Sabtu, Mei 4, 2024
29.1 C
Palangkaraya

Hamsi dan Rina Mencoba Peruntungan dari Jualan Koran hingga Camilan

MALAM itu, Hamsi dan Rina bersama dua anaknya menjajakan camilan kepada pengunjung di tempat kuliner kawasan Jalan Yos Soedarso. Aktivitas itu mereka lakukan dari pukul 19.00 WIB hingga 23.00 WIB. Berbagai camilan yang dijual berupa kerupuk macaroni hingga stik bawang, harganya pun bervariasi mulai dari Rp15.000 hingga Rp20.000 per bungkus.

Rina bercerita, dia bertemu dengan suaminya saat sekolah keterampilan di PRSBD Prof DR soeharso/RC Solo. Keduanya mengambil keterampilan menjahit seperti rajut dan membuat suiter. Rina merupakan kakak tingkat Hamsi, Rina masuk tahun 2001 sedangkan Hamsi masuk tahun 2003.

“Sebelum masuk ke RC Solo dulu itu saya merupakan orang normal yang bisa jalan, lari maupun naik sepeda. Tapi ketika SMP kelas 2 ada kelainan pada diri saya khususnya di bagian saraf motorik yang lama kelamaan melemah dan membuat saya sempat sedikit depresi dan juga drop karena kejadian itu,” kata Rina kepada Kalteng Pos sembari menyebut dirinya dimasukan orangtuanya ke sekolah keterampilan.

Sedangkan untuk Hamsi yang kini menjadi suaminya, diketahui orang yang normal, akan tetapi dulu ketika masih berumur dua tahun pernah jatuh. Akibat dari jatuh itu membuat tulang punggu suaminya patah dan terkena polio yang menyebabkan saraf kakinya tidak bisa berkembang dan akhirnya menjadi tidak jalan atau lumpuh.

Baca Juga :  Tukang AC Cabuli Bocah

“Tapi meski tidak bisa jalan karena kecelakaan itu tapi ia dan keluarga tidak menyerah dalam Pendidikan anaknya. Sampai akhirnya ia bisa lulus MAN di Marabahan pada tahun 2003,” jelasnya.

Setelah lulus dari sekolah keterampilan Hamsi dan Rina menikah di Boyolali pada tahun 2006. Setelah menikah dikarenakan keterbatasan yang dimiliki akhirnya mereka berdua berjualan koran di lampu merah kurang lebih 10 tahunan.

Kemudian pada 2013, Hamsi dan Rina bersama kedua anaknya menyeberang ke Kalimantan dengan menaiki kapal dan tidak lupa membawa motor modifnya dibantu oleh salah seorang adik sang istri. Di Banjar keduanya mencoba peruntungan dengan menjual koran, akan tetapi peminat koran di sana agak sepi, karena sudah adanya berita berbasis online yang dapat diakses dengan mudah tanpa harus membeli koran.

Pada tahun 2014 mereka mencoba peruntungan kembali di Palangka Raya dengan berjualan koran di lampu merah. Walau kondisinya tidak jauh berbeda dengan yang di Banjar, tapi penghasilannya masih lumayan. Selain berjualan koran mereka juga berjualan kacang bawang.

“Jadi dulu itu saya jualan koran di lampu merah depan PDAM itu pakai kereta kecil, ada 3 tahuna lah kurang lebih. Jadi saya turun yang turun di tengah-tengah lampu merah, sedangkan istri saya jualan koran dan camilan di pinggir trotoar,” kata Hamsi menambahkan.

Baca Juga :  Golkar Panggil Ketua DPRD Kapuas dan Anggota Fraksi

Pada 2015, lanjut pria 39 tahun itu ada perbaikan jalan dan trotoar, sehingga tidak diperbolehkan lagi untuk jualan koran di lampu merah dikarenakan berbahaya. Akhirnya Hamsi dan Rina tidak lagi berjualan koran dan berganti jualan camilan keliling di sekitaran cafe yang ada di jalan Yos Sudarso. Waktu diangkatnya Fairid Naparin Wali Kota Palangka Raya sekarang dan wakilnya Umi Mastikah pada tahun 2018, mereka disuruh mangkal ke depan cafe yang sekarang dikenal dengan caffe kuliner.

“Camilan yang kami jual seperti stik bawang, krupuk makaroni, krupuk talas, krupuk udang. Pada awalnya jualan cemilan ini tidak banyak seperti sekarang, dulu itu beli bahan-bahanya ya 1 kg/jenis tapi sekarang ya sudah 5 kg/jenis. Kalau jualan snack dan minuman ini baru 4 atau 5 hari lalu buat tambah-tambah lumayan,” ucapnya.

