Sabtu, Mei 18, 2024
25.4 C
Palangkaraya

BPOM: Air Isi Ulang Baiknya Dimasak Lagi

PALANGKA RAYA-Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Palangka Raya rutin melakukan pengawasan uji mutu depot air minum isi ulang tiap satu tahun sekali, dengan mengambil sampel beberapa pelaku usaha secara acak. Berdasarkan hasil pengawasan itu, ada beberapa pelaku usaha depot air minum (DAM) isi ulang yang diketahui tidak sesuai standar mutu, meski persentasenya lebih banyak yang sudah sesuai standar.

Menurut Ketua Kelompok Substansi Pemeriksaan BBPOM Siti Dahliah, pengawasan dilakukan melalui cara pembelian air minum isi ulang di beberapa sampel, tanpa diketahui oleh pelaku usaha. Meski demikian, pengawasan oleh BBPOM lebih mengedepankan pembinaan.

“Jadi saat kami menemukan ada usaha yang tidak sesuai standar, maka kami akan beri pembinaan pada para pelaku usaha terkait,” kata saat dihubungi, Rabu (22/2).

Siti menyebut tim yang diterjunkan ke lapangan untuk pengawasan memiliki kompetensi, sehingga bisa memberi pembinaan secara langsung, baik diminta maupun tidak. Perihal air Tangkiling sebagai bahan dasar isi ulang yang banyak digunakan oleh pelaku usaha, pihaknya tidak menguji secara langsung di sumber air.

“Kami menguji di tempat terakhir sebelum dikonsumsi masyarakat yakni depot air minum,” sebutnya.

Karena masih ada beberapa depot yang tidak memenuhi standar, pihaknya mengimbau masyarakat untuk memasak air minum isi ulang sebelum dikonsumsi. Sementara untuk air yang dibeli dari depot air minum isi ulang yang sudah memenuhi standar tidak perlu dimasak.

“Alangkah lebih baiknya jika air tersebut direbus terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, itu salah satu proses penyaringan dan fertilisasi yang lebih sederhana,” tuturnya.

Air minum yang sudah melalui filterisasi sesuai prosedur standar mutu umumnya memiliki Ph 6,5 sampai 8.

Sementara itu, sebagian pemilik usaha DAM isi ulang ternyata belum mengurus sertifikat higienis. Seperti yang disampaikan Suraya, pemilik DAM Alim Mart di Jalan G Obos VII. Ia mengaku bingung ke mana mengurus perizinan dan konfirmasi kelayakan DAM. Selama dua tahun membuka usaha itu, belum pernah didatangi dinas terkait. Padahal ia berharap ada petugas yang datang memberi sosialisasi terkait DAM dan mengecek mutu air isi ulang di tempat usahanya.

“Belum pernah mas, padahal saya ingin sekali melapor dan dicek oleh pihak dinas kesehatan, apalagi terkait dengan mengurus sertifikat higienis, saya mau sekali, cuman saya bingung mau ke mana,” ucap Suraya saat diwawancarai Kalteng Pos, Rabu (22/2).

Meski demikian, ia tetap meyakinkan orang sekitar bahwa DAM miliknya menyiapkan air yang berkualitas, karena memiliki mesin reserve osmosis (RO), sehingga ada proses penyaringan air melalui membrane yang memiliki keistimewaan berupa lubang-lubang penyaring sangat kecil yang dapat menyaring bahan pencemar berbahaya.

“Ditambah lagi saya punya basic keilmuan fisika dan suami basic-nya kimia, kami melakukan pengecekan PH, hasilnya di kisaran 6, kami juga selalu membersihkan galon, kami juga melarang orang merokok di area sekitar pengisian air minum supaya tidak memengaruhi kualitas air,” ucap Suraya.

Baca Juga :  Depot Air Minum Harus Patuhi Standar Kelayakan

Berbeda dengan Imam, pemilik DAM isi ulang di Jalan G Obos XII. Ia mengaku sudah mengantongi sertifikat higienis dari dinas kesehatan dan sudah dilakukan uji klinis untuk mutu air yang dijual.

