Minggu, Maret 9, 2025
22.8 C
Palangkaraya

Ahmad Nur Azmi, Generasi Muda Mencintai Al-Qur'an sejak Dini (5)

Murottal Diputar hingga Subuh, Kini Nur Azmi Hafal Enam Juz

Pada usia yang baru menginjak 12 tahun, Ahmad Nur Azmi telah mencapai sesuatu yang luar biasa. Saat ini ia telah menghafal enam juz Al-Qur’an, dengan target menambah empat juz lagi dalam waktu satu tahun. 

 

DHEA UMILATI, Palangka Raya 

 

BAGI Azmi, menghafal bukanlah hal yang mudah, terutama pada era digital saat ini yang penuh distraksi. “Susahnya menghafal itu karena sudah kenal ponsel, jadi sering hilang fokus kalau sudah keasyikan,” ujar Azmi sambil terkekeh saat berbincang dengan Kalteng Pos, Senin (3/3/2025).

Meski begitu, ia tetap berusaha konsisten. Tiap hari di rumah, ia mengulang hafalan sendirian. Terkadang sambil mendengarkan murotal agar lebih mudah mengingat.

Perjalanan hafalan Azmi bukan dimulai tiba-tiba. Ayahnya, Ahmad Bajuri, yang bekerja di Kementerian Agama dan sering terlibat dalam penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), mengenalkan anak-anaknya pada dunia mengaji sejak dini.

“Awalnya karena saya sering membawa anak-anak lomba MTQ. Azmi jadi punya ketertarikan untuk mengaji. Kebetulan saya juga bertetangga dengan pemilik Yayasan Raisa Al Fakhira, yang waktu itu sedang mendirikan tempat mengaji kecil untuk anak-anak. Masih sedikit yang belajar di sana, hanya tujuh atau delapan anak, tetapi sebulan kemudian makin banyak. Dari situ, Azmi mulai tertarik belajar lebih dalam,” cerita sang ayah.

Baca Juga :  KKB Inisiasi Penerbitan Al-Qur’an Terjemahan Bakumpai

Azmi belajar pertama kali di Yayasan yang berada di Jala Meranti Palangka Raya saat usianya baru empat tahun, bahkan sebelum masuk sekolah formal.

Saat itu, yayasan masih berupa rumah biasa, belum memiliki bangunan seperti sekarang. Di tempat ini, ia mulai mengenal huruf hijaiyah, belajar makharijul huruf, mengaji tilawati, hingga perlahan-lahan mulai menghafal juz 30.

Metode belajar di yayasan tersebut cukup unik. Tidak ada paksaan untuk menghafal secara cepat. Anak-anak lebih difokuskan untuk memahami cara membaca Al-Qur’an dengan baik.

“Yang penting mereka paham dahulu cara membaca dan makharijul hurufnya. Jadi nanti kalau mau melanjutkan ke pesantren, hafalan bisa lebih mudah,” tambah ayahnya.

Di rumah, anak berusia 12 tahun ini juga memiliki cara sendiri untuk menguatkan hafalan. Karena aktivitas sehari-hari yang cukup padat, sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan mengaji orang tuanya tidak terlalu menekan hafalan secara langsung.

Baca Juga :  Perdana, Kalteng Ekspor Tanaman Hias

Sebagai gantinya, tiap malam murotal Al-Qur’an selalu diputar hingga subuh. Dengan terus mendengarkan ayat-ayat suci, Azmi jadi lebih mudah menghafal tanpa merasa terbebani.

Metode ini ternyata cukup berhasil. Setelah enam tahun belajar di Yayasan Raisa Al Fakhira, Azmi sudah dua kali diwisuda. Wisuda pertamanya saat ia menyelesaikan tiga juz, dan kedua saat mencapai enam juz.

Tentu saja, perjalanannya belum selesai. Setelah lulus dari MI, Azmi berencana melanjutkan pendidikan di pesantren tahfiz agar bisa menuntaskan hafalan 30 juz. Awalnya, keputusan untuk menghafal Al-Qur’an merupakan arahan orang tua. Namun, kini Azmi menjalaninya dengan ikhlas dan penuh semangat.

“Kalau sudah selesai 10 juz, pengennya lanjut terus sampai 30 juz, tetapi murajaah-nya memang susah,” ungkap Azmi jujur.

Sang ayah pun berharap Azmi bisa terus melanjutkan perjalanannya menghafal Al-Qur’an.

