Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Haji Bachtiar Merasa Dikriminalisasi, Dipenjara Karena Menjual Tanah Sendiri

PALANGKA RAYA- H Bachtiar Rahman alias Imron telah ditetapkan tersangka oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Kalimantan Tengah (Kalteng). Hal ini dinilai tidak adil oleh pihak kuasa hukumnya Ari Yunus Hendrawan. Pernyataan ini disampaikan melalui jumpa pers kepada awak media Selasa (30/5).

“Kami melihat ada sesuatu yang kurang tepat dari sisi penanganan hukum yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Kalteng,” ucapnya.

Semua peristiwa bermula ketika kliennya, H Bachtiar alias H Imron (51) memiliki lahan seluas dua hektare di Pahandut Seberang, Palangka Raya. Lahan yang memiliki bukti kepemilikan SHM tersebut kemudian disewakan kepada PT STP pada 14 Oktober 2019.

Dimana perjanjian disepakati bahwa akan menyewa selama 11 tahun, namun pihak PT STP hanya membayar secara tunai dua tahun.

Pada saat 2022, H Imron kesulitan  uang dan menawarkan kepada PT STP untuk membeli lahan yang disewa, namun ditolak. Karena tengah terhimpit ekonomi, H Imron lalu menjual kepada Tanrika HS, seorang pengusaha lainnya tertanggal 4 April 22 melalui Akta Jual Beli (AJB).

Baca Juga :  Wabah PMK Berpotensi Picu Inflasi

“Transaksi jual beli klien dengan Tanrika HS ternyata ditanggapi berbeda oleh PT STP, yang kemudian melapor ke Polsek, Polres dan Polda Kalteng tentang penipuan,” katanya.

Namun, karena ada perjanjian atau kesepakatan, maka hanya bersifat wanprestasi. Pihaknya kemudian menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri dan saat ini tengah berproses pada sidang pembuktian.

“Karena laporan pertama mental, PT STP lapor lagi pada 1 Februari 2023 mengenai tindak pidana memberikan keterangan palsu pada akta otentik, pada 3 Maret naik status tanpa adanya pemeriksaan. Berlanjut pada 23 Mei 2023 ditetapkan sebagai tersangka, dan kini sudah ditahan di Polda Kalteng,” jelasnya.

Pihaknya pun menilai ada suatu kejanggalan yang dituduhkan oleh penyidik kepada H Bachtiar. Karena AJB hanya berlaku antara penjual H Bachtiar dan pembeli Tanrika HS. Dimana dalam AJB berbunyi, jika lahan tidak tersangkut dalam suatu sengketa, tidak terikat pada jaminan dan bebas dari beban-beban lainnya.

“Yang dimaksud memberikan keterangan palsu oleh penyidik ini yang mana. Karena menurut kami ini multitafsir. AJB seharusnya hanya berlaku antara penjual dan pembeli, sedangkan tidak ada sangkutan dengan PT STP,” jelasnya.

Baca Juga :  Ganja Dipasok Pakai Jasa Ekspedisi

Ari menambahkan, jika PT STP merasa dirugikan atas jual beli lahan tersebut, seharusnya menggugat ke pengadilan dan masuk ranah perdata, bukan pidana. “Kasus ini sangat kental dengan keperdataan, tapi kok bisa ditarik ke pidana,” imbuhnya.

PT STP dalam hal ini hanya bersifat sebagai penyewa, sehingga pemilik lahan seharusnya bebas memilih untuk menjual. Karena adanya dugaan kriminalisasi oleh penyidik, pihaknya pun sudah mengirimkan surat ke Mabes Polri agar penanganan perkara bisa ditinjau kembali.

Pihaknya juga telah melaporkan perihal ini kepada Kompolnas, Komnas HAM, Menkopolhukam dan Indonesian Police Watch (IPW). Laporan tersebut terpaksa dilakukan karena tidak ingin penyidikan terkesan mengada-ada. Dalam waktu dekat juga, pihaknya akan menghadap Kapolri terkait penanganan perkara ini. “Kalau perlu Kapolda Kalteng bisa melakukan gelar perkara ulang, karena penyidikan ini kami anggap tidak adil,” pungkasnya. (irj)

PALANGKA RAYA- H Bachtiar Rahman alias Imron telah ditetapkan tersangka oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Kalimantan Tengah (Kalteng). Hal ini dinilai tidak adil oleh pihak kuasa hukumnya Ari Yunus Hendrawan. Pernyataan ini disampaikan melalui jumpa pers kepada awak media Selasa (30/5).

