PALANGKA RAYA-Menjadikan Universitas Palangka Raya (UPR) mandiri, mewujudkan keunggulan lokal sebagai pusat data dan riset gambut berskala internasional, yang mampu berperan aktif dalam pembangunan bangsa melalui proses pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Itulah visi yang diusung Dr Ir Aswin Usup MSc sebagai bakal calon rektor nomor urut 1.
Menurut Aswin, keunggulan lokal yang kompetitif sebenarnya sudah dirumuskan oleh para pendiri UPR yang disusun dalam pola ilmiah pokok, yakni penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pengelolaan DAS dan lahan gambut.
Sebagai universitas yang sedang berkembang, tutur Aswin, pembinaan di UPR tak cukup hanya normatif sesuai ketentuan DIKTI. Harus ada terobosan signifikan untuk mengembangkan kemampuan khusus atau keunggulan lokal yang tidak dimiliki oleh universitas lain, sehingga mampu bersaing dengan universitas-universitas maju di Indonesia.
Aswin mengaku bangga karena UPR sudah mulai menampakan diri di kancah nasional, menempati posisi 84 pada Juli 2020 dan peringkat 76 pada Juli 2021 terbaik nasional versi Webomatrics, dengan visibility impact, openness, dan excellence yang mulai dirasakan oleh masyarakat akademik dunia.
“Karena itu, terima kasih tak terhingga kepada para rektor terdahulu, terutama kepada Bapak Dr Andrie Elia SE MSi selaku rektor periode 2018-2022, yang telah membawa UPR meloncat ke tempat yang layak secara nasional,” ujar Aswin.
Selain visi, Aswin juga memiliki misi yang akan diwujudkannya jika terpilih sebagai rektor. Ada lima misi yang diusungnya. Pertama, menyelenggarakan pendidikan berstandar nasional, berkarakter, dan berdaya saing baik nasional maupun internasional
Kedua, peningkatan fasilitas utama, fasilitas penunjang, taman kampus, laboratorium, dan kampus lapangan.
Ketiga, peningkapatan kapasitas dan pendanaan untuk dosen meneliti, dosen menulis, dosen mengabdi, dan dosen mengajar dalam bahasa Inggris.
Keempat, peningkatan layanan dan tata kelola universitas yang luwes, transparan, dan bertanggung jawab. Kelima, membangun badan usaha sebagai holding company untuk menaungi berbagai usaha-usaha UPR menuju Badan Layanan Umum.
Aswin yang saat ini menjabat Ketua LPPM UPR, menetapkan lima program kerja prioritas. Pertama, pendidikan dan lulusan. Kedua, penataan lingkungan kampus bersih dan indah. Ketiga, penelitian dan publikasi ilmiah. Keempat, digitalisasi UPR. Kelima, enterpreneur, kesejahteraan dosen, dan tenaga pendidik.
Menurutnya program pendidikan mesti dimulai dari meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa, dengan mewajibkan dosen mengajar mengunakan bahasa Inggris secara penuh. Minimal 2 mata kuliah tiap semester.
“Saya belajar dari Malaysia, kenapa mereka lebih maju, karena pengusaan bahasa Inggris mahasiswa jauh lebih bagus dari Indonesia. Strategi mereka menggunakan bahasa Inggris untuk kegiatan formal. Minimal nanti dua mata kuliah harus pakai bahasa Inggris full. Pelan-pelan, sampai 50 persen,” ujar Aswin.
Aswin menilai bahwa UPR punya keunggulan tersendiri, karena berada di Kalteng yang merupakan wilayah gambut dan daerah aliran sungai (DAS). Jika UPR bisa mengelola itu, akan menjadi nomor satu di Indonesia bahkan dunia. Karena hanya Kalteng yang punya lahan gambut strategis.
Terkait pendanaan jika nanti UPR menjadi Badan Layanan Umum (BLU), Aswin menyiapkan rencana yakni pembuatan perusahaan sebagai holding company. Ada dua hal yang bisa dilakukan.
“Pertama, kerja sama dengan perusahaan sawit mengolah CPO menjadi minyak goreng. Daerah punya jatah 20 persen dari produksi CPO. Kita beli jatah itu untuk diolah. Jadi kita tak perlu menanam sawit. Sehingga minyak goreng di Kalteng bisa lebih murah,” ujar lulusan S-2 dan S-3 Hokkaido University Jepang.
Kedua, pembangunan industri beras. Beli beras dari petani di lokasi pengembangan food estate. Beras yang bagus dikemas dan dijual, sedangkan yang kurang bagus diolah menjadi tepung. “Kalau UPR bisa memainkan peran ini, maka pendanaan BLU bisa diatasi,” ujarnya.
Ketiga, UPR punya 50 ribu hektare hutan lahan gambut. Ini bisa dimasukkan dalam skema carbon trading atau perdagangan karbon. Bisa mendapat dana Rp 50 miliar. Dengan skema REDD+, bisa mendapatkan dana itu yang nanti digunakan untuk penelitian.
Sedangkan untuk akreditasi unggul yang diharapkan, menurut Aswin, diperlukan strategi. Ada banyak syarat yang mesti dipenuhi. Salah satunya, minimal 50 persen dosen di prodi merupakan lulusan S-3. Ini tidaklah gampang.
“Saya punya strategi itu, yakni saat penerimaan dosen harus sudah S-3. Ini supaya mempercepat akreditasi unggul. Apalagi jika nanti mau jadi PTNBH, minimal 60 persen akreditasi harus unggul,” pungkas Aswin. (sma/ce/ala/ko)