Camilan yang dijual lanjutnya, diberi nama camilan HR disabilitas dengan harga Rp15.000/bungkus sampai dengan Rp.20.000/bungkus dan setelah mangkal di depan cafe mereka tidak lagi jualan keliling. Jadi sehari-hari mereka akan menyiapkan camilan itu dari siang, malam sekitar pukul 19.00-23.00 Wib jualan di cafe dan pagi harinya mereka gunaka untuk belanja keperluan yang dibutuhkan untuk berdagang. (*/ala)

MALAM itu, Hamsi dan Rina bersama dua anaknya menjajakan camilan kepada pengunjung di tempat kuliner kawasan Jalan Yos Soedarso. Aktivitas itu mereka lakukan dari pukul 19.00 WIB hingga 23.00 WIB. Berbagai camilan yang dijual berupa kerupuk macaroni hingga stik bawang, harganya pun bervariasi mulai dari Rp15.000 hingga Rp20.000 per bungkus.

Rina bercerita, dia bertemu dengan suaminya saat sekolah keterampilan di PRSBD Prof DR soeharso/RC Solo. Keduanya mengambil keterampilan menjahit seperti rajut dan membuat suiter. Rina merupakan kakak tingkat Hamsi, Rina masuk tahun 2001 sedangkan Hamsi masuk tahun 2003.

“Sebelum masuk ke RC Solo dulu itu saya merupakan orang normal yang bisa jalan, lari maupun naik sepeda. Tapi ketika SMP kelas 2 ada kelainan pada diri saya khususnya di bagian saraf motorik yang lama kelamaan melemah dan membuat saya sempat sedikit depresi dan juga drop karena kejadian itu,” kata Rina kepada Kalteng Pos sembari menyebut dirinya dimasukan orangtuanya ke sekolah keterampilan.

Sedangkan untuk Hamsi yang kini menjadi suaminya, diketahui orang yang normal, akan tetapi dulu ketika masih berumur dua tahun pernah jatuh. Akibat dari jatuh itu membuat tulang punggu suaminya patah dan terkena polio yang menyebabkan saraf kakinya tidak bisa berkembang dan akhirnya menjadi tidak jalan atau lumpuh.

Baca Juga :  Tukang AC Cabuli Bocah

“Tapi meski tidak bisa jalan karena kecelakaan itu tapi ia dan keluarga tidak menyerah dalam Pendidikan anaknya. Sampai akhirnya ia bisa lulus MAN di Marabahan pada tahun 2003,” jelasnya.

Setelah lulus dari sekolah keterampilan Hamsi dan Rina menikah di Boyolali pada tahun 2006. Setelah menikah dikarenakan keterbatasan yang dimiliki akhirnya mereka berdua berjualan koran di lampu merah kurang lebih 10 tahunan.

Kemudian pada 2013, Hamsi dan Rina bersama kedua anaknya menyeberang ke Kalimantan dengan menaiki kapal dan tidak lupa membawa motor modifnya dibantu oleh salah seorang adik sang istri. Di Banjar keduanya mencoba peruntungan dengan menjual koran, akan tetapi peminat koran di sana agak sepi, karena sudah adanya berita berbasis online yang dapat diakses dengan mudah tanpa harus membeli koran.

Pada tahun 2014 mereka mencoba peruntungan kembali di Palangka Raya dengan berjualan koran di lampu merah. Walau kondisinya tidak jauh berbeda dengan yang di Banjar, tapi penghasilannya masih lumayan. Selain berjualan koran mereka juga berjualan kacang bawang.

“Jadi dulu itu saya jualan koran di lampu merah depan PDAM itu pakai kereta kecil, ada 3 tahuna lah kurang lebih. Jadi saya turun yang turun di tengah-tengah lampu merah, sedangkan istri saya jualan koran dan camilan di pinggir trotoar,” kata Hamsi menambahkan.

Baca Juga :  Golkar Panggil Ketua DPRD Kapuas dan Anggota Fraksi

Pada 2015, lanjut pria 39 tahun itu ada perbaikan jalan dan trotoar, sehingga tidak diperbolehkan lagi untuk jualan koran di lampu merah dikarenakan berbahaya. Akhirnya Hamsi dan Rina tidak lagi berjualan koran dan berganti jualan camilan keliling di sekitaran cafe yang ada di jalan Yos Sudarso. Waktu diangkatnya Fairid Naparin Wali Kota Palangka Raya sekarang dan wakilnya Umi Mastikah pada tahun 2018, mereka disuruh mangkal ke depan cafe yang sekarang dikenal dengan caffe kuliner.

“Camilan yang kami jual seperti stik bawang, krupuk makaroni, krupuk talas, krupuk udang. Pada awalnya jualan cemilan ini tidak banyak seperti sekarang, dulu itu beli bahan-bahanya ya 1 kg/jenis tapi sekarang ya sudah 5 kg/jenis. Kalau jualan snack dan minuman ini baru 4 atau 5 hari lalu buat tambah-tambah lumayan,” ucapnya.

Camilan yang dijual lanjutnya, diberi nama camilan HR disabilitas dengan harga Rp15.000/bungkus sampai dengan Rp.20.000/bungkus dan setelah mangkal di depan cafe mereka tidak lagi jualan keliling. Jadi sehari-hari mereka akan menyiapkan camilan itu dari siang, malam sekitar pukul 19.00-23.00 Wib jualan di cafe dan pagi harinya mereka gunaka untuk belanja keperluan yang dibutuhkan untuk berdagang. (*/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/