“Kami berupaya memasukkannya ke pesantren setelah ini, supaya bisa menyelesaikan hafalan 30 juz dengan baik,” harap Bajuri. (bersambung/ce/ala)

 

Pada usia yang baru menginjak 12 tahun, Ahmad Nur Azmi telah mencapai sesuatu yang luar biasa. Saat ini ia telah menghafal enam juz Al-Qur’an, dengan target menambah empat juz lagi dalam waktu satu tahun. 

 

DHEA UMILATI, Palangka Raya 

 

BAGI Azmi, menghafal bukanlah hal yang mudah, terutama pada era digital saat ini yang penuh distraksi. “Susahnya menghafal itu karena sudah kenal ponsel, jadi sering hilang fokus kalau sudah keasyikan,” ujar Azmi sambil terkekeh saat berbincang dengan Kalteng Pos, Senin (3/3/2025).

Meski begitu, ia tetap berusaha konsisten. Tiap hari di rumah, ia mengulang hafalan sendirian. Terkadang sambil mendengarkan murotal agar lebih mudah mengingat.

Perjalanan hafalan Azmi bukan dimulai tiba-tiba. Ayahnya, Ahmad Bajuri, yang bekerja di Kementerian Agama dan sering terlibat dalam penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), mengenalkan anak-anaknya pada dunia mengaji sejak dini.

“Awalnya karena saya sering membawa anak-anak lomba MTQ. Azmi jadi punya ketertarikan untuk mengaji. Kebetulan saya juga bertetangga dengan pemilik Yayasan Raisa Al Fakhira, yang waktu itu sedang mendirikan tempat mengaji kecil untuk anak-anak. Masih sedikit yang belajar di sana, hanya tujuh atau delapan anak, tetapi sebulan kemudian makin banyak. Dari situ, Azmi mulai tertarik belajar lebih dalam,” cerita sang ayah.

Baca Juga :  KKB Inisiasi Penerbitan Al-Qur’an Terjemahan Bakumpai

Azmi belajar pertama kali di Yayasan yang berada di Jala Meranti Palangka Raya saat usianya baru empat tahun, bahkan sebelum masuk sekolah formal.

Saat itu, yayasan masih berupa rumah biasa, belum memiliki bangunan seperti sekarang. Di tempat ini, ia mulai mengenal huruf hijaiyah, belajar makharijul huruf, mengaji tilawati, hingga perlahan-lahan mulai menghafal juz 30.

Metode belajar di yayasan tersebut cukup unik. Tidak ada paksaan untuk menghafal secara cepat. Anak-anak lebih difokuskan untuk memahami cara membaca Al-Qur’an dengan baik.

“Yang penting mereka paham dahulu cara membaca dan makharijul hurufnya. Jadi nanti kalau mau melanjutkan ke pesantren, hafalan bisa lebih mudah,” tambah ayahnya.

Di rumah, anak berusia 12 tahun ini juga memiliki cara sendiri untuk menguatkan hafalan. Karena aktivitas sehari-hari yang cukup padat, sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan mengaji orang tuanya tidak terlalu menekan hafalan secara langsung.

Baca Juga :  Perdana, Kalteng Ekspor Tanaman Hias

Sebagai gantinya, tiap malam murotal Al-Qur’an selalu diputar hingga subuh. Dengan terus mendengarkan ayat-ayat suci, Azmi jadi lebih mudah menghafal tanpa merasa terbebani.

Metode ini ternyata cukup berhasil. Setelah enam tahun belajar di Yayasan Raisa Al Fakhira, Azmi sudah dua kali diwisuda. Wisuda pertamanya saat ia menyelesaikan tiga juz, dan kedua saat mencapai enam juz.

Tentu saja, perjalanannya belum selesai. Setelah lulus dari MI, Azmi berencana melanjutkan pendidikan di pesantren tahfiz agar bisa menuntaskan hafalan 30 juz. Awalnya, keputusan untuk menghafal Al-Qur’an merupakan arahan orang tua. Namun, kini Azmi menjalaninya dengan ikhlas dan penuh semangat.

“Kalau sudah selesai 10 juz, pengennya lanjut terus sampai 30 juz, tetapi murajaah-nya memang susah,” ungkap Azmi jujur.

Sang ayah pun berharap Azmi bisa terus melanjutkan perjalanannya menghafal Al-Qur’an.

“Kami berupaya memasukkannya ke pesantren setelah ini, supaya bisa menyelesaikan hafalan 30 juz dengan baik,” harap Bajuri. (bersambung/ce/ala)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/