Sabtu, Mei 18, 2024
24.6 C
Palangkaraya

13 Hari Mengikuti Perjalanan Rohani Bersama PT Flo Go (2)

Menapak Jejak Keluarga Kudus dan Markus di Mesir

Untuk mencapai gereja ini, rombongan yang berjumlah 35 orang diantar menggunakan mobil. Tidak bisa menggunakan bus karena badan jalan yang sempit. Rumah-rumah penduduk dibangun berdempetan. Cukup bising karena mobilitas masyarakat cukup ramai. Terlihat pula tiap bagian pintu atau dinding rumah terpasang simbol salib maupun gambar Bunda Maria. Ketika sudah hampir tiba, pahatan lukisan demi lukisan di bukit ini terlihat sangat jelas. Di balik lokasinya yang kumuh, ternyata Gereja Mukjizat ini memiliki bangunan yang indah dan unik. Berbentuk seperti gua, tapi sangat besar. Bahkan bisa menampung sekitar 18 ribu orang.

“Pahatan lukisan-lukisan ini dibuat oleh seseorang seniman dari Belanda, dipahat atau diukir sampai sekarang,” kata Rami.

Setelah tiba, rombongan Flo Go terlebih dulu berfoto di depan gereja sebelum masuk untuk beribadah. Tampak semua peserta kala itu memuji dan memuliakan nama Tuhan. Ada juga ujud pribadi dari masing-masing peserta yang ditulis pada secarik kertas, lalu didoakan oleh abuna dan abuni di sana. Sesuai nama gerejanya, ada keyakinan bahwa doa dan harapan yang dinaikkan dari tempat ini bakal mendatangkan mukjizat.

Ketika ibadah selesai, matahari sudah terbenam. Cuaca saat itu tidak terlalu dingin, karena memang di sana tidak pernah turun hujan seperti di Indonesia. Perjalanan rohani kami hari itu pun selesai. Selanjutnya kami diantar ke Hotel Conrad. Sebuah hotel yang luas dan begitu nyaman. Ditambah lagi suguhan pemandangan Sungai Nil yang begitu memanjakan mata siapa pun yang menginap di situ. Sungai di mana bayi Musa dihanyutkan oleh orang tuanya, lalu ditemukan oleh putri Firaun dan dijadikan anaknya (Keluaran 2:1-10). Sebelumnya peserta diajak makan malam di salah satu restoran yang terletak di tepian Sungai Nil. Sungai terkenal ini memiliki panjang 6.700 kilometer.

Baca Juga :  Penuh Sukacita saat Tapak Tilas Jalan Salib

Esoknya, perjalanan rohani kami memasuki hari ketiga. Sekitar pukul 07.00 waktu setempat, semua peserta berkumpul untuk sarapan. Ada berbagai menu masakan dan buah-buahan untuk sarapan pagi itu. Usai sarapan, rombongan diajak mengunjungi Toko Minyak Narwastu. Peserta juga mendapat kesempatan melihat Piramida Djoser dan Giza. Tak hanya dari luar, tapi masuk sampai ke dalam bangunan yang termasuk dalam tujuh keajaiban dunia ini. Bersama Flo Go, peserta pejalanan rohani juga bisa melihat penjara Nabi Yusuf yang dijebloskan Potifar, seorang pegawai Istana Firaun (Kejadian 39:1-20). Kami juga diberi kesempatan untuk berfoto di patung sphinx yang merupakan salah satu mahakarya bangsa Mesir kuno. Patung berbentuk kepala manusia dan berbadan singa.

Keseruan tak sampai di situ. Sore harinya rombongan Flo Go diantar mengunjungi pabrik kertas papyrus. Tanaman papyrus yang banyak tumbuh di tepi Sungai Nil merupakan bahan baku pembuatan kertas pada zaman kuno. Dilihat sepintas, daun pohon ini mirip rambut terjurai.

Dengan diterjemahkan oleh Rami, penjaga toko kertas papyrus bernama Sherif menjelaskan kepada rombongan alasan papyrus diklaim sebagai tanaman suci.

“Pertama, karena bentuknya seperti sinar matahari, ini bentuk suci bagi orang Mesir. Alasan kedua, batangnya berbentuk segitiga, ini simbol piramida, simbol suci bagi orang Mesir,” jelasnya kepada semua peserta Flo Go, Selasa (20/9).

