Oleh: Dwi Sari Usop, M.Si
MASA usia sekolah dasar adalah masa-masa yang menyenangkan bagi anak-anak. Di mana anak-anak dapat memperoleh pendidikan sambil bermain. Tidak hanya itu, anak-anak di sekolah dasar juga belajar untuk bersosialisasi dengan teman-temannya. Baik dengan teman-teman sebaya maupun teman-teman yang merupakan kakak atau adik kelasnya. Hal ini sangat baik bagi perkembangan anak tersebut. Namun, kegiatan di sekolah beraneka ragam. Sekolah wajib melaksanakan kurikulum dari pemerintah. Di dalam kurikulum tersebut, terdapat berbagai mata pelajaran yang dipelajari peserta didik di sekolah dasar, antara lain : bahasa Indonesia, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan pendidikan kewarganegaraan.
Pane dan Dasopang mengemukakan bahwa belajar dimaknai sebagai proses perubahan perilaku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Perubahan perilaku terhadap hasil belajar bersifat kontinyu, fungsional, positif, aktif, dan terarah. Perubahan perilaku dapat diperoleh dari pengalaman dan hasil latihan. Belajar dapat menjadi hal yang menyenangkan. Namun, juga dapat menjadi suatu kesulitan. Kesulitan belajar ini ini disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menyebabkan kesulitan belajar dapat berupa masalah kesehatan jasmani dan kondisi psikologis (bakat, minat, inteligensi, dan motivasi. Selain itu, konsentrasi, sering bermain saat belajar, lebih tertarik untuk bermain gawai menjadi faktor yang menyebabkan anak sulit memahami pelajaran. Terburu-buru mengerjakan tugas juga menyebabkan penyelesaian tugas tidak dapat diselesaikan dengan benar. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kesulitan belajar ialah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Kesulitan belajar menjadi suatu permasalahan yang sering ditemukan di sekolah dasar, di mana peserta didik berkesulitan di dalam memahami pelajaran di sekolah. Kesulitan belajar dapat terjadi pada peserta didik di kelas rendah maupun kelas tinggi. Jenis-jenis pelajaran dan materi pelajaran yang dianggap sulit bagi peserta didik berbeda-beda. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian bagi pihak sekolah untuk membimbing atau membantu peserta didik agar dapat mengatasi kesulitan belajar yang dialami sesuai dengan kebutuhannya. Pendekatan kepada peserta didik merupakan sesuatu yang penting. Tidak hanya pendidik (guru) dan seluruh tenaga kependidikan yang ada di sekolah yang membantu membimbing peserta didik yang berkesulitan belajar. Namun, juga masyarakat di sekitar diharapkan turut andil. Masyarakat di sekitar ini dapat berupa para pedagang yang berjualan di kantin sekolah maupun di luar sekolah.
Bila guru membimbing peserta didik di dalam proses pembelajarannya. Tenaga kependidikan dapat membantu dalam membimbing anak saat bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya atau dalam suatu kegiatan, seperti kegiatan pramuka, upacara bendera, gotong royong, dan kegiatan sekolah lainnya. Sedangkan masyarakat, seperti pedagang di kantin sekolah dapat membnatu anak dengan menjaga kualitas gizi makanan dan minuman yang dijual di kantin. Selain itu, saat anak-anak belajar sambil berwisata, petugas di tempat wisata dapat membantu membimbing belajar peserta didik.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya ialah kerja sama semua pihak dengan orang tua atau wali peserta didik. Pihak sekolah perlu menjalin hubungan yang baik dengan keluarga peserta didik (dalam hal ini ialah orang tua atau wali). Melalui jalinan hubungan yang baik, akan ditemukan komunikasi dan tersampaikannya pesan-pesan yang berisikan curahan hati pendidik maupun orang tua/wali peserta didik. Khususnya, dalam menghadapi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Pendidik (guru) dapat menggali informasi lebih dalam mengenai keseharian peserta didik selama di sekolah dan di rumah. Baik itu, berkaitan dengan jenis kesulitan belajar yang dialami, sikap, ketrampilan, dan prestasi peserta didik.
Pendidik dan orang tua bekerja sama memantau peserta didik (anak) dalam belajar dan membantu saat diperlukan. Ketersediaan fasilitas belajar seperti buku paket, meja, kursi, pulpen, pensil, penggaris, penghapus, tip ex, pencahayaan yang cukup, dan sebagainya akan mendukung di dalam proses pembelajaran. Demikian pula dengan ketersediaan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran akan semakin mempermudah anak (peserta didik) di dalam belajar. Jika dipadukan dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat, maka diharapkan materi pelajaran yang disampaikan dapat lebih dipahami. Hal ini sesuai dengan pendapat Mutia tentang karakteristik anak usia sekolah dasar yang senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok dan senang memperagakan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, variasi dalam kegiatan belajar sangat diperlukan guna menguatkan pemahaman peserta didik.
Saat variasi kegiatan pembelajaran, variasi model pembelajaran, variasi media pembelajaran, dan seluruh fasilitas telah terpenuhi, maka peran lingkungan yang ditunjukkan secara langsung dalam karakter personal yang memperlakukan peserta didik (anak) dengan hangat, menuntun dengan penuh kesabaran, perkataan dan tingkah laku yang sopan dan santun, secara perlahan berpengaruh pada diri peserta didik (anak). Pengaruh tersebut ada pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bila secara konsisten, akan tertanam di dalam diri. Hal ini penting untuk dilakukan. Mengingat anak usia sekolah dasar ialah sosok yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Anak-anak pada masa ini akan lebih mudah belajar dengan melihat langsung dan memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap sesuatu, serta keinginan untuk mencoba-coba tentang yang dilihat dan didengar. Hal ini akan mendorong mereka untuk mempraktekkan yang telah dipelajari tersebut. Apabila hal yang dipraktekkan sesuatu yang positif, maka akan berdampak baik terhadap perkembangan anak di masa depan. Namun, bila yang dipraktekkan adalah hal yang negatif, maka dampaknya tidak akan baik di masa depan. Pengaruhnya dapat tidak hanya pada diri anak sendiri, namun juga pada diri orang lain seperti berpengaruh pada teman. Untuk itu, orang tua/wali, pendidik, dan masyarakat dapat membantu diri anak agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kepribadian yang baik. Melalui kepribadian yang baik, diharapkan anak memiliki kesadaran dalam belajar sehingga dapat berkonsentrasi dalam belajar sehingga kesulitan belajar dapat teratasi.
*) Penulis merupakan Dosen Tetap Yayasan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya