Jumat, November 22, 2024
23.5 C
Palangkaraya

Kasus Penembakan Bangkal Disidang Adat

PALANGKA RAYA-Taufik Nurahman, salah satu warga Desa Bangkal yang menjadi korban penembakan mengajukan permohonan sidang adat. Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng akhirnya turun memfasilitasi proses perdamaian adat terkait kasus penembakan yang dilakukan polisi pada Oktober 2023 lalu di kawasan perkebunan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP).

Sidang perdamaian adat Dayak Basara Hai Maniring Tuntang Menetes Hinting Bunu itu digelar oleh Majelis Kerapatan Mantir Basara Hai DAD Kalteng di Aula Center Hindu Kaharingan, Jalan Tambun Bungai, Palangka Raya, Jumat (19/4).

Sidang adat Basara Hai itu diajukan atas permohonan Taufik Nurahman, salah seorang warga yang turut menjadi korban dalam peristiwa penembakan di Desa Bangkal. Adapun pihak termohon satu adalah PT HMBP dan Polda Kalteng selaku termohon dua.

Dalam sidang ini, Gusti Nyoman Senarabawa hadir mewakili pihak PT HMBP. Sedangkan dari pihak kepolisian diwakili oleh Kapolres Seruyan, AKBP Priyo Purwanto. Sidang perdamaian adat Basara Hai Maniring Tuntang Menetes Hinting Bunu itu dipimpin oleh sembilan mantir Kerapatan Basara Hai yang diketuai Damang Jekan Raya, Kardinal Tarung.

Kesembilan orang itu bertindak sebagai majelis hakim yang memutuskan hasil persidangan adat itu.  Dalam sidang yang berlangsung kurang lebih 2,5 jam tersebut, pihak pemohon akhirnya menyatakan sepakat berdamai dengan PT HMBP dan kepolisian terkait kasus penembakan atas dirinya.

Baca Juga :  Konflik Bangkal, Ketua DAD Minta Aparat dan Warga Saling Menahan Diri

Selain itu, pihak majelis hakim juga memutuskan bahwa dalam kasus penembakan di Desa Bangkal tersebut, PT HMBP dan kepolisian dianggap telah melakukan tindakan melanggar adat Dayak. Karena itu, kedua pihak dikenakan kewajiban membayar sejumlah denda adat atau singer.

Adapun total denda adat yang harus dibayar pihak PT HMBP dan kepolisian berjumlah Rp335 juta. Uang denda tersebut dibayar kepada Taufik Nurahman selalu pihak pemohon. Atas putusan majelis mantir adat tersebut, Gusti Nyoman Senarabawa selalu perwakilan PT HSBP dan AKBP Priyo Purwanto yang mewakili Polda Kalteng menyatakan menerima putusan tersebut.

Adapun penyerahan pembayaran denda adat sebesar Rp335 juta dari PT HMBP dan kepolisian kepada Taufik Nurahman dilakukan langsung di hadapan majelis mantir adat. Turut menyaksikan penyerahan denda adat tersebut, sejumlah pengurus DAD Kalteng. Ada Ketua Harian DAD Kalteng Andrie Elia Embang, Sekretaris Umum DAD Kalteng Yulindra Dedy, Yansen Binti, serta para tokoh adat Dayak.

Ditemui media usai sidang adat, Taufik Nurahman mengatakan, dengan adanya perdamaian adat itu, ia dan keluarga menganggap masalah penembakan terhadap dirinya sudah selesai. “Saya merasa bersyukur urusan ini sudah selesai,” ucapnya, kemarin.

Diakui Taufik, akibat penembakan yang dialaminya, kehidupan keluarganya menghadapi berbagai kesulitan.

Baca Juga :  RSUD Mas Amsyar Kasongan Ikut Terendam Banjir

“Saya dan keluarga saya, terutama ibu saya merasa tersiksa,” terang Taufik yang saat itu masih menggunakan tongkat untuk bisa berdiri.

Menurutnya, uang denda adat yang dibayarkan pihak kepolisian tersebut akan dipergunakan untuk biaya berobat dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

“Mengingat saya sekarang tidak bisa bekerja, jadi akan saya gunakan itu untuk kebutuhan hidup sehari-hari,” terangnya.

Taufik menjelaskan, hingga kini ia masih merasakan sakit pada tubuhnya, terutama bagian pinggang hingga kaki.

“Kadang-kadang kaki tetasa nyeri, bagian pinggang dan tulang bagian pantat masih sakit,” kata pria yang mengaku terkena tembakan bagian pinggang.

“Kata dokter (tembakan) kena pembuluh darah besar,” ungkapnya.

Sementara itu, Kardinal Tarung selaku ketua tim mantir adat yang memimpin sidang perdamaian mengatakan, proses perdamaian tersebut hanya diajukan oleh satu orang warga, yakni pihak Taufik Nurahman. Sementara keluarga Ginjik, korban lain yang meninggal dunia dalam peristiwa tersebut, telah mencabut permohonan.

“Untuk korban yang meninggal, tadi malam pihak keluarga telah mencabut permohonan,” terang Kardinal.