Di tempat itu pula kami mendapat pengetahuan soal cara dan proses pembuatan kertas papyrus. Pertama-tama, batangnya dikupas tipis-tipis. Rami juga sempat meminta salah satu peserta untuk mencoba menarik kulit bagian luar papyrus untuk menguji kekuatannya. Terbukti kulitnya sangat kuat.

Baca Juga :   Mayoritas Warga Flamboyan Bawah Setuju Direlokasi ke Tempat Aman

“Jadi ini bisa dibuat untuk sepatu, sandal, tas, payung, dan keranjang Musa (keranjang yang digunakan untuk menghanyutkan bayi Musa di Sungai Nil), jadi papyrus ini tidak disukai buaya, tapi untuk membuat kertas, yang digunakan adalah isi batangnya yang berwarna putih, tapi bagian ini tidak sekuat kulit, karena ada serat air dan gula,” ungkap Rami.

Untuk mengeluarkan kandungan air dalam batang papyrus, harus dipipihkan menggunakan kayu bulat. Jika masih ada kandungan gulanya, maka harus direndam terlebih dahulu dalam air tawar. Jika direndam selama satu minggu, maka akan mendapatkan kertas berwarna cream. Jika direndam selama dua minggu, maka yang didapat adalah kertas yang agak kecokelatan. Tahap selanjutnya, dianyam di atas karpet berbulu, kemudian dipres hingga membentuk kertas yang bisa dipakai untuk melukis dan menulis.

“Kertas ini tahan air, juga bisa dicuci, dan susah sobeknya. Dahulu papyrus ini dipakai untuk menulis Kitab Taurat dan Injil, sekarang ini papyrus digunakan untuk lukisan rohani,” kata Rami seraya memasukan kertas tersebut ke dalam bak air yang ada di meja, lalu menguceknya seperti mengucek kain. Uniknya, kertas ini tidak koyak. Bahkan setelah dikoyakkan dengan keras, kertas ini masih bisa digunakan lagi setelah dijemur.

Tempat ini menjadi lokasi terakhir kunjungan kami di hari ketiga perjalanan rohani bersama Flo Go. Selanjutnya kami diantar ke restoran untuk menikmati makan malam, sebelum kembali ke hotel untuk istirahat. Iya, karena kami harus menyiapkan tenaga untuk perjalanan rohani hari keempat ke Kota Alexanderia, bekas ibu kota Mesir, untuk beribadah di Gereja Santo Markus, sekaligus mengunjungi Benteng Salahuddin.

Untuk mencapai gereja ini, rombongan yang berjumlah 35 orang diantar menggunakan mobil. Tidak bisa menggunakan bus karena badan jalan yang sempit. Rumah-rumah penduduk dibangun berdempetan. Cukup bising karena mobilitas masyarakat cukup ramai. Terlihat pula tiap bagian pintu atau dinding rumah terpasang simbol salib maupun gambar Bunda Maria. Ketika sudah hampir tiba, pahatan lukisan demi lukisan di bukit ini terlihat sangat jelas. Di balik lokasinya yang kumuh, ternyata Gereja Mukjizat ini memiliki bangunan yang indah dan unik. Berbentuk seperti gua, tapi sangat besar. Bahkan bisa menampung sekitar 18 ribu orang.

“Pahatan lukisan-lukisan ini dibuat oleh seseorang seniman dari Belanda, dipahat atau diukir sampai sekarang,” kata Rami.

Setelah tiba, rombongan Flo Go terlebih dulu berfoto di depan gereja sebelum masuk untuk beribadah. Tampak semua peserta kala itu memuji dan memuliakan nama Tuhan. Ada juga ujud pribadi dari masing-masing peserta yang ditulis pada secarik kertas, lalu didoakan oleh abuna dan abuni di sana. Sesuai nama gerejanya, ada keyakinan bahwa doa dan harapan yang dinaikkan dari tempat ini bakal mendatangkan mukjizat.

Ketika ibadah selesai, matahari sudah terbenam. Cuaca saat itu tidak terlalu dingin, karena memang di sana tidak pernah turun hujan seperti di Indonesia. Perjalanan rohani kami hari itu pun selesai. Selanjutnya kami diantar ke Hotel Conrad. Sebuah hotel yang luas dan begitu nyaman. Ditambah lagi suguhan pemandangan Sungai Nil yang begitu memanjakan mata siapa pun yang menginap di situ. Sungai di mana bayi Musa dihanyutkan oleh orang tuanya, lalu ditemukan oleh putri Firaun dan dijadikan anaknya (Keluaran 2:1-10). Sebelumnya peserta diajak makan malam di salah satu restoran yang terletak di tepian Sungai Nil. Sungai terkenal ini memiliki panjang 6.700 kilometer.

