“Dalam hal keterampilan berhitung, masih banyak anak didik yang belum mengenal angka, hanya bisa hitungan satu sampai sepuluh, tapi untuk selanjutnya mereka kerepotan,” tuturnya.
Menghadapi persoalan ini, lembaga pendidikan tingkat dasar di Kota Palangka Raya tidak tinggal diam. Setidaknya beberapa sekolah telah berupaya mengatasi learning loss ini. Seperti SDN 8 Bukit Tunggal yang telah menyiapkan solusi agar anak didik kelas rendah bisa membaca.
Kepala SDN 8 Bukit Tunggal Andhi Marwati Rahayu membenarkan bahwa sekitar 30 persen anak didiknya yang duduk dari bangku kelas satu hingga tiga, sama sekali belum mengenal huruf. Sekitar 40 persen mampu membaca, tapi masih terbata-bata (tidak lancar). Sisanya masih belum lancar.
“Kalau secara individu, di kelas 1 ada 9 dari 46 murid belum bisa membaca, di kelas 2 ada 4 dari 32 murid belum bisa membaca, sedangkan kelas 3 jumlahnya lebih banyak dari kelas 2 tapi lebih kecil dari kelas 1, pokoknya kelas 1 paling banyak,” bebernya.
Andhi menuturkan bahwa pola pembelajaran daring selama ini tidak efektif, sehingga tidak memberikan perkembangan bagi anak didik dalam hal kemampuan literasi, khususnya kemampuan membaca. Diakuinya, selama pembelajaran daring diterapkan, guru hanya memberikan tugas kepada anak didik. Berlaku sama dari kelas 1 hingga kelas 6. Keterbatasan akses anak didik terhadap media pembelajaran daring menyebabkan tidak dapat diselenggarakannya tatap muka secara daring melalui aplikasi pada ponsel pintar seperti yang dilakukan sekolah lain pada umumnya.
“Karena itulah kami tidak bisa melakukan pendampingan intens, paling tidak secara online kepada anak didik, akses teknologi sangat terbatas,” tuturnya.
Imbas dari pola pembelajaran seperti itu adalah terjadinya learning loss di kalangan peserta didik, khususnya kelas rendah. Untuk mengatasi itu, pihaknya menyediakan kelas tambahan bagi anak didik kelas rendah tiap pulang sekolah. “Jadi anak-anak yang belum bisa membaca itu nantinya diberi pelajaran tambahan tiap pulang sekolah, kami sudah berkoordinasi dengan orang tua mereka untuk menjemput setelah kegiatan selesai,” tuturnya.
Selain memberikan pelajaran tambahan, ada prioritas lain yang diberikan kepada anak didik yang belum bisa membaca.
“Anak-anak yang memang belum bisa membaca itu nanti diberi bimbingan lebih sering sampai mereka bisa,” tuturnya.
Terkait dengan kemampuan berhitung, Rahayu mengatakan, justru anak didik kelas rendah dinilai lebih bisa. Murid kelas rendah justru lebih mampu mengerjakan operasi hitung seperti matematika sederhana, sehingga lebih bagus dalam kemampuan numerik dibandingkan murid kelas empat hingga enam. “Di kelas rendah kemampuan menulis kurang, tapi kemampuan berhitung bagus. Sedangkan di kelas yang lebih tinggi kemampuan membaca bagus, tapi kemampuan berhitung jelek,” bebernya.
Terpisah, Kepala SDN 7 Bukit Tunggal Etilus mengatakan, ada beberapa murid kelas 1 hingga kelas 3 diketahui tidak bisa membaca dan menghitung. Hal ini dikarenakan kurang maksimalnya proses pembelajaran online selama pandemi.
“Kemarin pada saat kelas online, kami lihat para murid aktif, kami nilai itu sudah cukup bagus, tapi pada saat waktu pembelajaran tatap muka langsung, ternyata ada beberapa murid yang tidak bisa membaca dan menulis,” ucap Etilus kepada wartawan Kalteng Pos.
Etilus menyebut bahwa pihaknya menjalan program tambahan yang diperuntukkan bagi murid-murid yang kurang lancar dalam membaca dan menghitung. Yakni berupa kelas tambahan yang dilaksanakan setelah berakhirnya jam sekolah normal. Setelah program ini dijalankan, ternyata ada perkembangan yang terlihat pada murid-murid yang diikutkan dalam program ini.
Pengakuan yang sama juga disampaikan Sujianto selaku Kepala SDN 3 Bukit Tunggal. Menurutnya ada sekitar 20 persen murid yang mengalami hal demikian sebagai dampak kurangnya bimbingan intens guru selama diterapkannya pembelajaran online. Untuk itu pihaknya menjalankan kelas tambahan.
“Kami tidak bisa memungkiri ya, akibat diterapkan pembelajaran online, ada beberapa murid yang kurang lancar dalam membaca dan mengolah angka, karena itu kami mengadakan kelas tambahan untuk mereka,” ucap Sujianto yang juga merupakan Ketua PGRI Kota Palangka Raya.