“Sudah mas, waktu sekalian pengecekan usaha saya yang lainnya yakni apotek, jadi sekalian, kalau izin ke PTSP itu izin usaha saja, sementara sertifikat higienis dapat dari dinas kesehatan,” ucapnya.

Terpisah, pemilik DAM Pink Water Dedy di Jalan Rinjani mengaku sudah mengikuti pelatihan terkait pengelolaan DAM yang dilaksanakan oleh pihak dinas kesehatan.

“Kalau sertifikat higienis itu baru-baru saja mas, itu belum kami urus, untuk mengurus itu harus ada sertifikat pelatihan yang diadakan satu tahun sekali oleh dinas kesehatan, itu pun terbatas, kalau ikut pelatihan di luar itu berbayar,” ucapnya.

Meski demikian, DAM isi ulang yang ia kelola sejak 2008 lalu sudah mendapatkan sertifikat layak diminum. Tiap enam bulan dicek kualitas air oleh pihak dinas kesehatan kota melalui petugas puskesmas terdekat.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya Andjar melalui Sub Koordinator Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga Nur Ainawiyah menjelaskan pengertian DAM sebagai air minum yang bisa langsung diminum, dengan syarat ada UV untuk sterilisasi air dan botol masih berfungsi.

“Jadi kalau ada teknologi seperti itu, airnya bisa langsung diminum, kalau tidak ada sama saja kita minum air mentah, sinar UV itu penting untuk membunuh mikroorganisme,” ucapnya.

Nur membenarkan bahwa untuk mendapatkan sertifikat higienis perlu mengikuti pelatihan. Saat ini sistem sudah saling terkoneksi, sehingga perizinan akan terkoneksi satu dengan yang lainnya.

“Sekarang ini usaha DAM, jasa boga, catering, dan rumah makan, salah satu syarat harus memiliki izin higienis sanitasi, yang mengeluarkan adalah DPTSP, tapi atas rekomendasi jug dari dinas kesehatan,” tuturnya.

Ia juga menjelaskan, melalui aplikasi online single submission (OSS) diminta untuk memenuhi syarat yang akan diverifikasi oleh dinkes. Dimana salah satu persyaratan yakni sertifikat pelatihan penjamah makan atau mengolah DAM. Ia mengatakan akan terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Walaupun untuk mendapatkan sertifikat pelatihan pengolahan DAM dan penjamah rumah makan itu hanya dilakukan satu tahun sekali.

Namun ia tidak mempermasalahkan apabila pelaku usaha ikut pelatihan tersebut yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan asosiasi. Namun biayanya bisa mencapai 4-5 juta rupiah.

“Cukup mahal, sekitar empat hingga lima juta rupiah untuk sekali pelatihan, kalau kami yang beri pelatihan kan gratis, sertifikat pelatihan itu berlaku seumur hidup dan dapat digunakan di mana pun,” tegasnya.

Baca Juga :  Jelang Puncak Haji, Jemaah Diminta Jaga Kesehatan

Sementara itu, Kabid Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) I Rudi Listianto mengatakan izin usaha berbeda dengan sertifikat laik higienis. Hingga Selasa (21/2) ada 19 yang terbit otomatis di sistem OSS.  “Kalau ditanya apakah dari 19 ini ada dari DAM, enggak ada, dulu sebelum OSS mungkin sudah ada,” ucapnya saat diwawancarai di ruang kerjanya, pekan lalu.

Rudi menjelaskan, yang menangani DAM adalah Bidang PTSP II karena masuk kategori perindustrian dan perdagangan. “Jadi sebelum OSS ini, pasti ada izinnya dari mereka (PTSP II), cuman kami enggak punya datanya,” ungkap Rudi.

Adapun syarat-syarat untuk mendapatkan sertifikat laik higienis, lanjut Rudi, meliputi beberapa persyaratan. Pertama adalah syarat administrasi, meliputi nama pengusaha, jenis tempat pengolahan pangan (pilih yang sesuai: jasa boga A/B/C, restoran, TPP tertentu, depot air minum), nama tempat pengolahan pangan, alamat tempat pengolahan pangan, jumlah penjamah pangan atau (khusus depot air minum), jumlah operator depot air minum, jumlah penjamah pangan memiliki sertifikat pelatihan keamanan pangan siap saji atau (khusus depot air minum), dan sertifikat pelatihan higiene sanitasi depot air minum.