Baca Juga :  Penuh Sukacita saat Tapak Tilas Jalan Salib

Esoknya, perjalanan rohani kami memasuki hari ketiga. Sekitar pukul 07.00 waktu setempat, semua peserta berkumpul untuk sarapan. Ada berbagai menu masakan dan buah-buahan untuk sarapan pagi itu. Usai sarapan, rombongan diajak mengunjungi Toko Minyak Narwastu. Peserta juga mendapat kesempatan melihat Piramida Djoser dan Giza. Tak hanya dari luar, tapi masuk sampai ke dalam bangunan yang termasuk dalam tujuh keajaiban dunia ini. Bersama Flo Go, peserta pejalanan rohani juga bisa melihat penjara Nabi Yusuf yang dijebloskan Potifar, seorang pegawai Istana Firaun (Kejadian 39:1-20). Kami juga diberi kesempatan untuk berfoto di patung sphinx yang merupakan salah satu mahakarya bangsa Mesir kuno. Patung berbentuk kepala manusia dan berbadan singa.

Keseruan tak sampai di situ. Sore harinya rombongan Flo Go diantar mengunjungi pabrik kertas papyrus. Tanaman papyrus yang banyak tumbuh di tepi Sungai Nil merupakan bahan baku pembuatan kertas pada zaman kuno. Dilihat sepintas, daun pohon ini mirip rambut terjurai.

Dengan diterjemahkan oleh Rami, penjaga toko kertas papyrus bernama Sherif menjelaskan kepada rombongan alasan papyrus diklaim sebagai tanaman suci.

“Pertama, karena bentuknya seperti sinar matahari, ini bentuk suci bagi orang Mesir. Alasan kedua, batangnya berbentuk segitiga, ini simbol piramida, simbol suci bagi orang Mesir,” jelasnya kepada semua peserta Flo Go, Selasa (20/9).

Di tempat itu pula kami mendapat pengetahuan soal cara dan proses pembuatan kertas papyrus. Pertama-tama, batangnya dikupas tipis-tipis. Rami juga sempat meminta salah satu peserta untuk mencoba menarik kulit bagian luar papyrus untuk menguji kekuatannya. Terbukti kulitnya sangat kuat.

Baca Juga :   Mayoritas Warga Flamboyan Bawah Setuju Direlokasi ke Tempat Aman

“Jadi ini bisa dibuat untuk sepatu, sandal, tas, payung, dan keranjang Musa (keranjang yang digunakan untuk menghanyutkan bayi Musa di Sungai Nil), jadi papyrus ini tidak disukai buaya, tapi untuk membuat kertas, yang digunakan adalah isi batangnya yang berwarna putih, tapi bagian ini tidak sekuat kulit, karena ada serat air dan gula,” ungkap Rami.

Untuk mengeluarkan kandungan air dalam batang papyrus, harus dipipihkan menggunakan kayu bulat. Jika masih ada kandungan gulanya, maka harus direndam terlebih dahulu dalam air tawar. Jika direndam selama satu minggu, maka akan mendapatkan kertas berwarna cream. Jika direndam selama dua minggu, maka yang didapat adalah kertas yang agak kecokelatan. Tahap selanjutnya, dianyam di atas karpet berbulu, kemudian dipres hingga membentuk kertas yang bisa dipakai untuk melukis dan menulis.

“Kertas ini tahan air, juga bisa dicuci, dan susah sobeknya. Dahulu papyrus ini dipakai untuk menulis Kitab Taurat dan Injil, sekarang ini papyrus digunakan untuk lukisan rohani,” kata Rami seraya memasukan kertas tersebut ke dalam bak air yang ada di meja, lalu menguceknya seperti mengucek kain. Uniknya, kertas ini tidak koyak. Bahkan setelah dikoyakkan dengan keras, kertas ini masih bisa digunakan lagi setelah dijemur.

Tempat ini menjadi lokasi terakhir kunjungan kami di hari ketiga perjalanan rohani bersama Flo Go. Selanjutnya kami diantar ke restoran untuk menikmati makan malam, sebelum kembali ke hotel untuk istirahat. Iya, karena kami harus menyiapkan tenaga untuk perjalanan rohani hari keempat ke Kota Alexanderia, bekas ibu kota Mesir, untuk beribadah di Gereja Santo Markus, sekaligus mengunjungi Benteng Salahuddin.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/