja,” jawab Sonata kepada jaksa Sustine.

Sonata juga mengatakan bahwa penandatanganan kontrak pengadaan kontainer dengan pihak PT Ihyamulik Bengkang Turan dilaksanakan di ruang kerjanya, Kantor Disperkim Kota Palangka Raya.

“Penandatanganan dilakukan oleh Muhammad Sidik selaku direktur, didampingi A’An,” beber Sonata sembari mengaku tak tahu soal peran dan kepentingan A’an dalam kontrak tersebut.

Sonata mengaku pertama kali bertemu terdakwa H Akhmad Ghazali saat mengecek pengadaan kontainer di Banjarmasin. Sonata juga mengaku nama Akmad Ghazali tidak tercantum dalam kontrak penawaran yang dibuat PT Ihyamulik Bengkang Turan.

“Pada waktu itu saya mengira Pak Ghazali adalah Pak Muhamad Sidik,” kata Sonata menjawab pertanyaan jaksa terkait keterlibatan Ghazali dalam proyek pengadaan kontainer.

Mengenai pengadaan hingga pemasangan kontainer di taman Yos Sudarso, Sonata mengakui ada keterlambatan pekerjaan. Yang seharusnya selesai dalam 120 hari, justru kelar dalam 259 hari. Perihal keterlambatan itu telah dibuatkan adendum.

“Kami juga sempat mengenakan denda pembayaran,” terang Sonata.

Terkait pembayaran hasil pekerjaan, Sonata membenarkan bahwa saat pekerjaan sudah selesai 100 persen, pembayaran untuk pelunasan hasil pekerjaan tidak bisa dilakukan oleh pemko pada akhir 2017, karena saat itu ketersediaan kas pemerintah kota sedang kosong. Dikatakan Sonata, pembayaran untuk pelunasan utang pekerjaan tersebut baru dibayar pada 2018.

Baca Juga :  Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini

“Kapan pembayaran hutang itu?” tanya ketua majelis hakim Achmad Peten Sili. “Seingat saya bulan Juni tahun 2018,” jawab Sonata.

Diterangkan Sonata, pihaknya mendapat bukti pembayaran melalui pengguna anggaran (PA) dan KPA. Soal adanya permasalah terkait pembayaran terakhir, yang ternyata pembayaran tersebut ditransfer ke rekening yang berbeda dengan yang tertera dalam kontrak kerja, Sonata mengaku baru mengetahui hal itu saat kasus ini telah ditangani Polda Kalteng.

“Saya tahunya pada mulai diproses di polda, barulah kami menyadari pembayaran itu tidak masuk ke rekening perusahaan,” tutur Sonata.

Menurutnya, pihak yang menandatangani pencairan untuk pembayaran terakhir itu adalah terdakwa Yoneli Bungai selaku pejabat setelah kuasa bendahara umum daerah.

Ketika ditanya Zul Chaidir SH, penasihat hukum Akhmad Ghazali, terkait laporan akhir proyek pengadaan kontainer tersebut, Sonata mengatakan proyek pengadaan kontainer itu sudah dilaksanakan sesuai kontrak.

“Hasilnya cukup baik dan lengkap sesuai kontrak,” kata Sonata.

Terdakwa Akhmad Ghazali maupun Yoneli Bungai membenarkan keterangan tersebut. Setelah Sonata Firdaus memberikan kesaksian, giliran Yoneli Bungai dan Akmad Ghazali secara bergantian memberikan kesaksian.

Yoneli Bungai menuturkan, sebagai pejabat kuasa bendahara umum daerah, ia sendiri yang memproses pencairan dana pembayaran untuk pemenang lelang proyek pengadaan kontainer tersebut, yakni PT Ihyamulik Bengkag Turan.

Dia juga membenarkan bahwa pembayaran terakhir hasil pekerjaan tersebut tidak bisa dilakukan tepat waktu, karena kas daerah sedang kosong pada akhir 2017.

“Tidak cuma paket ini yang tidak terbayar, tapi ada banyak, sekitar Rp24 miliar,” beber Yoneli Bungai.

Dikatakannya, berdasarkan hasil rapat antara pemko dengan BPK RI yang kala itu dipimpin sekda kota dan membahas soal pembayaran utang-utang tersebut, diputuskan bahwa pembayaran utang baru bisa dilaksanakan setelah ada pemeriksaan atau audit oleh BPK.

“Setelah ada audit BPK baru bisa dianggarkan dalam APBD perubahan tahun 2018,” terang Yoneli.

Terkait pencairan pembayaran untuk paket pekerjaan PT Ihyamulik Bengkang Turan, Yoneli mengatakan bahwa dirinyalah yang mengeluarkan SP2D dengan tujuan pembayaran ke rekening bank milik PT Ihyamulik M Bengkang Turan atas nama Muhammad Sidik. Permasalahan terkait pembayaran tidak bisa dilakukan ke rekening Bank BRI milik Muhammad sidik tersebut baru diketahui beberapa hari setelah ia mengeluarkan SP2D tersebut.

