Besei kambe atau dayung hantu, merupakan salah satu cabang perlombaan pada Festival Palangka 2025. Dua regu yang beranggota dua orang, saling mengadu kekuatan dan ketahanan dengan cara mendayung berlawanan arah.
ILHAM ROMADONA, Palangka Raya
ASAL muasal cerita besei kambe memiliki beberapa versi. Banyak yang mengatakan besei kambe merupakan cerita legenda bernilai mistik. Konon, ketika masyarakat kampung sedang menggelar ritual adat yang dihadiri banyak warga, terdengar keributan di tengah sungai tak jauh dari lokasi pelaksanaan ritual.
Setelah dicari sumber keributan itu, ternyata berasal dari makhluk halus yang menghuni sungai. Beberapa warga melihat adanya makhluk halus sedang mendayung saling berlawanan arah yang disertai suara gaduh. Bahkan bisa membuat perahu terbelah, saking kuatnya mereka mendayung.
Selain itu, ada versi lain yang menggambarkan asal usul besei kambe. Menurut koordinator lomba besei kambe, Irwan Faisal, dahulu kala pernah akan terjadi perperangan di suatu kampung. Musuh ingin menyerang suatu kampung dengan mengendarai beberapa jukung.
Karena adanya ikatan batin dengan leluhur, orang Dayak memanggil leluhur untuk membantu dalam perang. Alhasil perahu musuh seakan-akan tidak bergerak di tengah perjalanan.
“Bahkan perahunya seperti mundur akibat ditarik leluhur, begitulah cerita mitos zaman dahulu,” ucap Irwan saat ditemui media di sela-sela kegiatan di bawah Jembatan Kahayan, Jumat pagi (25/4).
Sebagai salah satu permainan tradisional, Faisal ingin permainan ini tetap lestari di tengah perkembangan zaman saat ini. Salah satunya melalui kegiatan Festival Palangka. Ia berharap permainan tradisional ini makin dikenal masyarakat luas, bahkan oleh orang-orang mancanegara.
“Dengan diselenggarakannya festival seperti ini, kami terus memperkenalkan adat budaya masyarakat Dayak kepada generasi muda maupun orang-orang luar,” bebernya.
Sebagai informasi, lima kecamatan di Kota Cantik mengirimkan perwakilan terbaik. Tiap kecamatan bisa mendaftar dua regu untuk masing-masing kategori. Yang menjadi pemenang adalah regu yang berhasil membuat lawannya bergerak melebihi batas yang telah ditentukan dewan juri.
Pertandingan berlangsung sengit. Tiap regu mengerahkan tenaga semaksimal mungkin demi meraih hasil terbaik. Kedua regu yang berlomba saling membelakangi dengan membesei dayung. Sorak-sorai para pendukung makin memeriahkan suasana perlombaan. Gunawan, salah satu peserta dari perwakilan Kecamatan Jekan Raya mengatakan, besei kambe ini memantik semangat anak muda untuk terus menggelorakan budaya lokal.
“Pelestarian budaya itu sangat penting, karena kalau bukan kita, siapa lagi? Mudah-mudahan ini terus lestari hingga makin dikenal masyarakat luar,” jelasnya. (*/ce/ala)