Minggu, Mei 19, 2024
24.9 C
Palangkaraya

Zein Alitamara Mufthihati, Seniman Kota Cantik yang Mendunia

Ada cara tersendiri bagi Zein Alitamara Mufthihati menikmati musik pada setiap liriknya. Jika kebanyakan orang menikmati musik melalui suara, ia justru menikmati melalui mata.

ANISA BAHRIL WAHDAH, Palangka Raya

HOBINYA memang di bidang seni. Ia pun pernah menempuh pendidikan desain komunikasi visual (DKV) di Bina Nusantara (Binus) Jakarta. Kesehariannya tak lepas dari desain grafis, bidang yang ia geluti selama ini, khususnya poster.

Poster yang menjadi favoritnya bertemakan musik. Saat bekerja sehari-hari, ia sering mendengarkan music. Dari situ ia terinspirasi ingin menuangkan setiap lirik musik menjadi karya yang tidak lagi dinikmati dengan telinga, tapi melalui matanya.

Namun, saat ini ia mulai merambat pada isu-isu lingkungan dan budaya, mengingat Kalteng memiliki ragam kekayaan budaya, seperti musik dan lainnya. Kebanyakan budaya Kalteng dituangkan melalui karya seperti motif-motif. Kini ia mencoba hal lain, seperti pesan-pesan pada lagu Dayak yang dituangkan pada poster.

Baca Juga :  Akan Purna Tugas, PNS Sebaiknya Dilatih Kewirausahaan

Zein memang dibesarkan di keluarga yang memiliki hobi di bidang seni. Ayah, ibu, kakak, dan adiknya pun sama-sama mencintai seni. Tak heran semua karyanya begitu menyatu dengan jiwa. Karya tangannya pun sudah tersebar ke beberapa negara di dunia.

Kesukannya pada poster berawal dari tugas akhir menyelesaikan pendidikan pada 2014 lalu. Inspirasi awal bermula dari tugasnya yang membuat sebuah buku berisikan lagu-lagu Ebit G Ade yang dituangkan dalam bentuk visual yakni poster. Pengalaman ini menjadi salah satu awal mula ketertarikannya menikmati musik melalui poster.

Sejak kembali dari kuliah di Jakarta pada 2015 lalu, hingga saat ini kesehariannya masih mengoret-ngoret kanvas dan berkarya dari digitalisasi. Ia pulang ke Palangka Raya ingin mengenalkan poster kepada mayarakat Kota Cantik. Ia wujudkan dengan membuat studi kecil bernama Studio Kurik di dalam resto milik orang tuanya.

Baca Juga :  Launching Program Dinkes Kapuas Mendengar dan Melayani

“Ada ruangan kecil di dalam resto, sebelum pandemi terjadi, dari 2016 hingga 2019 saya aktif membuat kegiatan seni, berkolaborasi dengan seni bidang lainnya,” katanya saat dibincangi, belum lama ini.

Studio yang dibangunnya itu memang dikhususkan untuk pameran. Ia ingin memperkenalkan kepada masyarakat bahwa poster itu berbeda dengan lukisan. Lukisan lebih menonjolkan estetika, sementara poster memiliki pesan yang ingin disampaikan pada setiap gambarnya.

Ada cara tersendiri bagi Zein Alitamara Mufthihati menikmati musik pada setiap liriknya. Jika kebanyakan orang menikmati musik melalui suara, ia justru menikmati melalui mata.

ANISA BAHRIL WAHDAH, Palangka Raya

HOBINYA memang di bidang seni. Ia pun pernah menempuh pendidikan desain komunikasi visual (DKV) di Bina Nusantara (Binus) Jakarta. Kesehariannya tak lepas dari desain grafis, bidang yang ia geluti selama ini, khususnya poster.

Poster yang menjadi favoritnya bertemakan musik. Saat bekerja sehari-hari, ia sering mendengarkan music. Dari situ ia terinspirasi ingin menuangkan setiap lirik musik menjadi karya yang tidak lagi dinikmati dengan telinga, tapi melalui matanya.

Namun, saat ini ia mulai merambat pada isu-isu lingkungan dan budaya, mengingat Kalteng memiliki ragam kekayaan budaya, seperti musik dan lainnya. Kebanyakan budaya Kalteng dituangkan melalui karya seperti motif-motif. Kini ia mencoba hal lain, seperti pesan-pesan pada lagu Dayak yang dituangkan pada poster.

Baca Juga :  Akan Purna Tugas, PNS Sebaiknya Dilatih Kewirausahaan

Zein memang dibesarkan di keluarga yang memiliki hobi di bidang seni. Ayah, ibu, kakak, dan adiknya pun sama-sama mencintai seni. Tak heran semua karyanya begitu menyatu dengan jiwa. Karya tangannya pun sudah tersebar ke beberapa negara di dunia.

Kesukannya pada poster berawal dari tugas akhir menyelesaikan pendidikan pada 2014 lalu. Inspirasi awal bermula dari tugasnya yang membuat sebuah buku berisikan lagu-lagu Ebit G Ade yang dituangkan dalam bentuk visual yakni poster. Pengalaman ini menjadi salah satu awal mula ketertarikannya menikmati musik melalui poster.

Sejak kembali dari kuliah di Jakarta pada 2015 lalu, hingga saat ini kesehariannya masih mengoret-ngoret kanvas dan berkarya dari digitalisasi. Ia pulang ke Palangka Raya ingin mengenalkan poster kepada mayarakat Kota Cantik. Ia wujudkan dengan membuat studi kecil bernama Studio Kurik di dalam resto milik orang tuanya.

Baca Juga :  Launching Program Dinkes Kapuas Mendengar dan Melayani

“Ada ruangan kecil di dalam resto, sebelum pandemi terjadi, dari 2016 hingga 2019 saya aktif membuat kegiatan seni, berkolaborasi dengan seni bidang lainnya,” katanya saat dibincangi, belum lama ini.

Studio yang dibangunnya itu memang dikhususkan untuk pameran. Ia ingin memperkenalkan kepada masyarakat bahwa poster itu berbeda dengan lukisan. Lukisan lebih menonjolkan estetika, sementara poster memiliki pesan yang ingin disampaikan pada setiap gambarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/