Syarat berikutnya adalah syarat teknis, meliputi sertifikat pelatihan keamanan pangan siap saji bagi pengelola/pemilik/penanggung jawab TPP, sertifikat pelatihan keamanan pangan siap saji bagi penjamah pangan atau pelatihan higiene sanitasi depot air minum bagi penjamah pangan/operator DAM. Selain itu, perlu bukti laboratorium standar baku mutu yang dikeluarkan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah daerah paling lama satu bulan sebelum pengajuan permohonan. Selanjutnya yakni formulir inspeksi kesehatan lingkungan (pilih salah satu), jasa boga/catering, restoran, tempat pengelolaan pangan (TPP) tertentu, depot air minum. Juga ada syarat perpanjangan SLHS yang masih berlaku.

Rudi menambahkan, setelah di-cek di sistem OSS, dari total 19 sertifikat tidak ada satu pun izin untuk DAM. Terkecuali yang manual, karena manual ada sebelum OSS. Pemilik DAM mengajukan terlebih dahulu ke dinas kesehatan dan Balai POM.

Sementara, Kepala Bidang PTSP II Andri mengungkapkan bahwa urusan terkait sertifikat izin ditangani PTSI I. Ada saling keterkaitan. Untuk pengurusan izin industri air isi ulang melalui OSS.

“Sertifikat standar, pemohon yang mengajukan ke OSS, untuk saat ini belum ada yang mengajukan sertifikat standar laik izin yang manual, cuma dari 10 pemilik DAM sudah ada nomor induk berusaha (NIB) dan surat pernyataan pengelola lingkungan (SPPL). Pemilik 10 DAM ini hanya mengurus sampai dengan NIB dan SPPL, belum sampai mengurus sertifikat laik higienis. Mungkin berbeda dari sistem yang dahulu. Setahu saya, dahulu pengajuan perizinan depot air minum langsung ke dinas teknisnya, seperti sertifikat laik izin. Soal proses ini masih banyak yang kurang paham,” bebernya. (abw/irj/*rid/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Palangka Raya rutin melakukan pengawasan uji mutu depot air minum isi ulang tiap satu tahun sekali, dengan mengambil sampel beberapa pelaku usaha secara acak. Berdasarkan hasil pengawasan itu, ada beberapa pelaku usaha depot air minum (DAM) isi ulang yang diketahui tidak sesuai standar mutu, meski persentasenya lebih banyak yang sudah sesuai standar.

Menurut Ketua Kelompok Substansi Pemeriksaan BBPOM Siti Dahliah, pengawasan dilakukan melalui cara pembelian air minum isi ulang di beberapa sampel, tanpa diketahui oleh pelaku usaha. Meski demikian, pengawasan oleh BBPOM lebih mengedepankan pembinaan.

“Jadi saat kami menemukan ada usaha yang tidak sesuai standar, maka kami akan beri pembinaan pada para pelaku usaha terkait,” kata saat dihubungi, Rabu (22/2).

Siti menyebut tim yang diterjunkan ke lapangan untuk pengawasan memiliki kompetensi, sehingga bisa memberi pembinaan secara langsung, baik diminta maupun tidak. Perihal air Tangkiling sebagai bahan dasar isi ulang yang banyak digunakan oleh pelaku usaha, pihaknya tidak menguji secara langsung di sumber air.

“Kami menguji di tempat terakhir sebelum dikonsumsi masyarakat yakni depot air minum,” sebutnya.

Karena masih ada beberapa depot yang tidak memenuhi standar, pihaknya mengimbau masyarakat untuk memasak air minum isi ulang sebelum dikonsumsi. Sementara untuk air yang dibeli dari depot air minum isi ulang yang sudah memenuhi standar tidak perlu dimasak.

“Alangkah lebih baiknya jika air tersebut direbus terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, itu salah satu proses penyaringan dan fertilisasi yang lebih sederhana,” tuturnya.

Air minum yang sudah melalui filterisasi sesuai prosedur standar mutu umumnya memiliki Ph 6,5 sampai 8.

