Minggu, Mei 5, 2024
24.2 C
Palangkaraya

Pengabdian Dosen bagi Masyarakat di Desa Tumbang Liting, Kabupaten Katingan

Edukasi Cegah Luka Kaki Diabetik pada Lansia Penderita DM

DIABETES melitus termasuk kelompok penyakit metabolisme yang dikarakteristikkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau kombinasi keduannya. Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit endokrin yang paling umum dan bentuk paling umum dari diabetes.

Pada penderita diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh pankreas biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh total (Chiu et al., 2020).

WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030, tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah Amerika Serikat, India, dan China. Berdasarkan riskesdas tahun 2018, prevalensi diabetes melitus di Indonesia adalah 1,5% dan di Kalimantan Tengah adalah 1,1% (Kemenkes RI, 2018).

Disebutkan juga bahwa 15% penderita diabetes akan mengalami setidaknya satu ulkus kaki diabetic seumur hidupnya (Gainey et al., 2016). Ulkus kaki diabetes (luka kaki pada penderita diabetes) merupakan penyebab utama 85% dari seluruh amputasi pada ekstremitas bawah (Lou et al., 2020).

Data tersebut diperkuat dengan data dari WHO (2008) yang menyebutkan bahwa amputasi tungkai terjadi 10 kali lebih banyak pada diabetisi dibandingkan non diabetisi. Di Indonesia sendiri, menurut data dari Perkumpulan Endokrin Indonesia (PERKENI) (2009) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), hampir 70% dari pasien Diabetes Melitus dirawat dengan diagnosis ulkus kaki diabetes (Suastika & Rudijanto, 2021).

Berdasarkan pengklasifikasian komplikasi diabetes melitus menjadi 2 kelompok besar, yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis (Suastika & Rudijanto, 2021).  Komplikasi kronis terdiri dari komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati. Komplikasi makrovaskuler yang paling sering terjadi adalah penyakit arteri koroner, penyakit cerebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer.

Komplikasi mikrovaskuler terjadi di retina yang menyebabkan retinopati diabetic dan ginjal menyebabkan nefropati diabetic  Sedangkan komplikasi Neuropati suatu komplikasi neuropati perifer dan otonom menimbulkan permasalahan di kaki, yaitu berupa ulkus kaki diabetic (Suastika & Rudijanto, 2021). Gangguan vascular perifer baik akibat makrovaskular (aterosklerosis) maupun gangguan mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut disamping sebagai penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan, terutama dengan kondisi penuaan pada lansia (Damayanti, 2015). Alat ukur yang digunakan untuk menilai sirkulasi darah perifer tersebut adalah dengan menggunakan Ankle Brachial Index (ABI) (Ugwu et al., 2021).

Baca Juga :  1,2 Juta Dosis Sudah Disuntikkan

Lansia mengalami penuaan dan menyebabkan penurunan fungsi tubuh secara keseluruhan. Memasuki usia tua berarti mengalami penurunan fisik, psikososial, spiritual dan juga akan mengalami kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan risiko mengalami penyakit degeneratif seperti DM dengan proses penyembuhan yang lambat pada luka (ulkus). Kondisi lansia yang semakin menurun menyebabkan lansia menjadi tidak produktif terutama dengan komplikasi luka DM (ulkus) akibat kurangnya perawatan kaki. Lansia mengalami penurunan kemampuan perawatan diri, sehingga lansia kurang mampu melakukan perawatan yang dapat membantu mereka dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.

Kondisi lansia diabetes melitus memerlukan penanganan yang lebih baik dan intensif agar dapat mengurangi risiko komplikasi yang lebih berat terutama pada kasus ulkus diabetic. Dengan melakukan perawatan kaki secara teratur dapat mengurangi penyakit kaki diabetic sebesar 50 – 60%. Manajemen diet, pemantauan kadar gula darah, terapi farmakologi adalah penatalaksanaan dari diabetes mellitus, selain itu perlu adanya perawatan kaki dengan melakukan pengkajian dan perawatan mandiri pada kaki dan dilanjutkan dengan latihan fisik berupa olahraga jasmani.

Untuk melakukan vaskularisasi perawatan kaki dapat juga dilakukan dengan gerakan-gerakan kaki yang dikenal sebagai senam kaki diabetic. Senam kaki adalah latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki sehingga nutrisi mengalir lancar ke jaringan. Selain itu, juga memperkuat otot-otot kecil, mencegah kelainan bentuk kaki, mengatasi keterbatasan gerak sendi, dan mencegah cedera.