Kardinal menyebut pihaknya tidak tahu apakah keluarga Ginjik akan menyelesaikan persoalan ini secara adat atau melalui jalur hukum. “Yang jelas mereka belum menempuh perdamaian secara adat,” pungkasnya. (sja/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Taufik Nurahman, salah satu warga Desa Bangkal yang menjadi korban penembakan mengajukan permohonan sidang adat. Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng akhirnya turun memfasilitasi proses perdamaian adat terkait kasus penembakan yang dilakukan polisi pada Oktober 2023 lalu di kawasan perkebunan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP).

Sidang perdamaian adat Dayak Basara Hai Maniring Tuntang Menetes Hinting Bunu itu digelar oleh Majelis Kerapatan Mantir Basara Hai DAD Kalteng di Aula Center Hindu Kaharingan, Jalan Tambun Bungai, Palangka Raya, Jumat (19/4).

Sidang adat Basara Hai itu diajukan atas permohonan Taufik Nurahman, salah seorang warga yang turut menjadi korban dalam peristiwa penembakan di Desa Bangkal. Adapun pihak termohon satu adalah PT HMBP dan Polda Kalteng selaku termohon dua.

Dalam sidang ini, Gusti Nyoman Senarabawa hadir mewakili pihak PT HMBP. Sedangkan dari pihak kepolisian diwakili oleh Kapolres Seruyan, AKBP Priyo Purwanto. Sidang perdamaian adat Basara Hai Maniring Tuntang Menetes Hinting Bunu itu dipimpin oleh sembilan mantir Kerapatan Basara Hai yang diketuai Damang Jekan Raya, Kardinal Tarung.

Kesembilan orang itu bertindak sebagai majelis hakim yang memutuskan hasil persidangan adat itu.  Dalam sidang yang berlangsung kurang lebih 2,5 jam tersebut, pihak pemohon akhirnya menyatakan sepakat berdamai dengan PT HMBP dan kepolisian terkait kasus penembakan atas dirinya.

Baca Juga :  Konflik Bangkal, Ketua DAD Minta Aparat dan Warga Saling Menahan Diri

Selain itu, pihak majelis hakim juga memutuskan bahwa dalam kasus penembakan di Desa Bangkal tersebut, PT HMBP dan kepolisian dianggap telah melakukan tindakan melanggar adat Dayak. Karena itu, kedua pihak dikenakan kewajiban membayar sejumlah denda adat atau singer.

Adapun total denda adat yang harus dibayar pihak PT HMBP dan kepolisian berjumlah Rp335 juta. Uang denda tersebut dibayar kepada Taufik Nurahman selalu pihak pemohon. Atas putusan majelis mantir adat tersebut, Gusti Nyoman Senarabawa selalu perwakilan PT HSBP dan AKBP Priyo Purwanto yang mewakili Polda Kalteng menyatakan menerima putusan tersebut.

Adapun penyerahan pembayaran denda adat sebesar Rp335 juta dari PT HMBP dan kepolisian kepada Taufik Nurahman dilakukan langsung di hadapan majelis mantir adat. Turut menyaksikan penyerahan denda adat tersebut, sejumlah pengurus DAD Kalteng. Ada Ketua Harian DAD Kalteng Andrie Elia Embang, Sekretaris Umum DAD Kalteng Yulindra Dedy, Yansen Binti, serta para tokoh adat Dayak.

Ditemui media usai sidang adat, Taufik Nurahman mengatakan, dengan adanya perdamaian adat itu, ia dan keluarga menganggap masalah penembakan terhadap dirinya sudah selesai. “Saya merasa bersyukur urusan ini sudah selesai,” ucapnya, kemarin.

Diakui Taufik, akibat penembakan yang dialaminya, kehidupan keluarganya menghadapi berbagai kesulitan.

Baca Juga :  RSUD Mas Amsyar Kasongan Ikut Terendam Banjir

“Saya dan keluarga saya, terutama ibu saya merasa tersiksa,” terang Taufik yang saat itu masih menggunakan tongkat untuk bisa berdiri.

Menurutnya, uang denda adat yang dibayarkan pihak kepolisian tersebut akan dipergunakan untuk biaya berobat dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

“Mengingat saya sekarang tidak bisa bekerja, jadi akan saya gunakan itu untuk kebutuhan hidup sehari-hari,” terangnya.

Taufik menjelaskan, hingga kini ia masih merasakan sakit pada tubuhnya, terutama bagian pinggang hingga kaki.

“Kadang-kadang kaki tetasa nyeri, bagian pinggang dan tulang bagian pantat masih sakit,” kata pria yang mengaku terkena tembakan bagian pinggang.

“Kata dokter (tembakan) kena pembuluh darah besar,” ungkapnya.

Sementara itu, Kardinal Tarung selaku ketua tim mantir adat yang memimpin sidang perdamaian mengatakan, proses perdamaian tersebut hanya diajukan oleh satu orang warga, yakni pihak Taufik Nurahman. Sementara keluarga Ginjik, korban lain yang meninggal dunia dalam peristiwa tersebut, telah mencabut permohonan.

“Untuk korban yang meninggal, tadi malam pihak keluarga telah mencabut permohonan,” terang Kardinal.

Kardinal menyebut pihaknya tidak tahu apakah keluarga Ginjik akan menyelesaikan persoalan ini secara adat atau melalui jalur hukum. “Yang jelas mereka belum menempuh perdamaian secara adat,” pungkasnya. (sja/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/