Sementara itu, sebagian pemilik usaha DAM isi ulang ternyata belum mengurus sertifikat higienis. Seperti yang disampaikan Suraya, pemilik DAM Alim Mart di Jalan G Obos VII. Ia mengaku bingung ke mana mengurus perizinan dan konfirmasi kelayakan DAM. Selama dua tahun membuka usaha itu, belum pernah didatangi dinas terkait. Padahal ia berharap ada petugas yang datang memberi sosialisasi terkait DAM dan mengecek mutu air isi ulang di tempat usahanya.

“Belum pernah mas, padahal saya ingin sekali melapor dan dicek oleh pihak dinas kesehatan, apalagi terkait dengan mengurus sertifikat higienis, saya mau sekali, cuman saya bingung mau ke mana,” ucap Suraya saat diwawancarai Kalteng Pos, Rabu (22/2).

Meski demikian, ia tetap meyakinkan orang sekitar bahwa DAM miliknya menyiapkan air yang berkualitas, karena memiliki mesin reserve osmosis (RO), sehingga ada proses penyaringan air melalui membrane yang memiliki keistimewaan berupa lubang-lubang penyaring sangat kecil yang dapat menyaring bahan pencemar berbahaya.

“Ditambah lagi saya punya basic keilmuan fisika dan suami basic-nya kimia, kami melakukan pengecekan PH, hasilnya di kisaran 6, kami juga selalu membersihkan galon, kami juga melarang orang merokok di area sekitar pengisian air minum supaya tidak memengaruhi kualitas air,” ucap Suraya.

Baca Juga :  Depot Air Minum Harus Patuhi Standar Kelayakan

Berbeda dengan Imam, pemilik DAM isi ulang di Jalan G Obos XII. Ia mengaku sudah mengantongi sertifikat higienis dari dinas kesehatan dan sudah dilakukan uji klinis untuk mutu air yang dijual.

“Sudah mas, waktu sekalian pengecekan usaha saya yang lainnya yakni apotek, jadi sekalian, kalau izin ke PTSP itu izin usaha saja, sementara sertifikat higienis dapat dari dinas kesehatan,” ucapnya.

Terpisah, pemilik DAM Pink Water Dedy di Jalan Rinjani mengaku sudah mengikuti pelatihan terkait pengelolaan DAM yang dilaksanakan oleh pihak dinas kesehatan.

“Kalau sertifikat higienis itu baru-baru saja mas, itu belum kami urus, untuk mengurus itu harus ada sertifikat pelatihan yang diadakan satu tahun sekali oleh dinas kesehatan, itu pun terbatas, kalau ikut pelatihan di luar itu berbayar,” ucapnya.

Meski demikian, DAM isi ulang yang ia kelola sejak 2008 lalu sudah mendapatkan sertifikat layak diminum. Tiap enam bulan dicek kualitas air oleh pihak dinas kesehatan kota melalui petugas puskesmas terdekat.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya Andjar melalui Sub Koordinator Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga Nur Ainawiyah menjelaskan pengertian DAM sebagai air minum yang bisa langsung diminum, dengan syarat ada UV untuk sterilisasi air dan botol masih berfungsi.

“Jadi kalau ada teknologi seperti itu, airnya bisa langsung diminum, kalau tidak ada sama saja kita minum air mentah, sinar UV itu penting untuk membunuh mikroorganisme,” ucapnya.

Nur membenarkan bahwa untuk mendapatkan sertifikat higienis perlu mengikuti pelatihan. Saat ini sistem sudah saling terkoneksi, sehingga perizinan akan terkoneksi satu dengan yang lainnya.

“Sekarang ini usaha DAM, jasa boga, catering, dan rumah makan, salah satu syarat harus memiliki izin higienis sanitasi, yang mengeluarkan adalah DPTSP, tapi atas rekomendasi jug dari dinas kesehatan,” tuturnya.

Ia juga menjelaskan, melalui aplikasi online single submission (OSS) diminta untuk memenuhi syarat yang akan diverifikasi oleh dinkes. Dimana salah satu persyaratan yakni sertifikat pelatihan penjamah makan atau mengolah DAM. Ia mengatakan akan terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Walaupun untuk mendapatkan sertifikat pelatihan pengolahan DAM dan penjamah rumah makan itu hanya dilakukan satu tahun sekali.

