Senin, Mei 20, 2024
25.3 C
Palangkaraya

Kejati Kalteng Gelar Webinar, Menyerap Kearifan Lokal Dalam Penyelesaian Konflik

PALANGKA RAYA-Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Tangah (Kalteng) Iman Wijaya SH MHum, Rabu 13 Juli 2022 membuka webinar yang dilakukan secara daring dengan tema Restorative Justice, Menyerap Kearifan Lokal Penyelesaian Konflik di Kalteng dilaksanakan dalam rangka rangkaian acara memperingati Hari Besar Adhyaksa ke 62 tanggal 22 Juli 2022.

Kajati menyampaikan webinar dilaksanakan alam rangka mewujudukan keadilan substansial serta penegakan hukum yang arif bijaksana maka perlu evaluasi, masukan, aspirasi sesuai kearifan lokal yang tumbuh dalam masyarakat di Kalteng. Lebih lanjut Kajati dihadapan peserta webinar lebih kurang 350 orang menegaskan Webinar merupakan bentuk sosialisasi atas penegakan hukum berkeadilan yang telah dilaksanakan oleh kejaksaan sejak Juli 2020 melalui program penghentian penuntutan perkara pidana melalui restorative justice sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.

“Restorative justice dimaksudkan sebagai penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan,” kata Kajati Kalteng Iman Wijaya SH MHum.

Dr Erianto N.SH MH selaku ketua panitia webinar sekaligus sebagai moderator menyampaikan bahwa kegiatan webinar menghadirkan narasumber yang sangat berkompeten dalam adat dayak, adat banjar serta dari internal kejaksaan dengan peserta terdiri dari perwakilan seluruh perguruan tinggi, mahasiswa, organisasi sosial masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi mahasiswa dan pemuda, jajaran kepolisian, jajaran kejaksaan, jajaran pengadilan, jajaran pemerintah daerah, jajajaran legislatif, jajaran kemenkumham yang membawahi lapas dan rutan, kantor pengacara se-Kalimantan Tengah serta masyarakat luas.

Baca Juga :  Kejari Kapuas Bermental Juara

Prof Drs Kumpiady Widen MA Ph.D selaku Guru Besar Sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangka Raya sekaligus tokoh adat dayak Kalimantan Tengah memaparkan terkait falsafah huma betang sebagai simbol kesatuan dan persaudaraan orang dayak dimana dalam penyelesaian sengketa ada peran utama dari Wali Asbah di tingkat keluarga, Mantri Adat tingkat desa serta Damang tingkat kecamatan yang dilakukan secara berjenjang.

Penyelesaian konflik menekankan cara mufakat menemukan win win solution bukan menghukum dan bila telah tercapai kesepakatan dilakukan upacara adat sebagai wujud rekonsiliasi. Oleh karena itu perlu untuk mengkaji peran tokoh adat dan lembaga adat dayak dalam mengoptimalkan penegakan hukum. 

Sementara Prof Dr. Ibnu Elmi A.S. Pelu, SH.MH Selaku Guru Besar Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya yang juga menulis buku terkait penyelesaian konflik adant banjar mengulas istilah “adat badamai” adat banjar yang telah ada dikenal  dalam undang undang Sultan Adam sejak tahun 1835 sebagai bentuk penyelesaian konflik yang dilakukan oleh Tatuha Kampung, kecamatan secara berjenjang. Adat badamai berkembang dengan baik pada masa Syeikh Muhammad Arsyad Di Keraton Martapura yang merujuk pada internalisasi ajaran islam dalam kitab kuning berupa “muwafakah” atau sepakat. penyelesaian badamai lebih mengedepankan aspek moral sebagai win win solution secara musyawarah bahkan berujung pada membangun persaudaraan disempurnakan dengan sukuran selamatan. Karena itu kunci penegakan hukum di kalteng adalah kenali tokoh adat dan budaya mereka.

Baca Juga :  Demi Kedamaian, Jaksa Agung Luncurkan Rumah Restorative Justice

Sementara Riki Sapta Tarigan,SH.M.Hum. Selaku asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah sebagai pembicara internal yang tampil paling awal menguraikan terkait konsep dan pelaksanaan restorative justice yang sudah dilakukan oleh kejaksaan sejak juli 2020 yang merupakan wujud dari asas oportunitas yang dimiliki oleh penuntut umum sesuai KUHAP. Ada kriteria yang jelas dalam melakukan RJ sehingga semua langkah penghentian perkara menjadi terukur dan transparan yang intinya bagaimana terwujud pengembalian kondisi semua antara pelaku dan korban serta masyarakat.

