Trendsetter Umat Islam di Bulan Syawwal

67

Oleh:
Prof. Dr. Ahmad Dakhoir, SHI, MHI
(Guru Besar IAIN Palangka Raya, Mustasyar PCNU Kota Palangka Raya)

KEUTAMAAN dan keberkahan bulan suci Ramadan seolah belum bisa move off dari fikiran umat islam. Lebih lebih, saat ini kita berada di bulan syawwal, yaitu bulan motivasi dan bulan kontinuitas untuk merawat dan meningkatkan berbagai amal ibadah di setelah bulan ramadhan. Besar ekspektasi umat dalam menginginkan kualitas perbaikan kehidupan melalui bulan suci ramadhan dan syawwal ini. Kita semua berharap, semoga ada perubahan perbaikan yang signifikan di semua lini kehidupan pasca bulan ramadhan dan bulan syawwal ini. Tidak hanya di lingkungan local, regional, tapi juga di level nasional bahkan global. Umat menginginkan peningkatan kualitas kehidupan yang selalu damai, tentram, rukun, harmoni, berkah bulan-bulan suci itu.

Untuk mengisi bulan syawwal ini, ada 3 target peningkatan bagi umat muslim. 3 target ini harus selalu dimonitoring, dievaluasi, diaudit dan ditingkatkan mutunya. 3 target peningkatan itu adalah 1 peningkatan amal ibadah, 2 peningkatan keimanan, dan ke 3 yaitu moment peningkatan ilmu pengetahuan.

Pertama, bulan syawwal adalah momentum meningkatkan amal ibadah kita. Stabilitas ibadah tidak boleh menurun, minimal sama dan harus dipertahankan. Stabilitas beribadah adalah semua kinerja kebaikan yang bermuara pada Allah SWT. Banyak-banyak beribadah adalah wujud implementasi maqom ubudiyah yakni maqom termudah, untuk menggapai keyakinan keimanan kepada Allah SWT.

Kedua, bulan syawwal adalah trendsetter untuk meningkatkan keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT. Untuk menguji keimanan pasca ramadhan, umat islam harus mampu mewujudkan satu hal yaitu, mengukuhkan persatuan dan kesatuan dalam damai dan kasih sayang sesama manusia. Dalam dimensi kebangsaan, keimanan seseorang juga akan di ukur secara sosiologis. Seberapa saleh, umat islam mampu saling memaafkan, serta mencapai toleransi yang membawanya pada puncak kemanusiaan, yakni ketika dihadapkan dengan berbagai perbedaan.

Yang ketiga, syawwal adalah moment peningkatan ilmu pengetahuan. Umat muslim yang lolos menjalani ibadah di bulan ramadhan, semakin meningkat kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan. Wujud kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dibuktikan semakin bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu pengetahuan. Tidak hanya pada diri kita, tetapi kecintaan  itu ditularkan kepada generasi-generasi selanjutnya. Guru, pemerintah dan orang tua harus terus mendorong saudara, anak, cucu dan generasi muda, untuk menggeluti bidang ilmu pengetahuan ini. Utamanya ilmu-ilmu pengetahuan yang berbasis pada pengetahuan agama islam. Sebagaimana ditegaskan dalam kitab Tankihul Qoul, Nabi Muhammad saw bersabda:
“Man taroka waladahu jaahilan, kana kullu dzambin ‘amilahu ‘alaihi.”
Artinya: “Barang siapa yang meninggalkan anak/keturunannya dalam keadaan bodoh, maka semua dosa anak/keturunannya itu akan dibebankan kepada orang tuanya.”

Baca Juga :  11 April 2023, 1.764 Pemudik Berangkat dari Pelabuhan Sampit

Oleh sebab itu, pentingnya pengarahan pemerintah orang tua dan guru kepada para generasi muda ini, sungguh menjadi keniscayaan, terlebih kita saat ini sudah memasuki era digital yang menuntut penyelarasan gaya hidup ultra-modern namun harus tetap ultra dalam ketaqwaan.

