Oleh; Agus Pramono
INGAT, tiga hari lagi! Rabu, 27 November adalah puncak pesta demokrasi. Di Kalimantan Tengah, pesta ini bukan cuma soal memilih gubernur dan wakil gubernur. Ada juga pemilihan bupati dan wakil bupati di 14 kabupaten/kota.
Selama tiga bulan terakhir, masyarakat dimanjakan dengan hiburan dan kampanye. Mata dan telinga khalayak disuguhi artis ibu kota dan lokal.
Di Palangka Raya, hampir tiap pekan ada acara. Di Sampit, Kuala Kapuas, dan Pangkalan Bun, kemeriahannya pun tak kalah. Mulai dari panggung dangdut sampai orasi berapi-api.
Namun, pesta itu kini usai. Selamat tinggal hiburan. Selamat tinggal poster-poster yang bikin tiang listrik dan batang pohon kewalahan menahan beban.
Selamat datang masa tenang. Saatnya para calon dan simpatisan menenangkan hati dan pikiran.
Masa ini mestinya sunyi, oleh katanya memasuki hari tenang. Namun, jangan salah. Permainan diam-diam justru baru dimulai. Serangan fajar atau politik uang masih menjadi kunci.
Obrolan warung kopi yang tadinya soal cuaca, kini berubah jadi strategi pembagian suara. Masyarakat akan menemui amplop-amplop yang tiba-tiba jadi lebih sering mengetuk pintu rumah.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bekerja keras. KPU terus menyerukan antipolitik uang.
Sementara, Bawaslu pasang telinga dan mata, mencari celah sekecil apa pun. Tugas mereka jelas berat.
Jujur saja, sekeras apa pun mereka berusaha, kalau kita sendiri masih silau sama lembaran Rp100 ribuan, lantas apa yang bisa diubah? Jadi, pilihlah dengan hati nurani. Gunakan logika, bukan logistik.
Demokrasi bukan soal siapa yang membayar lebih mahal, tetapi soal siapa yang benar-benar layak dipilih.
Ingat, setelah Rabu nanti, lima tahun ke depan adalah waktu kita menuai hasil pilihan kita. Kalau salah pilih, ya nikmati saja. (*)
*) Penulis Adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos