Sabtu, Mei 18, 2024
32.6 C
Palangkaraya

Rhosinta Belajar Buat Keripik Otodidak melalui Youtube

Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (11)

Sikap pantang menyerah yang ditunjukkan oleh Rhosinta Maria Christina patut menjadi contoh. Gagal sekali, coba lagi. Gagal lagi, ya coba lagi. Sampai akhirnya, usaha yang dilakukan tak menghianati hasil saat ini. Usaha aneka cemilan dan kue keringnya laris manis

*ISABELLA, Palangka Raya

Rumah sederhana berwarna merah kombinasi hijau berpagar hitam itu dijadikan tempat tinggal dan rumah produksi aneka cemilan dan kue kering.  Sudah enam tahun lamanya, Rhosinta Maria Christina, selaku owner aneka cemilan dan kue kering bermerek dagang Badak Berseri menjalankan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini.

Beraneka ragam produk yang diproduksi itu keripik singkong, keripik pisang, kerupuk, stik, nastar, kue kacang, putri salju, bola-bola salju, dan kue semprit.

Ada enam orang karyawan yang membantu dalam proses produksi sampai pengemasan. Setiap kali produksi bisa menghabiskan sampai 48 liter minyak goreng, 100 kilogram singkong untuk bahan keripik, dan lebih satu tandan untuk pisang. Keripik singkong dan pisang memang menjadi best seller. Harga per kemasan Rp10 ribu dengan berat 100-110 gram.

Aneka cemilan dan aneka kue kering yang diproduksi Rhosinta ini sebenarnya sudah banyak yang juga memproduksi. Tapi, produknya memiliki ciri khas dan keunggulan tersendiri baik itu resep ataupun bahan dasar olahannya.

Baca Juga :  Topeng Sababuka, Sarana Spiritual untuk Menolak Bala

“Cemilan saya ini punya keunggulan. Semisal keripik singkong, saya tidak mau menggunkan singkong yang sembarangan. Singkong dipesan khusus dengan ukuran dan kualitas yang sudah ditentukan. Begitu juga dengan keripik pisang dan aneka kue kering, saya tidak mau menggunakan bahan-bahan yang merusak citra kualitas produk saya, bagi saya kenyamanan dan kepercayaan konsumen adalah yang paling penting,”ungkapnya kepada Kalteng Pos yang berkunjung ke rumahnya di Jalan Badak 4 Blok F, beberapa hari lalu.

Produknya tidak dijual secara online atau merambah ke marketplace. Rhosinta tak banyak waktu untuk terus memandang ponsel pintarnya. Perempuan yang bergelar sarjana pertanian ini lebih konsen ke penjualan tatap muka. Menyuplai toko-toko modern di Palangka Raya, dan toko-toko yang ada di Sampit, Timpah, dan Takaras. Setiap dua pecan sekali menyuplai produk ke pelanggan. “Biasanya sekali suplai, bisa 100 kemasan di tiap-tiap tempat,”beber perempuan yang berusia 38 tahun itu.

Dari banyaknya pelanggan, Rhosinta bisa meraup omzet minimal Rp15 juta dalam satu bulan.Dua bulan masa pandemi tak berdampak banyak pada usahanya. Begitu juga saat harga minyak goreng melambung tinggi. Proses produksi juga berjalan lancer tanpa mengurani kualitas produk.

Rhosinta mulai menjadi berwirausaha sejak tahun 2015 silam. Saat itu, ia mengawali menjadi reseller yang menjualkan produk olahan aneka cemilan keripik singkong dan keripik pisang milik keluarga. Ia memasarkan lagi ke koperasi perusahaan sawit di Pulang Pisau, tempat suami bekerja. Keuntungan itu ia tabung dan dijadikan modal untuk membuka usaha sendiri.

Baca Juga :  Tujuh Tahun Berstatus Institut, Segera Naik Kelas Jadi UIN

Rhosinta pernah tinggal sekaligus bekerja di Kabupaten Kotawaringin Timur selama 8 tahun. Menjadi bagian administrasi dan distributor di dua perusahaan yang berbeda di Sampit. “Saya pernah juag pernah menganggur alias murni menjadi ibu rumah tangga yang menunggu gaji bulanan suami yang bekerja di perusahaan sawit,”ucapnya, lalu tertawa.

Rhosinta menyebut, saking ingin punya usaha keripik singkong dan pisang hasil buatannya sendiri, ibu dua anak itu rela mencari dan mempelajari tutorial-tutorial membuat keripik melalui Youtube. Setiap hari belajar mencari racikan yang pas. Berulang kali gagal. Keripik terlalu keras, terlalu gosong, kurang manis, dan kurang asin sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Tak ada kata menyerah. Sampai mendapatkan racikan yang pas dengan lidah.

“Saya coba lagi dan coba terus sampai mendapat resep yang pas. Sampai akhirnya ketemu jodoh resepnya,”kata perempuan kelahiran Palangka Raya ini.

