Rabu, Mei 15, 2024
24 C
Palangkaraya

Mengenal dr Reza Kurnia Rahmawati, Lulusan Terbaik III Fakultas Kedokteran UPR Tahun 2023.

Teliti Kutu Rambut dalam Skripsi, Siap Ditugaskan di Pelosok Negeri

Fenomena pedikulosis kapitis atau kutu rambut sering ditemukan di masyarakat. Biasanya dialami kaum perempuan, khususnya anak-anak. Kondisi ini memotivasi dr Reza Kurnia Rahmawati melakukan penelitian yang tentunya manfaat bagi anak-anak perempuan di Kota Palangka Raya.

ANISA B WADHDAH, Palangka Raya

PEDIKULOSIS kapitis atau kutu rambut yang biasa menyerang anak-anak mudah menular di lingkungan dengan populasi yang cukup padat. Ini bukanlah hal sepele, tetapi memiliki dampak yang cukup panjang bagi kesehatan hingga kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal itula yang menjadi salah satu inspirasi dr Reza Kurnia Rahmawati untuk melakukan penelitian yang kemudian dituangkan dalam skripsinya.

Dokter Reza menyelesaikan pendidikan S-1 kedokteran selama 3,5 tahun dengan mengangkat skripsi berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Sampo terhadap Kejadian Pedikulosis Kapitis di Panti Asuhan X Palangka Raya”.

Wanita yang akrab disapa Rahma ini memulai perkuliahan di Universitas Palangka Raya (UPR) jurusan kedokteran pada 2016 lalu. Mengikuti studi preklinik hingga akhir 2019, kemudian melakukan penelitian pada salah satu panti asuhan di Kota Palangka Raya untuk tugas akhir. Berdasarkan hasil penelitiannya, 90 persen anak perempuan di panti asuhan ini mengalami kutu rambut.

“Saya terinspirasi dari masa kecil saya yang saat itu tinggal dekat dengan pesantren, banyak anak perempuan mengalami kutu rambut. Itulah yang mendasari saya melakukan penelitian terkait itu di wilayah Kota Palangka Raya. Memang benar, hasil penelitian saya 90 persen anak-anak perempuan di salah satu panti asuhan di Kota Palangka Raya ini mengalami kutu rambut,” katanya saat dibincangi Kalteng Pos, Minggu (29/1).

Perempuan yang lahir di Boyolali itu menyebut, banyak dampak daripada anak-anak yang mengalami kutu rambut. Misal saja, anak-anak yang mengalami kutu rambut akan merasakan gatal di kepala dan menganggu konsentrasi saat belajar. Hal ini akan berdampak pada pendidikan anak.

Baca Juga :  Para Penghuni Panti Diajak Berkebun hingga Bermain Musik

“Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, anak-anak yang mengalami kutu rambut akan mengalami anemia jika dibiarkan terlalu lama, karena kutu menghisap darah pada kulit rambut,” sebut wanita yang lahir pada 18 Februari 1998 ini.

Apabila anak-anak mengalami kutu rambut dan anemia, tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan otak. Jika banyak anak yang menderita anemia, maka kecerdasan anak-anak bangsa pun tidak akan lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak anemia.

“Berkenaan dengan skripsi saya, ternyata anak-anak yang jarang menggunakan sampo akan lebih mudah tertular kutu rambut,” sebutnya.

Dalam penelitiannya, anak dari pasangan Rahadian Riza Ramadhan dan Pujiwati ini memberikan kontribusi terhadap panti asuhan tempat penelitiannya. Ia memberikan pembinaan dan penjelasan kepada pembina panti asuhan maupun anak-anak perempuan, termasuk pencegahan penularan kutu rambut.

“Kami berikan mereka obat dan pengetahuan soal cara antisipasi penularan kutu rambut,” ucapnya.

Pencegahan penyebaran kutu rambut, menurut Rahma, dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kulit kepala dan rambut, dengan cara keramas menggunakan sampo secara teratur. Juga dianjurkan untuk tidak berbagi pakaian atau handuk dan sisir dengan orang lain. Bila ada keluarga yang terkena kutu rambut, sebaiknya individu yang berkontak dekat juga diperiksa dan diobati.

“Pakaian, sprei, handuk, boneka, dan benda lain yang telah kontak dengan pasien selama dua hari terakhir harus dicuci dan dijemur di bawah sinar matahari,” jelas perempuan lulusan SMAN 1 Palangka Raya jurusan IPA ini.