Kegiatan berjalan dengan antusias pertanyaan dari peserta dari kalangan perguruan tinggi, penasehat hukum termasuk dari sesama penegak hukum sendiri. Karena itu Kajati Kalteng Iman Wijaya SH. M.Hum saat menutup acara webinar mengucapkan banyak terima kasih kepada nara sumber serta antusias semua peserta dan semoga bermanfaat untuk penegakan hukum yang lebih berkeadilan dimasa mendatang. (hms/ala/ko)

PALANGKA RAYA-Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Tangah (Kalteng) Iman Wijaya SH MHum, Rabu 13 Juli 2022 membuka webinar yang dilakukan secara daring dengan tema Restorative Justice, Menyerap Kearifan Lokal Penyelesaian Konflik di Kalteng dilaksanakan dalam rangka rangkaian acara memperingati Hari Besar Adhyaksa ke 62 tanggal 22 Juli 2022.

Kajati menyampaikan webinar dilaksanakan alam rangka mewujudukan keadilan substansial serta penegakan hukum yang arif bijaksana maka perlu evaluasi, masukan, aspirasi sesuai kearifan lokal yang tumbuh dalam masyarakat di Kalteng. Lebih lanjut Kajati dihadapan peserta webinar lebih kurang 350 orang menegaskan Webinar merupakan bentuk sosialisasi atas penegakan hukum berkeadilan yang telah dilaksanakan oleh kejaksaan sejak Juli 2020 melalui program penghentian penuntutan perkara pidana melalui restorative justice sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.

“Restorative justice dimaksudkan sebagai penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan,” kata Kajati Kalteng Iman Wijaya SH MHum.

Dr Erianto N.SH MH selaku ketua panitia webinar sekaligus sebagai moderator menyampaikan bahwa kegiatan webinar menghadirkan narasumber yang sangat berkompeten dalam adat dayak, adat banjar serta dari internal kejaksaan dengan peserta terdiri dari perwakilan seluruh perguruan tinggi, mahasiswa, organisasi sosial masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi mahasiswa dan pemuda, jajaran kepolisian, jajaran kejaksaan, jajaran pengadilan, jajaran pemerintah daerah, jajajaran legislatif, jajaran kemenkumham yang membawahi lapas dan rutan, kantor pengacara se-Kalimantan Tengah serta masyarakat luas.

Baca Juga :  Kejari Kapuas Bermental Juara

Prof Drs Kumpiady Widen MA Ph.D selaku Guru Besar Sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangka Raya sekaligus tokoh adat dayak Kalimantan Tengah memaparkan terkait falsafah huma betang sebagai simbol kesatuan dan persaudaraan orang dayak dimana dalam penyelesaian sengketa ada peran utama dari Wali Asbah di tingkat keluarga, Mantri Adat tingkat desa serta Damang tingkat kecamatan yang dilakukan secara berjenjang.

Penyelesaian konflik menekankan cara mufakat menemukan win win solution bukan menghukum dan bila telah tercapai kesepakatan dilakukan upacara adat sebagai wujud rekonsiliasi. Oleh karena itu perlu untuk mengkaji peran tokoh adat dan lembaga adat dayak dalam mengoptimalkan penegakan hukum. 

Sementara Prof Dr. Ibnu Elmi A.S. Pelu, SH.MH Selaku Guru Besar Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya yang juga menulis buku terkait penyelesaian konflik adant banjar mengulas istilah “adat badamai” adat banjar yang telah ada dikenal  dalam undang undang Sultan Adam sejak tahun 1835 sebagai bentuk penyelesaian konflik yang dilakukan oleh Tatuha Kampung, kecamatan secara berjenjang. Adat badamai berkembang dengan baik pada masa Syeikh Muhammad Arsyad Di Keraton Martapura yang merujuk pada internalisasi ajaran islam dalam kitab kuning berupa “muwafakah” atau sepakat. penyelesaian badamai lebih mengedepankan aspek moral sebagai win win solution secara musyawarah bahkan berujung pada membangun persaudaraan disempurnakan dengan sukuran selamatan. Karena itu kunci penegakan hukum di kalteng adalah kenali tokoh adat dan budaya mereka.

Baca Juga :  Demi Kedamaian, Jaksa Agung Luncurkan Rumah Restorative Justice

Sementara Riki Sapta Tarigan,SH.M.Hum. Selaku asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah sebagai pembicara internal yang tampil paling awal menguraikan terkait konsep dan pelaksanaan restorative justice yang sudah dilakukan oleh kejaksaan sejak juli 2020 yang merupakan wujud dari asas oportunitas yang dimiliki oleh penuntut umum sesuai KUHAP. Ada kriteria yang jelas dalam melakukan RJ sehingga semua langkah penghentian perkara menjadi terukur dan transparan yang intinya bagaimana terwujud pengembalian kondisi semua antara pelaku dan korban serta masyarakat.

Kegiatan berjalan dengan antusias pertanyaan dari peserta dari kalangan perguruan tinggi, penasehat hukum termasuk dari sesama penegak hukum sendiri. Karena itu Kajati Kalteng Iman Wijaya SH. M.Hum saat menutup acara webinar mengucapkan banyak terima kasih kepada nara sumber serta antusias semua peserta dan semoga bermanfaat untuk penegakan hukum yang lebih berkeadilan dimasa mendatang. (hms/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/