“Saya bersyukur, produk saya bisa mendapat nilai lebih dari masyarakat. Usaha memang tidak menghianati hasil,”tutupnya.(ram/ko)

Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (11)

Sikap pantang menyerah yang ditunjukkan oleh Rhosinta Maria Christina patut menjadi contoh. Gagal sekali, coba lagi. Gagal lagi, ya coba lagi. Sampai akhirnya, usaha yang dilakukan tak menghianati hasil saat ini. Usaha aneka cemilan dan kue keringnya laris manis

*ISABELLA, Palangka Raya

Rumah sederhana berwarna merah kombinasi hijau berpagar hitam itu dijadikan tempat tinggal dan rumah produksi aneka cemilan dan kue kering.  Sudah enam tahun lamanya, Rhosinta Maria Christina, selaku owner aneka cemilan dan kue kering bermerek dagang Badak Berseri menjalankan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini.

Beraneka ragam produk yang diproduksi itu keripik singkong, keripik pisang, kerupuk, stik, nastar, kue kacang, putri salju, bola-bola salju, dan kue semprit.

Ada enam orang karyawan yang membantu dalam proses produksi sampai pengemasan. Setiap kali produksi bisa menghabiskan sampai 48 liter minyak goreng, 100 kilogram singkong untuk bahan keripik, dan lebih satu tandan untuk pisang. Keripik singkong dan pisang memang menjadi best seller. Harga per kemasan Rp10 ribu dengan berat 100-110 gram.

Aneka cemilan dan aneka kue kering yang diproduksi Rhosinta ini sebenarnya sudah banyak yang juga memproduksi. Tapi, produknya memiliki ciri khas dan keunggulan tersendiri baik itu resep ataupun bahan dasar olahannya.

Baca Juga :  Topeng Sababuka, Sarana Spiritual untuk Menolak Bala

“Cemilan saya ini punya keunggulan. Semisal keripik singkong, saya tidak mau menggunkan singkong yang sembarangan. Singkong dipesan khusus dengan ukuran dan kualitas yang sudah ditentukan. Begitu juga dengan keripik pisang dan aneka kue kering, saya tidak mau menggunakan bahan-bahan yang merusak citra kualitas produk saya, bagi saya kenyamanan dan kepercayaan konsumen adalah yang paling penting,”ungkapnya kepada Kalteng Pos yang berkunjung ke rumahnya di Jalan Badak 4 Blok F, beberapa hari lalu.

Produknya tidak dijual secara online atau merambah ke marketplace. Rhosinta tak banyak waktu untuk terus memandang ponsel pintarnya. Perempuan yang bergelar sarjana pertanian ini lebih konsen ke penjualan tatap muka. Menyuplai toko-toko modern di Palangka Raya, dan toko-toko yang ada di Sampit, Timpah, dan Takaras. Setiap dua pecan sekali menyuplai produk ke pelanggan. “Biasanya sekali suplai, bisa 100 kemasan di tiap-tiap tempat,”beber perempuan yang berusia 38 tahun itu.

Dari banyaknya pelanggan, Rhosinta bisa meraup omzet minimal Rp15 juta dalam satu bulan.Dua bulan masa pandemi tak berdampak banyak pada usahanya. Begitu juga saat harga minyak goreng melambung tinggi. Proses produksi juga berjalan lancer tanpa mengurani kualitas produk.

Rhosinta mulai menjadi berwirausaha sejak tahun 2015 silam. Saat itu, ia mengawali menjadi reseller yang menjualkan produk olahan aneka cemilan keripik singkong dan keripik pisang milik keluarga. Ia memasarkan lagi ke koperasi perusahaan sawit di Pulang Pisau, tempat suami bekerja. Keuntungan itu ia tabung dan dijadikan modal untuk membuka usaha sendiri.

Baca Juga :  Tujuh Tahun Berstatus Institut, Segera Naik Kelas Jadi UIN

Rhosinta pernah tinggal sekaligus bekerja di Kabupaten Kotawaringin Timur selama 8 tahun. Menjadi bagian administrasi dan distributor di dua perusahaan yang berbeda di Sampit. “Saya pernah juag pernah menganggur alias murni menjadi ibu rumah tangga yang menunggu gaji bulanan suami yang bekerja di perusahaan sawit,”ucapnya, lalu tertawa.

Rhosinta menyebut, saking ingin punya usaha keripik singkong dan pisang hasil buatannya sendiri, ibu dua anak itu rela mencari dan mempelajari tutorial-tutorial membuat keripik melalui Youtube. Setiap hari belajar mencari racikan yang pas. Berulang kali gagal. Keripik terlalu keras, terlalu gosong, kurang manis, dan kurang asin sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Tak ada kata menyerah. Sampai mendapatkan racikan yang pas dengan lidah.

“Saya coba lagi dan coba terus sampai mendapat resep yang pas. Sampai akhirnya ketemu jodoh resepnya,”kata perempuan kelahiran Palangka Raya ini.

“Saya bersyukur, produk saya bisa mendapat nilai lebih dari masyarakat. Usaha memang tidak menghianati hasil,”tutupnya.(ram/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/