Senin, Mei 20, 2024
23.7 C
Palangkaraya

Mediasi Kasus Bullying, Orang Tua Korban dan Kasek Saling Bantah

PALANGKA RAYA-Kehebohan kasus bullying atau perundungan pada salah satu sekolah dasar negeri (SDN) unggulan di Kota Palangka Raya belum berakhir. Mediasi yang difasilitasi Pemko Palangka Raya melalui instansi terkait berlangsung alot. Terjadi saling bantah antara orang tua korban dengan kepala sekolah (kasek) saat mediasi yang digelar di sekolah yang berlokasi di Jalan Damang Leman, Palangka Raya, Senin pagi (27/3/2023).

Dalam mediasi ini, hadir orang tua korban, orang tua pelaku, perwakilan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Palangka Raya, perwakilan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBP3APM) Kota Palangka Raya, serta murid yang diduga melakukan perundungan.

Pada kesempatan itu, Mulyati selaku kasek mengatakan bahwa dalam kasus yang menimpa murid berinisial G, saat pihaknya melakukan pendataan kasus bullying di sekolah, tidak ada nama korban G. Mulyati menambahkan, sebelum dilaporkan ke pihak luar, seharisnya masalah yang menimpa G ini dilaporkan terlebih dahulu ke internal sekolah, dalam hal ini wali kelas, kemudian kepada kepala sekolah, untuk selanjutnya dilakukan mediasi internal.

“Enggak tahu apakah ini salah mengisi atau tempat formnya, atas nama ananda G itu tidak terekam di sana,” beber Mulyati saat membuka mediasi.

Mulyati menyebut, selama berada di lingkungan sekolah, pihaknya selalu menjalankan fungsi edukasi dan sosialisasi agar anak-anak didik tidak melakukan serta terhindar dari tindakan bullying. Namun dalam kasus G, Mulyati mengklaim bahwa tidak terjadi bullying. Mulyati menilai yang terjadi dan dialami G hanyalah wujud dari perilaku normal yang dilakukan anak-anak untuk mengekspresikan diri.

“Kalau yang kami pantau dan kami dapatkan dari laporan bapak ibu guru, itu tentunya masih sebatas (ekspresi) anak-anak. Mengapa kami menganggap itu sebatas (ekspresi) anak-anak, karena setelah kejadian itu, anak-anak sudah berteman dan berkomunikasi lagi, seolah-olah tidak terjadi apa-apa,” tuturnya.

Mulyati juga membantah adanya kasus bullying yang terjadi di sekolah yang dipimpinnya itu. Sebab, setelah bertengkar, korban berbaikan lagi pelaku dan teman-temannya. “Banyak yang bilang itu bullying, tetapi saya enggak menerima itu semua, karena apa yang sudah dilakukan oleh anak yang katanya korban itu ke teman-teman yang lain. Ini yang perlu kita verifikasi terkait berita yang sudah beredar,” tuturnya.

Dirinya juga membantah pemberitaan di media massa yang mengatakan bahwa korban dikeroyok hingga berdarah-darah. “Yang katanya korban ini dikeroyok berempat sampai berdarah-darah, itu yang sangat membuat kami terkejut, kapan peristiwanya dan di mana, karena kami tidak pernah menyaksikan dan mendapat laporan bahwa ada anak didik kami dikeroyok hingga berdarah-darah,” katanya.

Baca Juga :  Kasus Bullying di SD Unggulan, Korban Alami Trauma setelah Dihajar Fisik

Mulyati menambahkan, pihaknya tidak bisa menyimpulkan kejadian itu sebagai pertengkaran atau bukan, karena ia tidak melihat langsung kejadian itu. Ia juga bersikukuh membantah bahwa di lingkungan sekolahnya terjadi kasus bullying. “Kami tetap memungkiri bahwa di sekolah ini terjadi pembullyan, karena bullying itu ada definisinya,” tandasnya.

Sementara itu, UK (37) selaku orang tua G, mengaku lelah menghadapi kasus bullying yang menimpa anaknya. Sudah melalui berbagai prosedur dalam melaporkan kasus ini di tingkat sekolah, tapi tak kunjung mendapat respons. Ia juga membantah pernyataan pihak sekolah yang menyebut bahwa kejadian yang menimpa anaknya hingga luka-luka bukanlah bullying.

“Saya sudah menjalani prosedur dengan melapor dahulu ke wali kelas, wali kelas harusnya menyampaikan ke kepsek, tapi dari hari Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, setelah suami saya menghubungi ibu wali kelas, barulah wali kelas menghubungi saya sekitar pukul 01.00 malam, setelah kami pertimbangkan bersama keluarga, kami putuskan untuk lapor ke PPPA,” beber UK.

