Selasa, Mei 14, 2024
23.5 C
Palangkaraya

Menapaktilasi Jejak Perjuangan Tokoh Islam di Tanah Barito (2)

Khawatir Murid Diburu Penjajah, Keberadaan Makam Ulama Disembunyikan

 Ulama yang dikenal sebagai Syaid Sulaiman. Bersama para panglima dan pejuang, ulama ini tinggal di Kampung Santalar hingga meninggal dunia. Belakangan warga menemukan makam ulama ini dan sejumlah makam para panglima.

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

 PENDIRI Masjid Nurul Yaqin, Syaid Sulaiman bersama para panglima dan pejuang tinggal di Kampung Santalar hingga meninggal. Makam-makam tersebut beberapa tahun lalu, belum mendapat perhatian serius.

Hal ini tidak lepas dari pesan Syaid Sulaiman, agar penduduk setempat jangan sampai memberitahu keberadaan dirinya dan makamnya. Sebab dikhawatirkan jika Belanda mengetahui makam dirinya dan pejuang, maka keturunan dan murid-murid Syaid Sulaiman akan diburu.

“Pesan ulama ini dijaga turun temurun, sehingga warga tidak berani mengungkap keberadaan makam,” tutur Monte Kaliansyah, tokoh masyarakat yang juga aktivis kepada Kalteng Pos, Kamis (23/3).

Menurut Monte, sapaan akrabnya, Syaid Sulaiman mengajarkan kepada penduduk setempat ilmu tasawuf, ilmu tauhid, ilmu fiqih dan bela diri. “Termasuk mengajarkan Kitab Sabilal Muhtadin dari ulama besar Kalimantan, Muhammad Arsyad Al Banjari,” ungkap mantan pengurus KNPI Barito Utara ini.

Baca Juga :  Jelang Ramadan, Ketersediaan Pangan Aman

Monte aktif juga di organisasi Karang Taruna. Dirinya mengetahui fakta-fakta keberadaan makam ulama dan pejuang di kampung tersebut. Rumah Monte berada persis paling ujung Kelurahan Montallat berhadapan dengan Masjid  Jami Annur Montallat.

Tidak hanya itu, Monte mengajak langsung melihat keberadaan makam ulama Syaid Sulaiman.

“Memang Kampung Santalar sudah ditinggalkan penduduk, karena berpindah ke muara Sungai Montallat,” ucapnya. Namun bekas-bekas perkampungan dan peninggalan bersejarah lainnya masih bisa dilihat.

Makam Syaid Sulaiman diketahui berada di ujung Kelurahan Montallat. Dulunya makam tersebut berada di sekitar perkampungan Santalar. Di dekat makam terdapat empat makam lainnya yang diduga kuat masih memiliki hubungan keluarga dengan Syaid Sulaiman. Makam ulama ini sudah diberi atap dari multiroof dengan tiang kayu. Letaknya sekitar 300 meter dari perkampungan warga saat ini.

Baca Juga :  Jelang Ramadan, TPID Pastikan Stok Bapok Aman

Menurut informasi warga setempat, Makam Syaid Sulaiman sengaja tidak dibuat nisan dan disembunyikan keberadaannya, karena sesuai amanah dari sang ulama. Pesan dari Syaid Sulaiman agar jika meninggal, makamnya jangan diberitahu kepada Belanda maupun masyarakat luas kala itu. Karena dikhawatirkan, Belanda bersama antek-anteknya akan memburu murid dan keluarga Syaid Sulaiman.

Saat ini lokasi Kampung Santalar zaman dulu sudah tidak ada lagi, yang tersisa hanya makam-makam. Sisa tiang maupun bangunan lainnya sudah tidak ada lagi. Padahal dulu kampung ini ramai. Letaknya persis di muara Sungai Montallat, dulu orang menyebutnya Sungai Santalar. Bahkan di seberang sungai terdapat pos markas KNIL Belanda.

