Rabu, Maret 12, 2025
24.7 C
Palangkaraya

Muhammad Hafizi, Generasi Muda yang Mencintai Al-Qur'an sejak Dini (11)

Bertekad Hafal 30 Juz, Fizi Kejar Cita-Cita Mulia

Muhammad Hafizi merupakan penghafal Al-Quran sejak usia dini. Bahkan ia meminta izin secara khusus kepada sang ibu untuk dimasukkan ke pondok pesantren (ponpes), sehingga hafalannya makin mantap. 

DHEA UMILATI, Palangka Raya 

DI sebuah ruang kelas kecil, suara lantunan ayat suci terdengar lirih. Seorang bocah berpeci putih duduk bersila.

Jemarinya perlahan mengikuti baris-baris ayat yang dibaca dari mushaf kecil di tangannya.

Matanya berbinar penuh semangat. Sesekali bibirnya komat-kamit mengulang hafalan. Namanya Muhammad Hafizi, santri cilik berusia 8 tahun yang kini telah menghafal 2,5 juz Al-Qur’an.

Pada usianya yang masih begitu belia, Fizi, begitu ia akrab disapa, sudah memilih jalan hidupnya sendiri. Ia tinggal di Ponpes Hidayatul Insan, dan saat ini duduk di bangku kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah (MI). Bersekolah di sana bukanlah paksaan orang tua, melainkan keinginannya sendiri.

“Masuk pondok dan menghafal Al-Qur’an itu mau aku sendiri, aku yang minta sama mama,” ucapnya sambil memainkan jemari saat dibincangi Kalteng Pos, Rabu (5/3/2025).

Tak seperti kebanyakan anak seusianya yang lebih akrab dengan gawai dan permainan, Fizi justru lebih tekun menghafal Al-Qur’an. Bukan karena tak suka bermain, tetapi karena hatinya telah terpaut dengan ayat-ayat suci.

Baca Juga :  Selain Hafal 2 Juz, Sastra Gemar Karate dan Panjat Tebing

“Aku masuk pondok biar bisa baca Al-Qur’an terus. Soalnya selama masih di rumah aku sering nonton YouTube, jadi pengen baca Al-Qur’an aja terus,” tuturnya polos.

Ia mengakui, menghafal bukan sesuatu yang sulit baginya.

“Enggak susah kok, soalnya aku suka,” ucapnya ringan.

Namun, layaknya anak-anak lain, Fizi juga tidak lepas dari godaan untuk bermain, sehingga membuat hafalannya sedikit terganggu.

“Kalau kebanyakan main, jadi sedikit waktu buat menghafal, apalagi kalau diajak main bola,” katanya sambil terkekeh.

Di pesantren, waktu bermain memang terbatas. Namun, bukan berarti tak ada kesempatan untuk bersenda gurau dengan teman-teman.

Di antara jam-jam hafalan dan belajar, ia masih sempat berlarian di halaman, tertawa lepas, atau sekadar bercanda dengan sesama santri.

“Kalau sudah malam, aku paling suka menghafal. Soalnya ada ustazah yang nungguin, jadi semangat,” terangnya malu-malu.

Baca Juga :  Melihat Potensi Peternakan di Bumi Tambun Bungai

Meski sudah terbiasa tinggal di pondok, bukan berarti ia tidak merindukan rumah. Orang tuanya masih sering datang menjenguk, membawakannya pakaian, jajanan, hingga sandal.

“Sandal aku sering hilang, Kak. Jadi kalau dijenguk, sekalian nitip sandal,” ungkapnya sambil tertawa kecil.

Kedekatannya dengan orang tua membuatnya makin semangat menjalani hari-harinya di pondok. Ia tahu, keluarganya sangat mendukung keinginannya untuk menjadi hafiz. Itu pula yang membuatnya tak pernah merasa terbebani.

Bocah yang lahir dan besar di Palangka Raya ini punya cita-cita yang unik. Bukan hanya ingin menjadi hafiz 30 juz, tapi juga seorang pemadam kebakaran.

“Saya ingin jadi pemadam kebakaran, karena aku mau bantu orang lain. Kalau menjadi penghafal Al-Qur’an itu karena aku suka menghafal,” ucapnya penuh keyakinan.

Dua impian yang terdengar kontras. Namun, bagi Fizi tak ada yang mustahil. Ia ingin menjadi seseorang yang bermanfaat, baik untuk dunia maupun akhirat.