Agar kasus ini bisa segera diselesaikan, UK mengatakan sebaiknya diselesaikan secara hukum melalui unit PPPA Polresta Palangka Raya, agar ada keberimbangan keputusan yang diambil. “Untuk keterangan atas semuanya nanti, sepertinya lebih imbang jika kita dipanggil satu per satu, mendengarkan dari unit PPPA, karena kan mereka lebih netral, nanti juga pihak PPPA memanggil pihak sekolah untuk dimintai keterangan, jadi keterengannya berimbang, tidak ada berat sebelah pihak,” jelasnya.

Menurutnya, laporan yang dilayangkan pihaknya ke kepolisian dilandasi pemikiran untuk menyelamatkan anaknya yang terkena gangguan mental. Mengenai pernyataan dari kepala sekolah yang menyebut bahwa kasus ini hanyalah ekspresi normal anak-anak, lalu setelah bertengkar anak-anak bisa berkomunikasi dan saling bergurau lagi, menurut UK tidak setiap saat orang yang trauma terus-menerus bersedih.

“Saya mencoba untuk membuat dia (G, red) bahagia dan happy, saya datangi kantor wali kota untuk mempertemukan dia dan wali kota, karena pak wali kota itu idolanya. Di kantor wali kota saya bertemu dengan wali kelas anak saya, tapi enggak ada ngomong apa-apa,” ungkapnya.

Selain itu, UK juga menyayangkan tidak adanya respons pihak sekolah atas laporannya. Padahal ia sudah mengikuti prosedur yang seharusnya. “Saya punya bukti anak saya yang terkena bully, yang ditanya pihak polisi adalah rentetan bully yang dialami anak saya, rentetan, saya punya buktinya,” ujarnya.

Baca Juga :  Kasus Bullying di SDN Percobaan Berujung Damai

Di tempat yang sama, paman korban sekaligus paralegal kuasa hukum korban Josman Siregar mengatakan, perundungan yang menimpa keluarganya itu bukan hanya musibah baginya, tetapi juga semua pihak. Karena itu ia berharap kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi siapa pun.

“Baik dia pelaku maupun korban, itu musibah bagi kita orang tua. Jadi dalam artian, bagaimana supaya kejadian ini tidak terjadi lagi, kepada siapa pun dan di mana pun, karena tidak tertutup kemungkinan ke depannya anak-anak kita mengalami hal yang sama,” tuturnya.

Josman menyebut kasus ini dapat menjadi evaluasi bagi pihak sekolah agar memperkuat kembali fungsi pengawasan di sekolah. “Kasus bullying ini kita tahu lah, banyak, sampai yang meninggal dunia atau bunuh diri pun ada, ini bukan hanya persoalan si B, si C, ini persoalan kita semua, jadi tidak ada dalam rangka apa pun, ini kami lakukan supaya ke depannya anak-anak kita ini bisa lebih nyaman menempuh pendidikan,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakannya, saat ini G sedang dititip belajar pada salah satu sekolah swasta di Palangka Raya. Josman menegaskan kasus ini sudah berproses hukum, maka proses selanjutnya diserahkan kepada pihak Polresta Palangka Raya. Dengan kata lain, laporan pihaknya atas kasus ini tidak akan dicabut. “Laporan masih berjalan di polresta, kami tetap akan mengikuti proses hukum yang dijalankan di kepolisian,” tandasnya.

Sementara itu, Kasi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya Era Wahyuningsih mengatakan, berkaca dari kasus ini, pihaknya berencana menggencarkan lagi sosialisasi anti bullying di setiap satuan pendidikan, baik SD maupun SMP yang berada di bawah kewenangan Disdik Kota Palangka Raya. Selain itu, ia juga menyoroti soal peran guru di sekolah dalam kasus ini.

“Guru adalah pengganti orang tua di sekolah, yang mana sehari-harinya di sekolah mereka berinteraksi, maka guru yang harus menyampaikan, biasanya anak-anak cenderung lebih menurut pesan guru,” ucapnya.

Analis Kebijakan Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPPKBP3APM Kota Palangka Raya Sri Rimbawani menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan berupaya memulihkan kondisi psikologis korban maupun pelaku yang notabene masih berstatus anak-anak.