“Kami melihat ada sesuatu yang kurang tepat dari sisi penanganan hukum yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Kalteng,” ucapnya.

Semua peristiwa bermula ketika kliennya, H Bachtiar alias H Imron (51) memiliki lahan seluas dua hektare di Pahandut Seberang, Palangka Raya. Lahan yang memiliki bukti kepemilikan SHM tersebut kemudian disewakan kepada PT STP pada 14 Oktober 2019.

Dimana perjanjian disepakati bahwa akan menyewa selama 11 tahun, namun pihak PT STP hanya membayar secara tunai dua tahun.

Pada saat 2022, H Imron kesulitan  uang dan menawarkan kepada PT STP untuk membeli lahan yang disewa, namun ditolak. Karena tengah terhimpit ekonomi, H Imron lalu menjual kepada Tanrika HS, seorang pengusaha lainnya tertanggal 4 April 22 melalui Akta Jual Beli (AJB).

Baca Juga :  Wabah PMK Berpotensi Picu Inflasi

“Transaksi jual beli klien dengan Tanrika HS ternyata ditanggapi berbeda oleh PT STP, yang kemudian melapor ke Polsek, Polres dan Polda Kalteng tentang penipuan,” katanya.

Namun, karena ada perjanjian atau kesepakatan, maka hanya bersifat wanprestasi. Pihaknya kemudian menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri dan saat ini tengah berproses pada sidang pembuktian.

“Karena laporan pertama mental, PT STP lapor lagi pada 1 Februari 2023 mengenai tindak pidana memberikan keterangan palsu pada akta otentik, pada 3 Maret naik status tanpa adanya pemeriksaan. Berlanjut pada 23 Mei 2023 ditetapkan sebagai tersangka, dan kini sudah ditahan di Polda Kalteng,” jelasnya.

Pihaknya pun menilai ada suatu kejanggalan yang dituduhkan oleh penyidik kepada H Bachtiar. Karena AJB hanya berlaku antara penjual H Bachtiar dan pembeli Tanrika HS. Dimana dalam AJB berbunyi, jika lahan tidak tersangkut dalam suatu sengketa, tidak terikat pada jaminan dan bebas dari beban-beban lainnya.

“Yang dimaksud memberikan keterangan palsu oleh penyidik ini yang mana. Karena menurut kami ini multitafsir. AJB seharusnya hanya berlaku antara penjual dan pembeli, sedangkan tidak ada sangkutan dengan PT STP,” jelasnya.

Baca Juga :  Ganja Dipasok Pakai Jasa Ekspedisi

Ari menambahkan, jika PT STP merasa dirugikan atas jual beli lahan tersebut, seharusnya menggugat ke pengadilan dan masuk ranah perdata, bukan pidana. “Kasus ini sangat kental dengan keperdataan, tapi kok bisa ditarik ke pidana,” imbuhnya.

PT STP dalam hal ini hanya bersifat sebagai penyewa, sehingga pemilik lahan seharusnya bebas memilih untuk menjual. Karena adanya dugaan kriminalisasi oleh penyidik, pihaknya pun sudah mengirimkan surat ke Mabes Polri agar penanganan perkara bisa ditinjau kembali.

Pihaknya juga telah melaporkan perihal ini kepada Kompolnas, Komnas HAM, Menkopolhukam dan Indonesian Police Watch (IPW). Laporan tersebut terpaksa dilakukan karena tidak ingin penyidikan terkesan mengada-ada. Dalam waktu dekat juga, pihaknya akan menghadap Kapolri terkait penanganan perkara ini. “Kalau perlu Kapolda Kalteng bisa melakukan gelar perkara ulang, karena penyidikan ini kami anggap tidak adil,” pungkasnya. (irj)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/