“Aku yakin bisa kalau aku berusaha,” tandasnya. (bersambung/ce/ala)

Muhammad Hafizi merupakan penghafal Al-Quran sejak usia dini. Bahkan ia meminta izin secara khusus kepada sang ibu untuk dimasukkan ke pondok pesantren (ponpes), sehingga hafalannya makin mantap. 

DHEA UMILATI, Palangka Raya 

DI sebuah ruang kelas kecil, suara lantunan ayat suci terdengar lirih. Seorang bocah berpeci putih duduk bersila.

Jemarinya perlahan mengikuti baris-baris ayat yang dibaca dari mushaf kecil di tangannya.

Matanya berbinar penuh semangat. Sesekali bibirnya komat-kamit mengulang hafalan. Namanya Muhammad Hafizi, santri cilik berusia 8 tahun yang kini telah menghafal 2,5 juz Al-Qur’an.

Pada usianya yang masih begitu belia, Fizi, begitu ia akrab disapa, sudah memilih jalan hidupnya sendiri. Ia tinggal di Ponpes Hidayatul Insan, dan saat ini duduk di bangku kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah (MI). Bersekolah di sana bukanlah paksaan orang tua, melainkan keinginannya sendiri.

“Masuk pondok dan menghafal Al-Qur’an itu mau aku sendiri, aku yang minta sama mama,” ucapnya sambil memainkan jemari saat dibincangi Kalteng Pos, Rabu (5/3/2025).

Tak seperti kebanyakan anak seusianya yang lebih akrab dengan gawai dan permainan, Fizi justru lebih tekun menghafal Al-Qur’an. Bukan karena tak suka bermain, tetapi karena hatinya telah terpaut dengan ayat-ayat suci.

Baca Juga :  Selain Hafal 2 Juz, Sastra Gemar Karate dan Panjat Tebing

“Aku masuk pondok biar bisa baca Al-Qur’an terus. Soalnya selama masih di rumah aku sering nonton YouTube, jadi pengen baca Al-Qur’an aja terus,” tuturnya polos.

Ia mengakui, menghafal bukan sesuatu yang sulit baginya.

“Enggak susah kok, soalnya aku suka,” ucapnya ringan.

Namun, layaknya anak-anak lain, Fizi juga tidak lepas dari godaan untuk bermain, sehingga membuat hafalannya sedikit terganggu.

“Kalau kebanyakan main, jadi sedikit waktu buat menghafal, apalagi kalau diajak main bola,” katanya sambil terkekeh.

Di pesantren, waktu bermain memang terbatas. Namun, bukan berarti tak ada kesempatan untuk bersenda gurau dengan teman-teman.

Di antara jam-jam hafalan dan belajar, ia masih sempat berlarian di halaman, tertawa lepas, atau sekadar bercanda dengan sesama santri.

“Kalau sudah malam, aku paling suka menghafal. Soalnya ada ustazah yang nungguin, jadi semangat,” terangnya malu-malu.

Baca Juga :  Melihat Potensi Peternakan di Bumi Tambun Bungai

Meski sudah terbiasa tinggal di pondok, bukan berarti ia tidak merindukan rumah. Orang tuanya masih sering datang menjenguk, membawakannya pakaian, jajanan, hingga sandal.

“Sandal aku sering hilang, Kak. Jadi kalau dijenguk, sekalian nitip sandal,” ungkapnya sambil tertawa kecil.

Kedekatannya dengan orang tua membuatnya makin semangat menjalani hari-harinya di pondok. Ia tahu, keluarganya sangat mendukung keinginannya untuk menjadi hafiz. Itu pula yang membuatnya tak pernah merasa terbebani.

Bocah yang lahir dan besar di Palangka Raya ini punya cita-cita yang unik. Bukan hanya ingin menjadi hafiz 30 juz, tapi juga seorang pemadam kebakaran.

“Saya ingin jadi pemadam kebakaran, karena aku mau bantu orang lain. Kalau menjadi penghafal Al-Qur’an itu karena aku suka menghafal,” ucapnya penuh keyakinan.

Dua impian yang terdengar kontras. Namun, bagi Fizi tak ada yang mustahil. Ia ingin menjadi seseorang yang bermanfaat, baik untuk dunia maupun akhirat.

“Aku yakin bisa kalau aku berusaha,” tandasnya. (bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/