Sabtu, Mei 11, 2024
26.4 C
Palangkaraya

Waduh! Korban Keracunan Takjil Capai 84 Orang

SAMPIT-Kasus keracunan takjil berupa kue ipau di Kota Sampit terus bertambah. Data terbaru dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), tercatat sudah 84 orang korban dan satu di antaranya meninggal dunia. Informasi itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotim Umar Kaderi, Senin (3/4/2023).

“Dari data kami per Minggu (2/4), sudah ada 84 orang yang menjadi korban, semoga saja tidak bertambah dan ini yang terakhir. Sekarang ini kondisi pasien secara umum sudah bagus, alhamdulillah kasusnya sudah bisa dikendalikan,” kata Umar, kemarin.

Kadinkes mengatakan, 84 korban keracunan itu terdiri dari laki-laki 33 orang dan perempuan 51 orang. Pasien berusia kurang dari 5 tahun berjumlah 5 orang, usia di atas 5 tahun 66 orang, dan lansia 13 orang. Para korban itu berasal dari lima kecamatan yaitu Mentawa Baru Ketapang 24 orang, Baamang 48 orang, Kota Besi 5 orang, Cempaga 3 orang, dan Antang Kalang 4 orang.

Baca Juga :  Kapolda Resmikan Pelayanan Publik, Pondok Baca dan Kapal Cepat

“Kalau pasien yang dirujuk ke RSUD dr Murjani sebanyak 25 orang, masih ada 11 orang yang dirawat, sementara pasien lainnya ditangani di puskesmas dengan jumlah 21 orang, yang lainnya lagi ditangani mandiri di rumah masing-masing karena hanya mengalami gejala ringan,” bebernya.

Umar menyampaikan, penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kotim di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) dengan memeriksa sampel kue yang diduga penyebab keracunan. Hasil pemeriksaan sampel menunjukkan terdapat bakteri Escherichia coli atau E. coli dan Salmonella. Kedua bakteri inilah yang diduga menyebabkan puluhan orang yang mengonsumsi kue tersebut keracunan.

“E.Coli juga ada di dalam tubuh kita, tetapi dalam batas normal. Yang tidak normal itu karena kedua bakteri ada di makanan, munculnya kontaminasi dua bakteri tersebut bisa disebabkan karena proses penyimpanan maupun pengolahan yang tidak bersih dan sehat. Bahkan saat pengambilan sampel, sudah terlihat perubahan warna,” terangnya.

Baca Juga :  Disperkimtan Terus Wujudkan Rumah Sehat

Dikatakannya, proses penyimpanan bahan baku kue ipau juga dinilai kurang bagus. Diduga sudah lama dibeli, lalu dimasukkan ke kulkas, saat di dalam kulkas itulah berkembang bakteri. Sementara untuk kontaminasi E. coli dicurigai dari air, sedangkan salmonella dari daging dan sayuran.

“Kami juga menunggu hasil pemeriksaan sampel oleh BBPOM Palangka Raya, dengan ditemukannya dua jenis bakteri itu, sudah bisa menjadi gambaran bahwa para korban memang keracunan usai mengonsumsi kue ipau itu,” sebut Umar.

Ia menambahkan, dinas kesehatan secara rutin melakukan upaya pencegahan kejadian serupa melalui pembinaan kepada para pelaku usaha kecil dan menengah terkait keamanan dan kebersihan pangan. Tujuannya agar pembuat maupun penjual kuliner memahami soal bagaimana menjaga keamanan pangan yang dijual.

“Bahkan yang punya warung itu juga sudah pernah diberi penyuluhan keamanan pangan. Kasus ini terjadi mungkin karena ada keteledoran, khususnya dalam hal pengolahan dan bahan pangan,” tutupnya. (bah/ce/ala)

SAMPIT-Kasus keracunan takjil berupa kue ipau di Kota Sampit terus bertambah. Data terbaru dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), tercatat sudah 84 orang korban dan satu di antaranya meninggal dunia. Informasi itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotim Umar Kaderi, Senin (3/4/2023).

“Dari data kami per Minggu (2/4), sudah ada 84 orang yang menjadi korban, semoga saja tidak bertambah dan ini yang terakhir. Sekarang ini kondisi pasien secara umum sudah bagus, alhamdulillah kasusnya sudah bisa dikendalikan,” kata Umar, kemarin.

Kadinkes mengatakan, 84 korban keracunan itu terdiri dari laki-laki 33 orang dan perempuan 51 orang. Pasien berusia kurang dari 5 tahun berjumlah 5 orang, usia di atas 5 tahun 66 orang, dan lansia 13 orang. Para korban itu berasal dari lima kecamatan yaitu Mentawa Baru Ketapang 24 orang, Baamang 48 orang, Kota Besi 5 orang, Cempaga 3 orang, dan Antang Kalang 4 orang.

Baca Juga :  Kapolda Resmikan Pelayanan Publik, Pondok Baca dan Kapal Cepat

“Kalau pasien yang dirujuk ke RSUD dr Murjani sebanyak 25 orang, masih ada 11 orang yang dirawat, sementara pasien lainnya ditangani di puskesmas dengan jumlah 21 orang, yang lainnya lagi ditangani mandiri di rumah masing-masing karena hanya mengalami gejala ringan,” bebernya.

Umar menyampaikan, penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kotim di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) dengan memeriksa sampel kue yang diduga penyebab keracunan. Hasil pemeriksaan sampel menunjukkan terdapat bakteri Escherichia coli atau E. coli dan Salmonella. Kedua bakteri inilah yang diduga menyebabkan puluhan orang yang mengonsumsi kue tersebut keracunan.

“E.Coli juga ada di dalam tubuh kita, tetapi dalam batas normal. Yang tidak normal itu karena kedua bakteri ada di makanan, munculnya kontaminasi dua bakteri tersebut bisa disebabkan karena proses penyimpanan maupun pengolahan yang tidak bersih dan sehat. Bahkan saat pengambilan sampel, sudah terlihat perubahan warna,” terangnya.

Baca Juga :  Disperkimtan Terus Wujudkan Rumah Sehat

Dikatakannya, proses penyimpanan bahan baku kue ipau juga dinilai kurang bagus. Diduga sudah lama dibeli, lalu dimasukkan ke kulkas, saat di dalam kulkas itulah berkembang bakteri. Sementara untuk kontaminasi E. coli dicurigai dari air, sedangkan salmonella dari daging dan sayuran.

“Kami juga menunggu hasil pemeriksaan sampel oleh BBPOM Palangka Raya, dengan ditemukannya dua jenis bakteri itu, sudah bisa menjadi gambaran bahwa para korban memang keracunan usai mengonsumsi kue ipau itu,” sebut Umar.

Ia menambahkan, dinas kesehatan secara rutin melakukan upaya pencegahan kejadian serupa melalui pembinaan kepada para pelaku usaha kecil dan menengah terkait keamanan dan kebersihan pangan. Tujuannya agar pembuat maupun penjual kuliner memahami soal bagaimana menjaga keamanan pangan yang dijual.

“Bahkan yang punya warung itu juga sudah pernah diberi penyuluhan keamanan pangan. Kasus ini terjadi mungkin karena ada keteledoran, khususnya dalam hal pengolahan dan bahan pangan,” tutupnya. (bah/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/