Rahma berharap penelitiannya dapat memberikan manfaat kepada anak-anak di Kota Palangka Raya, selain sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan kedokteran. Usai menyelesaikan skripsi, perempuan yang hobi membaca dan bersepeda ini melanjutkan rangkaian perjalanan meraih gelar dokter dengan mengikuti ko-asisten (koas) di Rumah Sakit dr Doris Sylvanus (RSDS) Palangka Raya dan RS Kalawa Atei pada 2020 lalu, selama hampir dua tahun. Perjalanan panjang untuk meraih gelar dokter selesai dengan wisuda dan sumpah dokter yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.

Baca Juga :  Koas di Empat Fasilitas Kesehatan Menyenangkan meski Terasa Berat

“Lega, sudah lulus dan menyandang gelar dokter, tetapi dalam perjalanan panjang ke depan juga akan menghadapi tantangan yang lebih berat lagi,” katanya.

Setidaknya Rama sudah melewati perjuangan menempuh pendidikan kedokteran. Ia pun bersyukur karena bisa selesai studi tepat waktu. Memang bukan hal mudah. Namun konsistensi dan tepat waktu menjadi kuncinya menyelesaikan pendidikan tepat waktu dengan hasil yang memuaskan.

“Harus pintar memanajemen waktu, terlebih saat menjalani koas yang bisa 32 jam berada di rumah sakit, belum lagi ada tugas-tugas lain,” ujar anak sulung dari tiga bersaudara ini.

Meski menjadi dokter bukan cita-citanya, tapi Rahma mengaku bisa menjalani proses pendidikan dengan baik. Cita-cita masa kecilnya adalah menjadi guru. Namun ketika orang tua mendukungnya menjadi dokter, tantangan baru pun dimulai. Profesi dokter akan menjadi ladang pengabdiannya ke depan untuk masyarakat luas.

“Awalnya saya ingin jadi guru, tetapi orang tua saya mengarahkan saya jadi dokter. Saya juga sempat berpikir di Kalteng ini belum banyak dokter, khususnya di daerah terpencil,” ujarnya.

Inilah yang mendorong Rahma mengikuti arahan ayah dan ibunya untuk belajar ilmu kedokteran. Dengan menjadi dokter, ada peluang baginya untuk turut memperbaiki kesehatan masyarakat Kalteng. Rahma pun mengaku siap ditugaskan di wilayah-wilayah pelosok.

“Saya sudah disumpah dokter, tentu saya siap dan bersedia untuk ditempatkan mana saja, termasuk daerah-daerah terpencil di wilayah Kalteng ini,” tutupnya. (*/ce)

Fenomena pedikulosis kapitis atau kutu rambut sering ditemukan di masyarakat. Biasanya dialami kaum perempuan, khususnya anak-anak. Kondisi ini memotivasi dr Reza Kurnia Rahmawati melakukan penelitian yang tentunya manfaat bagi anak-anak perempuan di Kota Palangka Raya.

ANISA B WADHDAH, Palangka Raya

PEDIKULOSIS kapitis atau kutu rambut yang biasa menyerang anak-anak mudah menular di lingkungan dengan populasi yang cukup padat. Ini bukanlah hal sepele, tetapi memiliki dampak yang cukup panjang bagi kesehatan hingga kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal itula yang menjadi salah satu inspirasi dr Reza Kurnia Rahmawati untuk melakukan penelitian yang kemudian dituangkan dalam skripsinya.

Dokter Reza menyelesaikan pendidikan S-1 kedokteran selama 3,5 tahun dengan mengangkat skripsi berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Sampo terhadap Kejadian Pedikulosis Kapitis di Panti Asuhan X Palangka Raya”.

Wanita yang akrab disapa Rahma ini memulai perkuliahan di Universitas Palangka Raya (UPR) jurusan kedokteran pada 2016 lalu. Mengikuti studi preklinik hingga akhir 2019, kemudian melakukan penelitian pada salah satu panti asuhan di Kota Palangka Raya untuk tugas akhir. Berdasarkan hasil penelitiannya, 90 persen anak perempuan di panti asuhan ini mengalami kutu rambut.

“Saya terinspirasi dari masa kecil saya yang saat itu tinggal dekat dengan pesantren, banyak anak perempuan mengalami kutu rambut. Itulah yang mendasari saya melakukan penelitian terkait itu di wilayah Kota Palangka Raya. Memang benar, hasil penelitian saya 90 persen anak-anak perempuan di salah satu panti asuhan di Kota Palangka Raya ini mengalami kutu rambut,” katanya saat dibincangi Kalteng Pos, Minggu (29/1).