“Saat itu sekitar tengah hari, saya didatangi H Ghazali dan Bagio selaku pihak BRI,” kata Yoneli.

Yoneli mendapat informasi bahwa rekening bank BNI atas nama Muhammad sidik sudah tidak bisa dipergunakan lagi.

Agar pencairan dana bisa dilakukan, lanjut Yoneli, Bagio menyarankannya untuk membuat surat pernyataan koreksi rekening dengan tujuan pembayaran ke rekening bank BRI milik H Ghazali.

Yoneli mengaku mengenal Ghazali sejak awal 2018, karena Ghazali intens mendatangi kantor wali kota untuk mengurus pencairan dana tersebut.

Baca Juga :  Ribuan Warga Kalteng Mengungsi, Ratusan Fasilitas Sosial Terdampak Banjir

“Bahkan saya dengar beliau pernah menghadap Bapak Wali Kota,” ucap Yoneli sembari mengaku, saking seringnya bertemu dengan Ghazali, ia mengira H Ghazali-lah yang mengelola hasil pekerjaan pengadaan kontainer tersebut.

Yoneli juga mengaku pernah membuat surat pernyataan koreksi rekening, yang isinya mengoreksi rekening bank tujuan pembayaran ke rekening baru bank BRI atas nama H Akhmad Ghazali.  Akhirnya pembayaran pelunasan hasil pekerjaan tersebut ditransfer ke rekening bank atas nama H Akmad Ghazali.

Saat ditanya penasihat hukum H Akmad Ghazali, apakah setelah pembayaram tersebut dilakukan ada keberatan dari pihak Muhammad Sidik, dengan tegas Yoneli menjawab tidak ada.

Sementara itu, H Akhmad Ghazali dalam kesaksiannya mengaku mendapat informasi terkait proyek pengadaan kontainer dari rekannya yang bernama A’an.

“A’an mendatangi saya di apotek, dia bilang ada proyek pembuatan kontainer,” terangnya.

Ketua majelis hakim kemudian menanyakan soal pengalaman H Ahkmad Ghazali dalam pekerjaan proyek.“Memangnya saudara punya keahlian dalam menangani proyek?” tanya ketua majelis hakim.

Menanggapi pertanyaan itu, terdakwa lantas menjawab bahwa dirinya tidak punya keahlian dalam mengurus proyek. Namun saat bertemu A’an, ia mengatakan memiliki kenalan di Banjarmasin yang bisa menangani proyek pengadaan kontainer. Akhirnya Ghazali diperkenalkan dengan Budiman Halim.

Ghazali mengaku berangkat bersama A’an ke Banjarmasin untuk bertemu Budiman Halim. Setelah melihat contoh gambar kontainer yang dibawa A’an, Budiman Halim kemudian menyanggupi untuk menangani proyek pengadaan kontainer tersebut.

“Kemudian dibuatlah tiga contoh kontainer modifikasi,” terang saksi sembari menambahkan bahwa setelah contoh tersebut jadi, kemudian ia memanggil Sonata Firdaus dan tim ke Banjarmasin untuk memeriksa contoh tersebut. Setelah beberapa pertemuan, akhirnya contoh kontainer yang dibuat Budiman Halim disetujui pihak disperkim.

“Untuk awalnya saya pesan sepuluh container, secara bertahap,” terang Akmad Ghazali yang mengaku mengeluarkan uang pribadinya sebesar Rp300 juta untuk membayar biaya pembuatan 10 kontainer itu.

Dalam memberikan kesaksian, H Ghazali terlihat kelabakan dan kebingungan, karena urutan peristiwa yang diterangkannya dianggap tidak logis oleh ketua majelis hakim. Ketua majelis hakim pun sempat dibuat marah oleh saksi.”Keterangan saudara ini tidak masuk akal, lain yang ditanya, lain yang dijawab,” kata ketua majelis hakim.

Rencananya sidang kasus korupsi ini akan dilanjutkan Kamis pekan depan dengan agenda mendengarkan pembacaan tuntutan hukum kepada para terdakwa.

Seperti diketahui, kasus tipikor ini bermula dari proyek pengadaan kontainer Disperkim Palangka Raya. PT Iyhamulik Bengkang Turan memenangi lelang proyek pembuatan kontainer senilai Rp2 miliar itu. Rekanan hanya membuat 50 kontainer dengan harga per unit Rp29 juta. Padahal spesifikasi harga per unit Rp63 juta. Karena realisasi tidak sesuai kontrak, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,2 miliar. Tiga orang terjerat dalam kasus ini. Mereka adalah H Akhmad Gazali selaku rekanan, Yoneli Bungai selaku kuasa bendahara umum daerah Pemko Palangka Raya, dan Sinata Firdaus Eka Putra selaku PPK. (sja/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/