PALANGKA RAYA-Skema relokasi masuk rencana yang dipilih pemerintah untuk warga yang bermukim di tepian Sungai Kahayan. Hal ini menyusul terus bertambahnya rumah warga yang runtuh karena terdampak ablasi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangka Raya mencatat puluhan rumah yang mengalami kerusakaan dan tidak layak huni.
Keadaan itulah yang membuat masyarakat dengan rumah rusak total kebingungan mencari tempat tinggal baru. Sementara masyarakat yang persis tinggal di pinggir sungai dan rumahnya tidak terdampak ablasi, sedang harap-harap cemas, karena ancaman ablasi bisa terjadi kapan saja.
Solusi ditawarkan pemerintah, yaitu merelokasi permukiman warga. Relokasi akan dilakukan pada lokasi-lokasi yang rawan terdampak ablasi, yaitu permukiman yang persis berada di tepian Sungai Kahayan. Solusi yang ditawarkan itu sangatlah berdasar. Sebab sudah seharusnya wilayah pinggir sungai tidak menjadi lokasi permukiman. Hal itu disampaikan Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai-Hutan Lindung (BPDAS-HL) Kahayan Supriyanto Sukmo.
Supriyanto mengatakan, sudah seharusnya warga di bantaran Sungai Kahayan, khususnya daerah Flamboyan Bawah dan sekitarnya direlokasi. Rumah-rumah warga yang dibangun di pinggir sungai berpotensi terkena ablasi. Tanah pinggir sungai tidak mampu lagi menahan fondasi rumah. Belum lagi potensi banjir yang bisa mengancam kapan saja.
“Jika bisa warga di sana direlokasi ke tempat yang lebih layak untuk menghindari kejadian genangan atau banjir yang melanda permukiman,” jelas Supriyanto dalam keterangan tertulis kepada Kalteng Pos, Selasa (17/1).
Selain itu, dampak lingkungan yang ditimbulkan dengan adanya permukiman warga di bantaran sungai adalah terjadinya kerusakan tanah yang ditandai dengan seringnya terjadi ablasi dan terganggunya kualitas air sungai. Sudah menjadi tugas pihaknya dalam menjaga agar kondisi ekosistem DAS Kahayan tetap terjaga.
Supriyanto mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dua skema untuk menjaga agar ekosistem di DAS Kahayan tetap terjaga. Pertama adalah upaya fisik berupa penanaman atau rehabilitasi lahan kritis atau tidak produktif atau lahan terbuka, baik melalui anggaran APBN maupun CSR perusahaan yang mempunyai kewajiban rehabilitasi.
“Yang kedua adalah upaya kelembagaan berupa menginisiasi dan memfasilitasi kegiatan Forum DAS, yang diharapkan dapat memecahkan permasalahan di DAS Kahayan dan DAS lainnya yang menjadi kewenangan kami,” ucapnya.
Terkait apakah BPDAS juga ikut memantau bencana ablasi yang melanda permukiman di sepanjang daerah aliran sungai yang menjadi wilayah kewenangan, Supriyanto mengaku sampai saat ini pihaknya belum punya kegiatan untuk pemantauan ablasi sungai.
“Belum ada kegiatan pemantauan ablasi sungai, khususnya sungai tersebut (Sungai Kahayan, red),” tuturnya. Karena itulah ketika ditanya apakah ada DAS di hulu Kahayan yang terkena ablasi meskipun tidak di lokasi permukiman, Supriyanto menyebut belum ada data. “Belum ada informasi terkait hal itu,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Palangka Raya Ir Harry Maihadi membeberkan, bencana ablasi yang menimpa Kota Palangka Raya beberapa waktu lalu mendorong Pemko Palangka Raya berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, dalam rangka menyikapi kejadian dan menyiapkan rencana untuk penanganan ke depan.
Sejauh ini Pemko Palangka Raya sudah mencanangkan solusi, agar warga yang tinggal di wilayah bantaran sungai, utamanya yang rumahnya persis berada di pinggir sungai, segera direlokasi ke tempat yang lebih aman.
Harry menjelaskan, relokasi memang merupakan solusi yang sejalan dengan peraturan tata ruang, bahwa 100 meter daerah bantaran sungai pada tepi palung sungai saat air rata-rata pasang, haruslah bebas dari permukiman penduduk.
“Di wilayah garis panjang 100 meter dari sungai memang tidak dibolehkan adanya permukiman, yang boleh di kawasan itu hanyalah dermaga, jaringan listrik, dan pipa PDAM, intinya selain permukiman,” jelas Harry saat diwawancarai Kalteng Pos usai rapat RPD dan RKPD di Ruang Rapat Peteng Karuhei II, Kantor Wali Kota Palangka Raya, Selasa (17/1).
Harry menjelaskan, keberadaan permukiman di tepian sungai memang tidak dibolehkan. Sesuai regulasi, sepanjang 100 meter pinggir sungai seharusnya bebas dari permukiman. Sementara dari segi teknis, wilayah seperti Flamboyan Bawah yang sempat terdampak ablasi, sebenarnya merupakan wilayah perairan.
“Itu kan bukan daratan, tapi masuk wilayah perairan, makanya kondisi seperti itu kan labil, kelihatannya di atas seperti tanah biasa, padahal sangat rawan ablasi,” ujarnya.
