PALANGKA RAYA- Menjelang detik-detik terakhir penutupan penyerahan dukungan pemilih bagi bakal calon anggota DPD RI, tercatat sebanyak 13 bakal calon yang menyerahkan dokumen ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalteng, penyerahan terakhir pada pukul 23.54 WIB. Banyak figur debut atau sosok baru yang mendaftar ikut kontestasi.
Melihat 12 sosok yang mendaftar sebagai calon anggota DPD RI Kalteng. Hanya ada dua petahana yang mendaftar mereka adalah Agustin Teras Narang dan Habib Said Abdurrahman Albaghaits. Sedangkan dua senator lainnya yakni H Muhammad Rakhman dan Hj Yustina Ismiati memutuskan tidak ikut kontestasi lagi.
Pengamat Politik Ahmad Syaf’i berpendapat bahwa antara petahana dengan pendatang baru, jika dilihat dari kemungkinan keterpilihannya, memiliki potensi yang sama. Keterpilihan seseorang sebagai anggota DPD ditentukan banyak faktor.
Misal saja, ketenaran atau keterkenalannya, kepercayaan dan keyakinan pemilih atas kualitas yang bersangkutan, kepercayaan pemilih atas kejujuran dan kemampuan calon mengemban amanah, hubungan pertemanan dan kekeluargaan serta upaya dan ikhtiar calon mendekati dan berkomunikasi dengan para pemilih.
“Bagi calon petahana yang tidak menunjukkan prestasinya selama menjadi anggota DPD atau tidak peduli dan tidak memperjuangkan kepentingan rakyat dan daerah, bisa saja menjadi bumerang untuk tidak terpilih kembali atau sebaliknya mempermudah untuk terpilih kembali jika yang bersangkutan berprestasi,” katanya saat dihubungi, Jumat (30/12/2022).
Bagi pendatang baru, lanjut dia, mungkin lebih mudah mendekati dan meyakinkan pemilih karena yang bersangkutan tidak atay belum memiliki beban tanggung jawab memperjuangkan amanah rakyat dan daerah di forum DPD RI.
“Keberhasilan menjadi anggota DPD bukan pemberian atau hadiah, tapi hasil kerja keras, untuk itu siapapun dia, pilihannya tentu harus bekerja keras,” tegasnya.
Pihaknya berharap kerja keras mereka seharusnya sesuai dengan prosedur dan meksnisme yang diatur dalam undang-undang dan terhindar atau menjauhkan diri dari politik uang.
“Lantaran money politik salah satu penyebab demokrasi tidak berkuslitas,” pungkasnya.
Pengamat Politik sekaligus akademisi di Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Jhon Retei Alfri Sandi mengatakan, dalam setiap kontestasi, pihak-pihak berkontestasi harus mengetahui basis dukungan dan kantong suara, memiliki strategi jitu untuk mendulang suara dikantong-kantong basis dan menambah suara dari kantong-kantong kontestan lain. Pemilu DPD relatif lebih berat jika dilihat dari luasan sebaran wilayah suara dan jumlah suara yang harus dicapai, karena menggunakan sistem pemilihan single non transferable vote (SNTV) atau sistem distrik berwakil banyak.
“Pemilu 2024 meskipun tidak mengalami perubahan yang berarti, namun relatif lebih komplek dan membutuhkan keseriusan para peserta kontestasi, jika ingin mendapatkan kursi/menang,” katanya.
Mengingat basis teknis pelaksanaan mulai dari pendaftaran telah menggunakan sistem elektronik (silon), sehingga setiap calon harus melek teknologi informatika atau setidak-tidak memiliki tim sukses yang paham atau mahir digital. Pemilih milenial yang cukup potensial dari aspek jumlah dan pengaruh media-media dalam membentuk mempengaruhi opini publik menjadi perhatian penting.
“Dari aspek keketatan kontestasi, kontestasi kursi DPD relatif lebih longgar dibanding perebutan kursi DPR RI atau DPRD provinsi dan kabupaten/kota,” ucapnya.
Kontestan DPD semestinya memiliki jejaring tim yang terkoordinasi dengan baik sampai ditingkat TPS atau PPK, sehingga perolehan dukungan dapat dikawal sampai ke rekapitulasi tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi. (abw/ala)