“Kami fokus memulihkan kondisi psikis anak-anak ini, agar mental mereka pulih kembali, jangan sampai mereka teracuni oleh hal-hal seperti ini, kami usahakan agar korban maupun pelaku mendapat bimbingan psikolog,” tandasnya. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Kehebohan kasus bullying atau perundungan pada salah satu sekolah dasar negeri (SDN) unggulan di Kota Palangka Raya belum berakhir. Mediasi yang difasilitasi Pemko Palangka Raya melalui instansi terkait berlangsung alot. Terjadi saling bantah antara orang tua korban dengan kepala sekolah (kasek) saat mediasi yang digelar di sekolah yang berlokasi di Jalan Damang Leman, Palangka Raya, Senin pagi (27/3/2023).

Dalam mediasi ini, hadir orang tua korban, orang tua pelaku, perwakilan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Palangka Raya, perwakilan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBP3APM) Kota Palangka Raya, serta murid yang diduga melakukan perundungan.

Pada kesempatan itu, Mulyati selaku kasek mengatakan bahwa dalam kasus yang menimpa murid berinisial G, saat pihaknya melakukan pendataan kasus bullying di sekolah, tidak ada nama korban G. Mulyati menambahkan, sebelum dilaporkan ke pihak luar, seharisnya masalah yang menimpa G ini dilaporkan terlebih dahulu ke internal sekolah, dalam hal ini wali kelas, kemudian kepada kepala sekolah, untuk selanjutnya dilakukan mediasi internal.

“Enggak tahu apakah ini salah mengisi atau tempat formnya, atas nama ananda G itu tidak terekam di sana,” beber Mulyati saat membuka mediasi.

Mulyati menyebut, selama berada di lingkungan sekolah, pihaknya selalu menjalankan fungsi edukasi dan sosialisasi agar anak-anak didik tidak melakukan serta terhindar dari tindakan bullying. Namun dalam kasus G, Mulyati mengklaim bahwa tidak terjadi bullying. Mulyati menilai yang terjadi dan dialami G hanyalah wujud dari perilaku normal yang dilakukan anak-anak untuk mengekspresikan diri.

“Kalau yang kami pantau dan kami dapatkan dari laporan bapak ibu guru, itu tentunya masih sebatas (ekspresi) anak-anak. Mengapa kami menganggap itu sebatas (ekspresi) anak-anak, karena setelah kejadian itu, anak-anak sudah berteman dan berkomunikasi lagi, seolah-olah tidak terjadi apa-apa,” tuturnya.

Mulyati juga membantah adanya kasus bullying yang terjadi di sekolah yang dipimpinnya itu. Sebab, setelah bertengkar, korban berbaikan lagi pelaku dan teman-temannya. “Banyak yang bilang itu bullying, tetapi saya enggak menerima itu semua, karena apa yang sudah dilakukan oleh anak yang katanya korban itu ke teman-teman yang lain. Ini yang perlu kita verifikasi terkait berita yang sudah beredar,” tuturnya.

Dirinya juga membantah pemberitaan di media massa yang mengatakan bahwa korban dikeroyok hingga berdarah-darah. “Yang katanya korban ini dikeroyok berempat sampai berdarah-darah, itu yang sangat membuat kami terkejut, kapan peristiwanya dan di mana, karena kami tidak pernah menyaksikan dan mendapat laporan bahwa ada anak didik kami dikeroyok hingga berdarah-darah,” katanya.

Baca Juga :  Kasus Bullying di SD Unggulan, Korban Alami Trauma setelah Dihajar Fisik

Mulyati menambahkan, pihaknya tidak bisa menyimpulkan kejadian itu sebagai pertengkaran atau bukan, karena ia tidak melihat langsung kejadian itu. Ia juga bersikukuh membantah bahwa di lingkungan sekolahnya terjadi kasus bullying. “Kami tetap memungkiri bahwa di sekolah ini terjadi pembullyan, karena bullying itu ada definisinya,” tandasnya.

Sementara itu, UK (37) selaku orang tua G, mengaku lelah menghadapi kasus bullying yang menimpa anaknya. Sudah melalui berbagai prosedur dalam melaporkan kasus ini di tingkat sekolah, tapi tak kunjung mendapat respons. Ia juga membantah pernyataan pihak sekolah yang menyebut bahwa kejadian yang menimpa anaknya hingga luka-luka bukanlah bullying.

“Saya sudah menjalani prosedur dengan melapor dahulu ke wali kelas, wali kelas harusnya menyampaikan ke kepsek, tapi dari hari Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, setelah suami saya menghubungi ibu wali kelas, barulah wali kelas menghubungi saya sekitar pukul 01.00 malam, setelah kami pertimbangkan bersama keluarga, kami putuskan untuk lapor ke PPPA,” beber UK.

