Selasa, Mei 14, 2024
25.4 C
Palangkaraya

Rekonstruksi Pembunuhan Polisi di Kompleks Ponton

Kuasa Hukum Tersangka Pembunuh Polisi Antisipasi Adanya Intervensi

PALANGKA RAYA – Penyidik dari Satreskrim Polresta Palangka Raya menggelar rekonstruksi kasus penganiayaan yang berakibat tewasnya Aipda Andre Wibisono di Kompleks Ponton. Ada delapan orang tersangka yang dihadirkan untuk memperagakan adegan demi adegan yang dilaksanakan di Mapolresta Palangka Raya, Kamis (19/1).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Palangka Raya, Ananta Erwandhyaksa menyebutkan sebanyak 22 reka adegan dalam kasus pembunuhan polisi tersebut.

“Ada 22 reka adegan. Dalam visum itu ada diterangkan luka di kepala, di telinga leher dan mulut. Sudah sinkron dengan semua yang dilakukan oleh para tersangka,”ujarnya dikutip dari Prokalteng.co (Kalteng Pos Grup).

Dia menerangkan dari semua luka dari korban, memang ada tersangka yang memukul menggunakan palu dan tembakan jenis air sofgun. Dari kesimpulan visum, korban meninggal karena pendarahan hebat.

“Kesimpulan visum berbunyi korban meninggal karena pendarahan hebat. Artinya, akibat dari kekerasan tadi menimbulkan luka dan pendarahan sehingga meninggal karena kehabisan darah,” ujarnya.

Baca Juga :  Perusahaan Dituntut Siapkan Sumber Air Bersih

Erwan memandang dari rekonstruksi pertama hingga terakhir tak ada pidana pembunuhan berencana. Melainkan unsur penganiyaan yang dilakukan bersama-sama dalam Pasal 170 KUHP.

“Ancaman maksimal pidana penjara 10 tahun,”ungkapnya.

Sementara itu, Penasihat Hukum para tersangka, Sukah L Nyahun mengatakan rekonstruksi tersebut sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP). “Sesuai dengan BAP,”ucapnya.

Sukah juga meminta kepada penyidik agar pihak keluarga maupun rekan dari terdakwa dibatasi untuk berkunjung. Hal itu untuk menghindari intervensi-intervensi yang bisa mengganggu jalannya proses penyidikan.

Sukah berkaca pada kasus-kasus yang sebelum-sebelumnya ia tangani. Bagaimana intervensi dari pihak luar sangat-sangat menyulitkan dirinya ketika berada di persidangan.

“Saat BAP nanti kami akan mendampingi terus. Jangan salah prasangka, saya mendampingi agar tidak ada intervensi, baik penyidik maupun dari keluarga,” imbuhnya.
Untuk diketahui, Kapolresta Palangka Raya Kombes Pol Budi Santosa saat itu mengatakan, ada delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan berujung tewasnya anggota kepolisian.

Baca Juga :  Kapolres Kobar : Pencuri Handphone, Kok Viralnya Jadi Penculik Anak

Dari hasil pendalaman, lanjut Budi, diketahui jika motif pembunuhan itu diawali dengan cek cok antara korban dan salah satu pelaku. Sebelum akhirnya terjadi pengeroyokan.

“Hasil keterangan dari pelaku dan saksi-saksi, kami penyidik mendapatkan kronologis awal. Di mana korban Andre Wibisono datang ke lokasi, kemudian meminta uang dan sabu,” tambahnya.

Uang Rp500 ribu dan sabu seberat 0,5 gram sudah diberi dan diterima oleh korban. Tapi, setelah itu masih ada cekcok antara salah satu pelaku yang menjaga loket dan korban.

“Lalu, pelaku-pelaku lain turut menganiaya,”ungkapnya.(hfz/kpg/ram)

PALANGKA RAYA – Penyidik dari Satreskrim Polresta Palangka Raya menggelar rekonstruksi kasus penganiayaan yang berakibat tewasnya Aipda Andre Wibisono di Kompleks Ponton. Ada delapan orang tersangka yang dihadirkan untuk memperagakan adegan demi adegan yang dilaksanakan di Mapolresta Palangka Raya, Kamis (19/1).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Palangka Raya, Ananta Erwandhyaksa menyebutkan sebanyak 22 reka adegan dalam kasus pembunuhan polisi tersebut.

“Ada 22 reka adegan. Dalam visum itu ada diterangkan luka di kepala, di telinga leher dan mulut. Sudah sinkron dengan semua yang dilakukan oleh para tersangka,”ujarnya dikutip dari Prokalteng.co (Kalteng Pos Grup).

Dia menerangkan dari semua luka dari korban, memang ada tersangka yang memukul menggunakan palu dan tembakan jenis air sofgun. Dari kesimpulan visum, korban meninggal karena pendarahan hebat.

“Kesimpulan visum berbunyi korban meninggal karena pendarahan hebat. Artinya, akibat dari kekerasan tadi menimbulkan luka dan pendarahan sehingga meninggal karena kehabisan darah,” ujarnya.

Baca Juga :  Perusahaan Dituntut Siapkan Sumber Air Bersih

Erwan memandang dari rekonstruksi pertama hingga terakhir tak ada pidana pembunuhan berencana. Melainkan unsur penganiyaan yang dilakukan bersama-sama dalam Pasal 170 KUHP.

“Ancaman maksimal pidana penjara 10 tahun,”ungkapnya.

Sementara itu, Penasihat Hukum para tersangka, Sukah L Nyahun mengatakan rekonstruksi tersebut sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP). “Sesuai dengan BAP,”ucapnya.

Sukah juga meminta kepada penyidik agar pihak keluarga maupun rekan dari terdakwa dibatasi untuk berkunjung. Hal itu untuk menghindari intervensi-intervensi yang bisa mengganggu jalannya proses penyidikan.

Sukah berkaca pada kasus-kasus yang sebelum-sebelumnya ia tangani. Bagaimana intervensi dari pihak luar sangat-sangat menyulitkan dirinya ketika berada di persidangan.

“Saat BAP nanti kami akan mendampingi terus. Jangan salah prasangka, saya mendampingi agar tidak ada intervensi, baik penyidik maupun dari keluarga,” imbuhnya.
Untuk diketahui, Kapolresta Palangka Raya Kombes Pol Budi Santosa saat itu mengatakan, ada delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan berujung tewasnya anggota kepolisian.

Baca Juga :  Kapolres Kobar : Pencuri Handphone, Kok Viralnya Jadi Penculik Anak

Dari hasil pendalaman, lanjut Budi, diketahui jika motif pembunuhan itu diawali dengan cek cok antara korban dan salah satu pelaku. Sebelum akhirnya terjadi pengeroyokan.

“Hasil keterangan dari pelaku dan saksi-saksi, kami penyidik mendapatkan kronologis awal. Di mana korban Andre Wibisono datang ke lokasi, kemudian meminta uang dan sabu,” tambahnya.

Uang Rp500 ribu dan sabu seberat 0,5 gram sudah diberi dan diterima oleh korban. Tapi, setelah itu masih ada cekcok antara salah satu pelaku yang menjaga loket dan korban.

“Lalu, pelaku-pelaku lain turut menganiaya,”ungkapnya.(hfz/kpg/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/