Harry mengatakan baik dari segi regulasi maupun teknis, daerah bantaran sungai sudah seharusnya bebas dari permukiman warga. Karena itulah solusi yang dicanangkan tidak bisa hanya mempertimbangkan dari segi regulasi dan teknis saja serta penegakan atas aturan yang ada di dalamnya, tapi juga harus mempertimbangkan segi kemanusiaan. “Pemko Palangka Raya sudah melaksanakan rapat koordinasi untuk menyusun rencana ke depan, berdasarkan pertimbangan yang matang, rencana itu dibagi tiga tahap, yaitu rencana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang,” bebernya.
Rencana jangka pendek telah dilakukan, seperti evakuasi korban terdampak ablasi, pembagian sembako, serta menyiapkan posko pengungsian dan dapur umum. “Jangka pendek semua sudah kita lakukan,” imbuhnya.
Untuk solusi jangka menengah, lanjut Harry, pihaknya masih mencari skema-skema yang tepat untuk merelokasi warga. Skema-skema itu memenuhi syarat agar secara regulasi tidak melanggar dan secara teknis juga memungkinkan untuk dilakukan. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat bisa direlokasi dan tidak menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat.
“Pastinya yang direlokasi itu adalah warga yang sudah terdampak ablasi, ada puluhan rumah, paling tidak mereka itu yang dalam jangka waktu menengah ini direlokasi, tapi itu masih rencana,” bebernya.
Adapun rencana jangka panjang adalah dengan melakukan relokasi secara besar-besaran terhadap warga yang tinggal di daerah sepanjang Sungai Kahayan. Skema terbaik untuk mewujudkan rencana tersebut tengah dicari pihaknya. “Nantinya bagaimana agar masyarakat bisa dipindahkan dan pemerintah kota tidak melanggar aturan,” ucapnya.
Harry menyebut alasan pihaknya mencari skema terbaik merelokasi warga adalah agar terhindar dari regulasi yang melanggar, sehingga realisasi rencana nantinya bisa terlaksana sesuai regulasi. Namun untuk mewujudkan relokasi harus mempertimbangkan status lahan yang menjadi lokasi permukiman baru. Ia mengatakan, hunian warga di bantaran Sungai Kahayan sudah termasuk tidak berizin alias ilegal. Sehingga ketika pemerintah nantinya mewujudkan kebijakan merelokasi, akan sedikit kesulitan jika harus mengganti rugi.
“Itu kan permukimannya ilegal, jadi kalau kami dari pihak pemerintah mengganti rugi kan jelas salah, tidak sesuai regulasi, tapi kalau hak kepemilikannya sah dan kami mengganti rugi misalnya tanahnya berapa, bangunannya berapa, itu tidak jadi masalah. Makanya untuk mewujudkan relokasi, kami tengah memikirkan skema terbaik agar kami bisa merelokasi warga tanpa harus berbenturan dengan regulasi,” jelasnya.
Selain itu, Harry menyebut kebijakan relokasi yang dicanangkan itu beririsan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Kalteng yang merencanakan proyek water front city dari Flamboyan Bawah sampai kompleks Pelabuhan Rambang.
“Jadi otomatis masyarakat memang harus direlokasi, ini momen yang tepat, adanya bencana ablasi dan adanya rencana pembangunan water front city dari pemprov, maka dari itu nantinya masyarakat di sana akan direlokasi,” tuturnya.
Terkait lokasi yang akan menjadi target relokasi warga nantinya, Harry menyebut hal itu tengah didiskusikan pihaknya. Pemilihan tempat sebagai permukiman baru yang akan dihuni warga harus dipikirkan secara matang. Tidak boleh sembarang pilih lokasi. Faktor sosial dan ekonomi masyarakat masuk dalam pertimbangan.
Hal itu berkaca dari pengalaman pihaknya menerapkan kebijakan relokasi warga beberapa tahun lalu. Saat itu masyarakat di Flamboyan Bawah yang rumahnya terdampak bencana kebakaran pernah direlokasi ke Jalan Dulin Kandang, daerah lingkar luar Kota Palangka Raya. Pemko telah menyiapkan lahan untuk masyarakat. Namun kenyataannya, mereka yang sudah direlokasi malah kembali lagi ke tempat asal di Flamboyan Bawah.
“Berdasarkan pengalaman itu, makanya pemerintah kota akan mencari lokasi-lokasi yang representatif untuk warga, misalnya warga yang berprofesi sebagai penjual kue dan lainnya, sehingga bisa melakukan aktivitas ekonomi seperti di tempat asal,” jelasnya.
Pihaknya akan mencari lokasi yang representatif sebagai lokasi permukiman baru bagi eks warga Flamboyan Bawah dan kompleks Pelabuhan Rambang. Tentu dengan mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi warga. Saat ini lokasi relokasi itu masih dalam tahap pencarian dan identifikasi.
“Kami akan carikan lokasi yang representatif bagi warga, seperti di perumahan Adonis Samad atau di Keranggan, lokasinya itu harus sesuai juga dengan peruntukkan RT/RW serta memang untuk permukiman, bukan untuk pertokoan atau perkantoran, itu akan kami kaitkan dengan rencana tata ruang kota, agar pemerintah aman dan masyarakat pun nyaman,” tandasnya. (dan/ce/ala)