Agar kasus ini bisa segera diselesaikan, UK mengatakan sebaiknya diselesaikan secara hukum melalui unit PPPA Polresta Palangka Raya, agar ada keberimbangan keputusan yang diambil. “Untuk keterangan atas semuanya nanti, sepertinya lebih imbang jika kita dipanggil satu per satu, mendengarkan dari unit PPPA, karena kan mereka lebih netral, nanti juga pihak PPPA memanggil pihak sekolah untuk dimintai keterangan, jadi keterengannya berimbang, tidak ada berat sebelah pihak,” jelasnya.

Menurutnya, laporan yang dilayangkan pihaknya ke kepolisian dilandasi pemikiran untuk menyelamatkan anaknya yang terkena gangguan mental. Mengenai pernyataan dari kepala sekolah yang menyebut bahwa kasus ini hanyalah ekspresi normal anak-anak, lalu setelah bertengkar anak-anak bisa berkomunikasi dan saling bergurau lagi, menurut UK tidak setiap saat orang yang trauma terus-menerus bersedih.

“Saya mencoba untuk membuat dia (G, red) bahagia dan happy, saya datangi kantor wali kota untuk mempertemukan dia dan wali kota, karena pak wali kota itu idolanya. Di kantor wali kota saya bertemu dengan wali kelas anak saya, tapi enggak ada ngomong apa-apa,” ungkapnya.

Selain itu, UK juga menyayangkan tidak adanya respons pihak sekolah atas laporannya. Padahal ia sudah mengikuti prosedur yang seharusnya. “Saya punya bukti anak saya yang terkena bully, yang ditanya pihak polisi adalah rentetan bully yang dialami anak saya, rentetan, saya punya buktinya,” ujarnya.

Baca Juga :  Kasus Bullying di SDN Percobaan Berujung Damai

Di tempat yang sama, paman korban sekaligus paralegal kuasa hukum korban Josman Siregar mengatakan, perundungan yang menimpa keluarganya itu bukan hanya musibah baginya, tetapi juga semua pihak. Karena itu ia berharap kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi siapa pun.

“Baik dia pelaku maupun korban, itu musibah bagi kita orang tua. Jadi dalam artian, bagaimana supaya kejadian ini tidak terjadi lagi, kepada siapa pun dan di mana pun, karena tidak tertutup kemungkinan ke depannya anak-anak kita mengalami hal yang sama,” tuturnya.

Josman menyebut kasus ini dapat menjadi evaluasi bagi pihak sekolah agar memperkuat kembali fungsi pengawasan di sekolah. “Kasus bullying ini kita tahu lah, banyak, sampai yang meninggal dunia atau bunuh diri pun ada, ini bukan hanya persoalan si B, si C, ini persoalan kita semua, jadi tidak ada dalam rangka apa pun, ini kami lakukan supaya ke depannya anak-anak kita ini bisa lebih nyaman menempuh pendidikan,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakannya, saat ini G sedang dititip belajar pada salah satu sekolah swasta di Palangka Raya. Josman menegaskan kasus ini sudah berproses hukum, maka proses selanjutnya diserahkan kepada pihak Polresta Palangka Raya. Dengan kata lain, laporan pihaknya atas kasus ini tidak akan dicabut. “Laporan masih berjalan di polresta, kami tetap akan mengikuti proses hukum yang dijalankan di kepolisian,” tandasnya.

Sementara itu, Kasi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya Era Wahyuningsih mengatakan, berkaca dari kasus ini, pihaknya berencana menggencarkan lagi sosialisasi anti bullying di setiap satuan pendidikan, baik SD maupun SMP yang berada di bawah kewenangan Disdik Kota Palangka Raya. Selain itu, ia juga menyoroti soal peran guru di sekolah dalam kasus ini.

“Guru adalah pengganti orang tua di sekolah, yang mana sehari-harinya di sekolah mereka berinteraksi, maka guru yang harus menyampaikan, biasanya anak-anak cenderung lebih menurut pesan guru,” ucapnya.

Analis Kebijakan Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPPKBP3APM Kota Palangka Raya Sri Rimbawani menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan berupaya memulihkan kondisi psikologis korban maupun pelaku yang notabene masih berstatus anak-anak.

“Kami fokus memulihkan kondisi psikis anak-anak ini, agar mental mereka pulih kembali, jangan sampai mereka teracuni oleh hal-hal seperti ini, kami usahakan agar korban maupun pelaku mendapat bimbingan psikolog,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/