Untuk mencapai itu, tentu tidak mudah. Hari ini banyak sekali godaan yang dihadapi para yang terpelajar. Saint dan teknologi yang tidak terkendali telah men-take over dan mengguncang ketahanan dan kekuatan pemikiran putra dan putri kita. Socrates pernah mengingatkan, ada 3 level kekuatan pemikiran manusia. Level pertama, strong minds discuss ideas (pemikiran kuat yang cirinya membicarakan dan selalu mendiskusikan ide gagasan atau hikmah-hikmah), level kedua, everege minds discuss events (pemikiran yg sedang yang cirinya biasanya membicarakan dan mendiskusikan tentang peristiwa/fenomena yang terjadi), dan level ketiga, weak minds discuss peoples (pemikiran lemah, yang cirinya hanya membicarakan orang, ghibah, ngerumpi, sekedar membuat konten hiburan yang berlebihan, bahkan tidak jarang sampai kepada fitnah dan namimah). Jika dirasa-rasakan, dan di amat-amati dari level-level kekuatan berfikir tersebut, tampaknya lebih didominasi cara berfikir level yang ketiga. Hari-hari dimana setiap habis salat, waktu ke waktu kita habiskan dihadapan sosmed. Ini salah satu tanda bagian dari gaya hidup di era ultra-modern ini.

Lembaga pendidikan islam sebagai salah satu pilar perubahan karakter berfikir ini, sudah seharusnya terpanggil untuk kembali menyalakan api kekuatan berfikir yang berkobar, kepada para putra putri kita hingga level berfikir tertinggi yaitu strong minds discuss ideas.

Untuk mewadahi itu semua, umat islam di Kalteng sebetulnya memiliki asset kelembagaan pendidikan tinggi keislaman terbaik, yaitu kampus IAIN Palangka Raya, adalah kampus terbaik di bumi Kalimantan. Kampus yang mengajak putra putri kita agar mengerti dua keilmuan besar, yaitu Islamic science, dan Islamic studies.

Baca Juga :  Robohnya (Lagi) Desa di Negeri Ini

Tidak hanya itu, ada yang paling penting lagi, yaitu putra putri yang meniti ilmu di IAIN Palangka Raya akan diajak mengenal siapa sesungguhnya dirinya, diajak mengenal apa tugas utamanya di dunia ini, dan diajak mengenal siapa Tuhannya dan Rasulnya. Karena di IAIN Palangka Raya sudah ada sejak lama, memiliki pesantren kampus yang berguna untuk memperdalam nilai-nilai ruhani manusia. Ketika lulus, para yg terpelajar itu akan memiliki karakter ruhani yang lurus, berintegritas, cerdas dan memiliki energi yang bermanfaat ketika terjun kedalam masyarakat luas.

Level strong minds, yang kuat dalam memikirkan dan menemukan ide gagasan dan hikmah hikmah yang besar ini lah, yang di tunggu oleh umat saat ini. Ia diharapkan akan membawa perubahan sosial dan menggiring gaya hidup masyarakat menjadi lebih baik dan bermakna.

Manusia type ini tidak terjebak dengan perbedaan-perbedaan pendapat. Manusia yang memiliki ide gagasan yang kokoh tidak mudah terbawa arus perdebatan ketika menghadapi perbedaan-perbedaan. Karena generasi strong minds akan selalu membawa perbedaan-perbedaan itu naik ke satu level di atas nya yaitu diskusi dalam wilayah yang lebih hakiki. Singkatnya, perbedaan-perbedaan pendapat yang banyak didominasi persoalan pada level syariat, akan dinaikkan ke dalam level hakikat. Jangan berhenti di level syariat. Level hakikat adalah sebuah level berfikir yang lebih tinggi, dewasa, sejuk, dan pasti mendamaikan.

Inilah pelajaran bermakna setelah melalui ramadhan dan syawwal ini. Ramadan dan syawal tidak boleh hanya sekedar menjadikan kita sebagai follower, tapi harus meningkat satu level lagi, yaitu menjadi trendsetter atau penentu atau pemegang arah kejayaan umat beragama di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kuntum khoiro ummah, Allah swt memberi garansi, bahwa umat islam sebetulnya adalah umat yang terbaik. Amin amin amin ya robbal’alamin.(*)