Namun ia tidak mempermasalahkan apabila pelaku usaha ikut pelatihan tersebut yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan asosiasi. Namun biayanya bisa mencapai 4-5 juta rupiah.

“Cukup mahal, sekitar empat hingga lima juta rupiah untuk sekali pelatihan, kalau kami yang beri pelatihan kan gratis, sertifikat pelatihan itu berlaku seumur hidup dan dapat digunakan di mana pun,” tegasnya.

Baca Juga :  Jelang Puncak Haji, Jemaah Diminta Jaga Kesehatan

Sementara itu, Kabid Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) I Rudi Listianto mengatakan izin usaha berbeda dengan sertifikat laik higienis. Hingga Selasa (21/2) ada 19 yang terbit otomatis di sistem OSS.  “Kalau ditanya apakah dari 19 ini ada dari DAM, enggak ada, dulu sebelum OSS mungkin sudah ada,” ucapnya saat diwawancarai di ruang kerjanya, pekan lalu.

Rudi menjelaskan, yang menangani DAM adalah Bidang PTSP II karena masuk kategori perindustrian dan perdagangan. “Jadi sebelum OSS ini, pasti ada izinnya dari mereka (PTSP II), cuman kami enggak punya datanya,” ungkap Rudi.

Adapun syarat-syarat untuk mendapatkan sertifikat laik higienis, lanjut Rudi, meliputi beberapa persyaratan. Pertama adalah syarat administrasi, meliputi nama pengusaha, jenis tempat pengolahan pangan (pilih yang sesuai: jasa boga A/B/C, restoran, TPP tertentu, depot air minum), nama tempat pengolahan pangan, alamat tempat pengolahan pangan, jumlah penjamah pangan atau (khusus depot air minum), jumlah operator depot air minum, jumlah penjamah pangan memiliki sertifikat pelatihan keamanan pangan siap saji atau (khusus depot air minum), dan sertifikat pelatihan higiene sanitasi depot air minum.

Syarat berikutnya adalah syarat teknis, meliputi sertifikat pelatihan keamanan pangan siap saji bagi pengelola/pemilik/penanggung jawab TPP, sertifikat pelatihan keamanan pangan siap saji bagi penjamah pangan atau pelatihan higiene sanitasi depot air minum bagi penjamah pangan/operator DAM. Selain itu, perlu bukti laboratorium standar baku mutu yang dikeluarkan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah daerah paling lama satu bulan sebelum pengajuan permohonan. Selanjutnya yakni formulir inspeksi kesehatan lingkungan (pilih salah satu), jasa boga/catering, restoran, tempat pengelolaan pangan (TPP) tertentu, depot air minum. Juga ada syarat perpanjangan SLHS yang masih berlaku.

Rudi menambahkan, setelah di-cek di sistem OSS, dari total 19 sertifikat tidak ada satu pun izin untuk DAM. Terkecuali yang manual, karena manual ada sebelum OSS. Pemilik DAM mengajukan terlebih dahulu ke dinas kesehatan dan Balai POM.

Sementara, Kepala Bidang PTSP II Andri mengungkapkan bahwa urusan terkait sertifikat izin ditangani PTSI I. Ada saling keterkaitan. Untuk pengurusan izin industri air isi ulang melalui OSS.

“Sertifikat standar, pemohon yang mengajukan ke OSS, untuk saat ini belum ada yang mengajukan sertifikat standar laik izin yang manual, cuma dari 10 pemilik DAM sudah ada nomor induk berusaha (NIB) dan surat pernyataan pengelola lingkungan (SPPL). Pemilik 10 DAM ini hanya mengurus sampai dengan NIB dan SPPL, belum sampai mengurus sertifikat laik higienis. Mungkin berbeda dari sistem yang dahulu. Setahu saya, dahulu pengajuan perizinan depot air minum langsung ke dinas teknisnya, seperti sertifikat laik izin. Soal proses ini masih banyak yang kurang paham,” bebernya. (abw/irj/*rid/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/