Namun sekitar lokasi kini hanya kebun karet dan semak belukar. Karena lokasi perkampungan sudah lama ditinggal warga, selain sering banjir karena luapan Sungai Barito, juga perubahan zaman. Di mana warga menggeser pemungkiman ke arah hilir tepian Sungai Barito. (bersambung/ala)

 

 

 

 Ulama yang dikenal sebagai Syaid Sulaiman. Bersama para panglima dan pejuang, ulama ini tinggal di Kampung Santalar hingga meninggal dunia. Belakangan warga menemukan makam ulama ini dan sejumlah makam para panglima.

ROBY CAHYADI, Muara Teweh

 PENDIRI Masjid Nurul Yaqin, Syaid Sulaiman bersama para panglima dan pejuang tinggal di Kampung Santalar hingga meninggal. Makam-makam tersebut beberapa tahun lalu, belum mendapat perhatian serius.

Hal ini tidak lepas dari pesan Syaid Sulaiman, agar penduduk setempat jangan sampai memberitahu keberadaan dirinya dan makamnya. Sebab dikhawatirkan jika Belanda mengetahui makam dirinya dan pejuang, maka keturunan dan murid-murid Syaid Sulaiman akan diburu.

“Pesan ulama ini dijaga turun temurun, sehingga warga tidak berani mengungkap keberadaan makam,” tutur Monte Kaliansyah, tokoh masyarakat yang juga aktivis kepada Kalteng Pos, Kamis (23/3).

Menurut Monte, sapaan akrabnya, Syaid Sulaiman mengajarkan kepada penduduk setempat ilmu tasawuf, ilmu tauhid, ilmu fiqih dan bela diri. “Termasuk mengajarkan Kitab Sabilal Muhtadin dari ulama besar Kalimantan, Muhammad Arsyad Al Banjari,” ungkap mantan pengurus KNPI Barito Utara ini.

Baca Juga :  Jelang Ramadan, Ketersediaan Pangan Aman

Monte aktif juga di organisasi Karang Taruna. Dirinya mengetahui fakta-fakta keberadaan makam ulama dan pejuang di kampung tersebut. Rumah Monte berada persis paling ujung Kelurahan Montallat berhadapan dengan Masjid  Jami Annur Montallat.

Tidak hanya itu, Monte mengajak langsung melihat keberadaan makam ulama Syaid Sulaiman.

“Memang Kampung Santalar sudah ditinggalkan penduduk, karena berpindah ke muara Sungai Montallat,” ucapnya. Namun bekas-bekas perkampungan dan peninggalan bersejarah lainnya masih bisa dilihat.

Makam Syaid Sulaiman diketahui berada di ujung Kelurahan Montallat. Dulunya makam tersebut berada di sekitar perkampungan Santalar. Di dekat makam terdapat empat makam lainnya yang diduga kuat masih memiliki hubungan keluarga dengan Syaid Sulaiman. Makam ulama ini sudah diberi atap dari multiroof dengan tiang kayu. Letaknya sekitar 300 meter dari perkampungan warga saat ini.

Baca Juga :  Jelang Ramadan, TPID Pastikan Stok Bapok Aman

Menurut informasi warga setempat, Makam Syaid Sulaiman sengaja tidak dibuat nisan dan disembunyikan keberadaannya, karena sesuai amanah dari sang ulama. Pesan dari Syaid Sulaiman agar jika meninggal, makamnya jangan diberitahu kepada Belanda maupun masyarakat luas kala itu. Karena dikhawatirkan, Belanda bersama antek-anteknya akan memburu murid dan keluarga Syaid Sulaiman.

Saat ini lokasi Kampung Santalar zaman dulu sudah tidak ada lagi, yang tersisa hanya makam-makam. Sisa tiang maupun bangunan lainnya sudah tidak ada lagi. Padahal dulu kampung ini ramai. Letaknya persis di muara Sungai Montallat, dulu orang menyebutnya Sungai Santalar. Bahkan di seberang sungai terdapat pos markas KNIL Belanda.

Namun sekitar lokasi kini hanya kebun karet dan semak belukar. Karena lokasi perkampungan sudah lama ditinggal warga, selain sering banjir karena luapan Sungai Barito, juga perubahan zaman. Di mana warga menggeser pemungkiman ke arah hilir tepian Sungai Barito. (bersambung/ala)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/