Baca Juga :  Varian Covid-19 Masih jadi Ancaman

Perawat memiliki peran dalam membantu pemenuhan perawatan diri terapeutik pada lansia dengan DM melalui pencegahan dan pengendalian DM, salah satunya adalah dengan perawatan kaki (pemeriksaan kaki mandiri dan senam kaki diabetic) sehingga dapat meningkatkan sirkulasi darah ke seluruh jaringan perifer terutama pada kaki lansia (Girsang & Sitorus, 2020). Kegiatan dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian dosen Poltekkes kemenkes palangka raya dengan memberikan Pendidikan Kesehatan bagi 20 orang lansia di balai desa Kelurahan Tumbang Liting beberapa waktu yang lalu.

Hasil kegiatan menunjukkan terjadi peningkatan tingkat pengetahuan tentang pengkajian, perawatan mandiri pada kaki dan kemampuan dalam melakukan senam kaki diabetes (2 kali seminggu dengan durasi 15 menit). Demikian pulan dengan hasil penilaian ABI, juga terjadi peningkatan nilai ABI sebelum dan sesudah kegiatan.

Lansia yang mampu melakukan pengkajian yang tepat pada kaki, melakukan perawatan kaki dengan tepat secara mandiri, serta melakukan senam kaki diabetes minimal 2 kali seminggu dengan waktu 15 menit, akan berpotensi memiliki ABI yang baik dan normal.

Kondisi tersebut akan mendukung kesehatan lansia yang mengalami DM dan mengurangi risiko terjadinya penurunan sirkulasi darah di kaki sehingga ulkus DM atau risiko amputasi amputasi akan dapat dicegah. Diabetic Self Management Education (DSME) adalah merupakan bentuk edukasi yang dapat diberikan untuk memandirikan lansia dalam perawatan dirinya sebagai penderita DM.

Bentuk edukasi dalam kegiatan ini sangat bermanfaat dalam peningkatan pengetahuan lansia DM dan akan berdampak pada perubahan sikap dan perilaku lansia DM dalam mencegah komplikasi terutama pada kaki lansia.  Harapannya lansia dapat dengan rutin melakukan perawatan kaki dengan baik disertai denga adanya dukungan keluarga agar lansia DM tetap sehat, berkualitas dan Bahagia. (*)

 

Penulis:

Ns. Agnes Dewi Astuti, M.Kep., Sp.Kep.Kom.

Dosen Spesialis Keperawatan Komunitas Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

DIABETES melitus termasuk kelompok penyakit metabolisme yang dikarakteristikkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau kombinasi keduannya. Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit endokrin yang paling umum dan bentuk paling umum dari diabetes.

Pada penderita diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh pankreas biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh total (Chiu et al., 2020).

WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030, tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah Amerika Serikat, India, dan China. Berdasarkan riskesdas tahun 2018, prevalensi diabetes melitus di Indonesia adalah 1,5% dan di Kalimantan Tengah adalah 1,1% (Kemenkes RI, 2018).

Disebutkan juga bahwa 15% penderita diabetes akan mengalami setidaknya satu ulkus kaki diabetic seumur hidupnya (Gainey et al., 2016). Ulkus kaki diabetes (luka kaki pada penderita diabetes) merupakan penyebab utama 85% dari seluruh amputasi pada ekstremitas bawah (Lou et al., 2020).

Data tersebut diperkuat dengan data dari WHO (2008) yang menyebutkan bahwa amputasi tungkai terjadi 10 kali lebih banyak pada diabetisi dibandingkan non diabetisi. Di Indonesia sendiri, menurut data dari Perkumpulan Endokrin Indonesia (PERKENI) (2009) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), hampir 70% dari pasien Diabetes Melitus dirawat dengan diagnosis ulkus kaki diabetes (Suastika & Rudijanto, 2021).

Berdasarkan pengklasifikasian komplikasi diabetes melitus menjadi 2 kelompok besar, yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis (Suastika & Rudijanto, 2021).  Komplikasi kronis terdiri dari komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati. Komplikasi makrovaskuler yang paling sering terjadi adalah penyakit arteri koroner, penyakit cerebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer.

Komplikasi mikrovaskuler terjadi di retina yang menyebabkan retinopati diabetic dan ginjal menyebabkan nefropati diabetic  Sedangkan komplikasi Neuropati suatu komplikasi neuropati perifer dan otonom menimbulkan permasalahan di kaki, yaitu berupa ulkus kaki diabetic (Suastika & Rudijanto, 2021). Gangguan vascular perifer baik akibat makrovaskular (aterosklerosis) maupun gangguan mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut disamping sebagai penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan, terutama dengan kondisi penuaan pada lansia (Damayanti, 2015). Alat ukur yang digunakan untuk menilai sirkulasi darah perifer tersebut adalah dengan menggunakan Ankle Brachial Index (ABI) (Ugwu et al., 2021).

