Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (5)
Lokasi budi daya lebah madu milik Yoanes Budiyana menjadi rujukan banyak orang. Mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga kelompok tani dari daerah pelosok. Tak hanya madu yang dibawa pulang, tapi ilmu membudidayakannya juga didapatkan.
AGUS PRAMONO, Palangka Raya
PULUHAN kotak yang merupakan sarang lebah madu mellifera dan madu kelulut berjejer di lahan seluas dua kali lapangan bola voli. Koloni-koloni lebah silih berganti keluar masuk sarang. Di sekitarnya, beranega ragam tanaman tumbuh subur. Ranting-rantingnya bergelantungan. Lebah berwarna kuning hitam itu hinggap di bunga telang berwarna ungu.
Suasana asri itu menjadi faktor pendukung berkembangnya populasi lebah madu yang dibudidayakan. Ya, karena tanaman-tanaman itu merupakan sumber makanan bagi lebah madu. Untuk hidup dan berkembang biak, lebah madu membutuhkan makanan berupa nektar dan serbuk sari.
Beberapa hari lalu saya (penulis, red) berkunjung ke lokasi budi daya lebah madu milik Yoanes Budiyana. Letaknya di Jalan Bereng Bengkel, Kelurahan Kalampangan. Berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Palangka Raya. Kurang lebih 30 menit perjalanan jika ditempuh dengan sepeda motor.
Must Yoan Farm Borneo Mellifera nama produknya. Ada bermacam-macam. Dipajang di dalam etalase rumah kayu yang dijadikan tempat duduk pengunjung. Ada madu mellifera, madu kelulut, madu hitam, dan madu wine atau madu yang sudah difermentasi selama satu hingga tiga tahun. Harganya bervariasi. Mulai dari Rp50 ribu hingga Rp300 ribu. Tergantung ukuran dan jenis madu.
Kemasan produk juga tampak menarik. Ada gambar Pulau Kalimantan yang diberi warna hitam. Sementara pada area Kalteng dikasih warna oranye. Sepintas melihat, orang akan langsung paham jika produk madu itu berasal dari Bumi Tambun Bungai.
“Untuk persebaran produk, selain di Palangka Raya dan Kalteng, juga sudah mencapai kota-kota besar di Pulau Jawa,” ujar Budiyana seraya bersiap mendampingi pengunjung yang datang.
Kebetulan saat itu ada dua mahasiswa dan sekelompok warga dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito, Kapuas, Kahayan, dan Rungan berkunjung. Mereka ingin melihat langsung cara yang baik dan benar membudidayakan madu.
Budiyana tak pelit untuk berbagi ilmu. Ia menjelaskan dengan detail proses pembudidayaan. Mulai dari membuat koloni hingga pengemasan produk. Jika ada yang bertanya, dijawabnya dengan penjelasan panjang lebar.
Bahkan tamu yang datang berkesempatan melihat langsung cara memanen madu kelulut. Bonusnya, mereka bisa mengisap madu dari kantong-kantong madu dengan menggunakan sedotan.
“Ini adalah pelayanan kami kepada para pengunjung yang datang. Kami ingin tamu tak hanya membeli, tapi juga bisa melihat langsung lebah madu beraktivitas di sarangnya. Dengan begitu pengunjung pasti akan puas. Tak hanya membawa pulang produk, tapi juga membawa pengetahuan terkait lebah penghasil madu,” beber pria berkumis tipis itu.
Budi daya madu milik Budiyana sudah mendapat sertifikat Kelompok Tani Hutan (KTH) kelas utama dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng. Budiyana juga membuka pelatihan budi daya lebah madu bagi orang-orang yang berminat. Entah dari kalangan pelajar, mahasiswa, maupun kelompok tani.
Tidak sedikit dari mereka yang sudah berhasil menjadi pembudi daya lebah madu, baik kelulut maupun mellifera. Pria kelahiran Semarang itu tidak merasa tersaingi dengan bermunculannya pembudi daya lebah madu di Palangka Raya maupun sekitar. Ia malah bersyukur dan senang, karena mereka yang sebelumnya menimba ilmu darinya, bisa mandiri membuka usaha budi daya lebah madu.
“Saya pribadi sangat senang, ilmu dan pengalaman yang didapatkan di tempat saya bisa dipraktikkan orang lain, bahkan bisa membuka peluang rezeki bagi mereka,” ujarnya.
“Saya tak merasa tersaingi atau khawatir omzet saya turun. Saya malah terbantu dengan kehadiran mereka. Karena kalau kurang pasokan madu, saya bisa ambil dari rekan-rekan binaan,” tambah pria berusia 44 tahun itu.
Budiyana mulai merintis usaha budi daya lebah madu sejak 2014 lalu. Dua tahun sebelumnya (2012) ia pernah bekerja sambil belajar di lokasi budi daya lebah madu di Temanggung, Jawa Tengah.
Setelah merasa ilmu yang didapatkannya mencukupi, satu kotak berisi lebah ratu dan koloni dibawanya menyeberang laut Jawa menuju Kalteng. Dipelihara dengan telaten. Tidak hanya coba-coba. Alhasil kini sudah ada 50 “istana” lebah ratu. Budiyana mengepakkan usahanya. Merangkul orang lain yang menjadi pembudi daya lebah madu sebagai mitra.
Menurutnya, nilai jual madu sangat tergantung kualitas madu. Karena itu, Budiyana sangat memperhatikan sumber makanan bagi para lebah pekerja. Karena nektar bunga berpengaruh dengan rasa madu yang dihasilkan. Berkaneka tanaman berbunga ditanamnya. Seperti akasia, bunga air mata pengantin, bunga kertas, bunga mata-hari, serta berbagai macam jenis sayuran. Ia juga menyebut bahwa air gambut sangat berpengaruh terhadap kualitas madu. Bahkan hal itu dijadikan kelebihan.
“Ciri khas madu kami atau madu Kalteng, madu bisa beraneka rasa. Ada manisnya, ada asamnya, dan ada pahit-pahitnya. Kalau madu Jawa, biasanya hanya satu rasa, manis saja,” ujarnya.
Budiyana menjamin madu yang diproduksinya tidak dicampur pemanis buatan. Para pengunjung bisa mengetes langsung.
Selain itu, madu hasil budi dayanya juga sudah mendapat sertifikat halal dan perizinan. Kualitasnya sudah tentu terjamin. Produknya sudah dapat ditemui di gerai UMKM yang ada di Palangka Raya dan marketplace. Bahkan pasarannya sampai ke kota-kota besar di Pulau Jawa. (ce/ram/ko)