Perempuan yang lahir di Boyolali itu menyebut, banyak dampak daripada anak-anak yang mengalami kutu rambut. Misal saja, anak-anak yang mengalami kutu rambut akan merasakan gatal di kepala dan menganggu konsentrasi saat belajar. Hal ini akan berdampak pada pendidikan anak.

Baca Juga :  Para Penghuni Panti Diajak Berkebun hingga Bermain Musik

“Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, anak-anak yang mengalami kutu rambut akan mengalami anemia jika dibiarkan terlalu lama, karena kutu menghisap darah pada kulit rambut,” sebut wanita yang lahir pada 18 Februari 1998 ini.

Apabila anak-anak mengalami kutu rambut dan anemia, tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan otak. Jika banyak anak yang menderita anemia, maka kecerdasan anak-anak bangsa pun tidak akan lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak anemia.

“Berkenaan dengan skripsi saya, ternyata anak-anak yang jarang menggunakan sampo akan lebih mudah tertular kutu rambut,” sebutnya.

Dalam penelitiannya, anak dari pasangan Rahadian Riza Ramadhan dan Pujiwati ini memberikan kontribusi terhadap panti asuhan tempat penelitiannya. Ia memberikan pembinaan dan penjelasan kepada pembina panti asuhan maupun anak-anak perempuan, termasuk pencegahan penularan kutu rambut.

“Kami berikan mereka obat dan pengetahuan soal cara antisipasi penularan kutu rambut,” ucapnya.

Pencegahan penyebaran kutu rambut, menurut Rahma, dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kulit kepala dan rambut, dengan cara keramas menggunakan sampo secara teratur. Juga dianjurkan untuk tidak berbagi pakaian atau handuk dan sisir dengan orang lain. Bila ada keluarga yang terkena kutu rambut, sebaiknya individu yang berkontak dekat juga diperiksa dan diobati.

“Pakaian, sprei, handuk, boneka, dan benda lain yang telah kontak dengan pasien selama dua hari terakhir harus dicuci dan dijemur di bawah sinar matahari,” jelas perempuan lulusan SMAN 1 Palangka Raya jurusan IPA ini.

Rahma berharap penelitiannya dapat memberikan manfaat kepada anak-anak di Kota Palangka Raya, selain sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan kedokteran. Usai menyelesaikan skripsi, perempuan yang hobi membaca dan bersepeda ini melanjutkan rangkaian perjalanan meraih gelar dokter dengan mengikuti ko-asisten (koas) di Rumah Sakit dr Doris Sylvanus (RSDS) Palangka Raya dan RS Kalawa Atei pada 2020 lalu, selama hampir dua tahun. Perjalanan panjang untuk meraih gelar dokter selesai dengan wisuda dan sumpah dokter yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.

Baca Juga :  Koas di Empat Fasilitas Kesehatan Menyenangkan meski Terasa Berat

“Lega, sudah lulus dan menyandang gelar dokter, tetapi dalam perjalanan panjang ke depan juga akan menghadapi tantangan yang lebih berat lagi,” katanya.

Setidaknya Rama sudah melewati perjuangan menempuh pendidikan kedokteran. Ia pun bersyukur karena bisa selesai studi tepat waktu. Memang bukan hal mudah. Namun konsistensi dan tepat waktu menjadi kuncinya menyelesaikan pendidikan tepat waktu dengan hasil yang memuaskan.

“Harus pintar memanajemen waktu, terlebih saat menjalani koas yang bisa 32 jam berada di rumah sakit, belum lagi ada tugas-tugas lain,” ujar anak sulung dari tiga bersaudara ini.

Meski menjadi dokter bukan cita-citanya, tapi Rahma mengaku bisa menjalani proses pendidikan dengan baik. Cita-cita masa kecilnya adalah menjadi guru. Namun ketika orang tua mendukungnya menjadi dokter, tantangan baru pun dimulai. Profesi dokter akan menjadi ladang pengabdiannya ke depan untuk masyarakat luas.

“Awalnya saya ingin jadi guru, tetapi orang tua saya mengarahkan saya jadi dokter. Saya juga sempat berpikir di Kalteng ini belum banyak dokter, khususnya di daerah terpencil,” ujarnya.

Inilah yang mendorong Rahma mengikuti arahan ayah dan ibunya untuk belajar ilmu kedokteran. Dengan menjadi dokter, ada peluang baginya untuk turut memperbaiki kesehatan masyarakat Kalteng. Rahma pun mengaku siap ditugaskan di wilayah-wilayah pelosok.

“Saya sudah disumpah dokter, tentu saya siap dan bersedia untuk ditempatkan mana saja, termasuk daerah-daerah terpencil di wilayah Kalteng ini,” tutupnya. (*/ce)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/