Baca Juga :  1,2 Juta Dosis Sudah Disuntikkan

Lansia mengalami penuaan dan menyebabkan penurunan fungsi tubuh secara keseluruhan. Memasuki usia tua berarti mengalami penurunan fisik, psikososial, spiritual dan juga akan mengalami kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan risiko mengalami penyakit degeneratif seperti DM dengan proses penyembuhan yang lambat pada luka (ulkus). Kondisi lansia yang semakin menurun menyebabkan lansia menjadi tidak produktif terutama dengan komplikasi luka DM (ulkus) akibat kurangnya perawatan kaki. Lansia mengalami penurunan kemampuan perawatan diri, sehingga lansia kurang mampu melakukan perawatan yang dapat membantu mereka dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.

Kondisi lansia diabetes melitus memerlukan penanganan yang lebih baik dan intensif agar dapat mengurangi risiko komplikasi yang lebih berat terutama pada kasus ulkus diabetic. Dengan melakukan perawatan kaki secara teratur dapat mengurangi penyakit kaki diabetic sebesar 50 – 60%. Manajemen diet, pemantauan kadar gula darah, terapi farmakologi adalah penatalaksanaan dari diabetes mellitus, selain itu perlu adanya perawatan kaki dengan melakukan pengkajian dan perawatan mandiri pada kaki dan dilanjutkan dengan latihan fisik berupa olahraga jasmani.

Untuk melakukan vaskularisasi perawatan kaki dapat juga dilakukan dengan gerakan-gerakan kaki yang dikenal sebagai senam kaki diabetic. Senam kaki adalah latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki sehingga nutrisi mengalir lancar ke jaringan. Selain itu, juga memperkuat otot-otot kecil, mencegah kelainan bentuk kaki, mengatasi keterbatasan gerak sendi, dan mencegah cedera.

Baca Juga :  Varian Covid-19 Masih jadi Ancaman

Perawat memiliki peran dalam membantu pemenuhan perawatan diri terapeutik pada lansia dengan DM melalui pencegahan dan pengendalian DM, salah satunya adalah dengan perawatan kaki (pemeriksaan kaki mandiri dan senam kaki diabetic) sehingga dapat meningkatkan sirkulasi darah ke seluruh jaringan perifer terutama pada kaki lansia (Girsang & Sitorus, 2020). Kegiatan dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian dosen Poltekkes kemenkes palangka raya dengan memberikan Pendidikan Kesehatan bagi 20 orang lansia di balai desa Kelurahan Tumbang Liting beberapa waktu yang lalu.

Hasil kegiatan menunjukkan terjadi peningkatan tingkat pengetahuan tentang pengkajian, perawatan mandiri pada kaki dan kemampuan dalam melakukan senam kaki diabetes (2 kali seminggu dengan durasi 15 menit). Demikian pulan dengan hasil penilaian ABI, juga terjadi peningkatan nilai ABI sebelum dan sesudah kegiatan.

Lansia yang mampu melakukan pengkajian yang tepat pada kaki, melakukan perawatan kaki dengan tepat secara mandiri, serta melakukan senam kaki diabetes minimal 2 kali seminggu dengan waktu 15 menit, akan berpotensi memiliki ABI yang baik dan normal.

Kondisi tersebut akan mendukung kesehatan lansia yang mengalami DM dan mengurangi risiko terjadinya penurunan sirkulasi darah di kaki sehingga ulkus DM atau risiko amputasi amputasi akan dapat dicegah. Diabetic Self Management Education (DSME) adalah merupakan bentuk edukasi yang dapat diberikan untuk memandirikan lansia dalam perawatan dirinya sebagai penderita DM.

Bentuk edukasi dalam kegiatan ini sangat bermanfaat dalam peningkatan pengetahuan lansia DM dan akan berdampak pada perubahan sikap dan perilaku lansia DM dalam mencegah komplikasi terutama pada kaki lansia.  Harapannya lansia dapat dengan rutin melakukan perawatan kaki dengan baik disertai denga adanya dukungan keluarga agar lansia DM tetap sehat, berkualitas dan Bahagia. (*)

 

Penulis:

Ns. Agnes Dewi Astuti, M.Kep., Sp.Kep.Kom.

Dosen Spesialis Keperawatan Komunitas Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/