Senin, Mei 13, 2024
30.7 C
Palangkaraya

Permintaan Ketua Dewan kepada Aparat Hukum di Gumas

Usut Dugaan Pelanggaran Permen KLHK Nomor 8/2021

KUALA KURUN – Salah satu perusahan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Gunung Mas yang baru mulai menebang dan melaksanakan kegiatan produksi awal tahun 2023. Namun belum lama ini, ada dugaan pelanggaran pada salah satu perusahaan yang ber operasi di wilayah Gunung Mas, tepatnya di Desa Tumbang Danau.
Diduga perusahaan itu melakukan pelanggaran Permen KLHK Nomor 8 Tahun 2021 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi.
Dugaan pelanggaran itu berupa penumpukan kayu di luar kawasan tempat penumpukan kayu (TPK) tanpa dilabeli barcode pada kayu logs. Fungsi barcode untuk menghitung jumlah kayu yang telah ditebang, dan dari barcode tersebut terdapat penerimaan negara.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 diduga ada pelanggaran oleh pihak perusahaan. Yang mana tertera dalam peraturan tersebut, khususnya pasal 1 yaitu tanda SVLK adalah tanda yang dibubuhkan pada hasil hutan, produk hasil hutan, kemasan, atau dokumen\angkutan yang menyatakan bahwa hasil hutan dan produk hasil hutan telah memenuhi standar kelestarian, standar legalitas, atau ketentuan deklarasi.
Jika dugaan ini benar dilakukan oleh pihak perusahaan, maka dugaan ketidaksesuaian volume kayu pada data barcode dengan riilnya. Jika dilihat secara proses seluruh kayu bulat hasil penebangan dilakukan pengukuran dan pengujian oleh GANISPH pengujian kayu bulat dari pihak perusahaan dan dicatat pada buku ukur sebagai dasar pembuatan laporan hasil penebangan (LHP) kayu. Kayu bulat yang telah dilakukan pengukuran dan pengujian batang per batang dilakukan penandaan pada bontos dan/atau badan kayu menggunakan label ID quick response code. Barcode tersebut memuat informasi: PBPH, nomor izin, blok tebangan, jenis kayu, dan volume (panjang dan diameter log).
Selain itu, dugaan lainnya adalah pihak perusahaan belum sama sekali membuat tempat pesemaian tanaman pohon. Sebab dalam peraturan kehutanan, pihak perusahan HTI wajib ada penanaman pohon kembali.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Gumas Akerman Sahidar mengaku mendapatkan informasi tersebut. Bila ada dugaan pelanggaran, baik administrasi dan lainnya, diminta aparat terkait segera menindaklanjuti dengan turun langsung ke lapangan. “Segera tindaklanjuti untuk penangulangan dini kebocoran penerimaan negara dari sektor kehutanan,” kata Akerman, beberapa waktu lalu.
Jika laporan ini benar, menurut ketua dewan, berarti perlu kedisplinan dan ketaatan perusahaan terhadap peraturan pemerintah dalam rangka menjaga serta mencegah kebocoran penerimaan negara dari sektor kehutanan.
Secara terpisah Kepala Kejaksaan Negeri Gunung Mas Sahroni SH MH melalui Kasat Intel Teguh Iskandar SH mengatakan, Kejaksaan Negeri Gunung Mas juga akan melakukan penegakan hukum kepada perusahaan/badan usaha sektor perkebunan, pertambangan dan kehutanan yang merupakan agenda rutin dalam rangka monitoring dan evaluasi untuk menjaga kebocoran penerimaan negara sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara, khususnya daerah Kabupaten Gunung Mas
“Monitoring dan evaluasi ini kita lakukan rutin untuk mengecek perizinan, ketaatan kewajiban perusahaan kepada negara seperti iuran BPJS kesehatan/ketenagakerjaan, pajak, retribusi dan CSR kepada masyarakat, pengawasan orang asing, serta lingkup kewenangan kejaksaan lainnya,” kata Teguh Iskandar, beberapa waktu lalu.
Saat media mengkonfirmasi hal ini ke manajemen PT Bumi Hijau Perdana atau PT Cakrawala Alam Persada melalui Bagian External PT Cakra Alam Persada atau PT Bumi Hijau Prima J Saragih melalui pesan singkat pesan singkat atau telepon seluler, sama sekali belum memberikan keterangan resmi kepada pihak media. (okt/ens)

Baca Juga :  Penghargaan kepada Kaum Perempuan

KUALA KURUN – Salah satu perusahan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Gunung Mas yang baru mulai menebang dan melaksanakan kegiatan produksi awal tahun 2023. Namun belum lama ini, ada dugaan pelanggaran pada salah satu perusahaan yang ber operasi di wilayah Gunung Mas, tepatnya di Desa Tumbang Danau.
Diduga perusahaan itu melakukan pelanggaran Permen KLHK Nomor 8 Tahun 2021 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi.
Dugaan pelanggaran itu berupa penumpukan kayu di luar kawasan tempat penumpukan kayu (TPK) tanpa dilabeli barcode pada kayu logs. Fungsi barcode untuk menghitung jumlah kayu yang telah ditebang, dan dari barcode tersebut terdapat penerimaan negara.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 diduga ada pelanggaran oleh pihak perusahaan. Yang mana tertera dalam peraturan tersebut, khususnya pasal 1 yaitu tanda SVLK adalah tanda yang dibubuhkan pada hasil hutan, produk hasil hutan, kemasan, atau dokumen\angkutan yang menyatakan bahwa hasil hutan dan produk hasil hutan telah memenuhi standar kelestarian, standar legalitas, atau ketentuan deklarasi.
Jika dugaan ini benar dilakukan oleh pihak perusahaan, maka dugaan ketidaksesuaian volume kayu pada data barcode dengan riilnya. Jika dilihat secara proses seluruh kayu bulat hasil penebangan dilakukan pengukuran dan pengujian oleh GANISPH pengujian kayu bulat dari pihak perusahaan dan dicatat pada buku ukur sebagai dasar pembuatan laporan hasil penebangan (LHP) kayu. Kayu bulat yang telah dilakukan pengukuran dan pengujian batang per batang dilakukan penandaan pada bontos dan/atau badan kayu menggunakan label ID quick response code. Barcode tersebut memuat informasi: PBPH, nomor izin, blok tebangan, jenis kayu, dan volume (panjang dan diameter log).
Selain itu, dugaan lainnya adalah pihak perusahaan belum sama sekali membuat tempat pesemaian tanaman pohon. Sebab dalam peraturan kehutanan, pihak perusahan HTI wajib ada penanaman pohon kembali.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Gumas Akerman Sahidar mengaku mendapatkan informasi tersebut. Bila ada dugaan pelanggaran, baik administrasi dan lainnya, diminta aparat terkait segera menindaklanjuti dengan turun langsung ke lapangan. “Segera tindaklanjuti untuk penangulangan dini kebocoran penerimaan negara dari sektor kehutanan,” kata Akerman, beberapa waktu lalu.
Jika laporan ini benar, menurut ketua dewan, berarti perlu kedisplinan dan ketaatan perusahaan terhadap peraturan pemerintah dalam rangka menjaga serta mencegah kebocoran penerimaan negara dari sektor kehutanan.
Secara terpisah Kepala Kejaksaan Negeri Gunung Mas Sahroni SH MH melalui Kasat Intel Teguh Iskandar SH mengatakan, Kejaksaan Negeri Gunung Mas juga akan melakukan penegakan hukum kepada perusahaan/badan usaha sektor perkebunan, pertambangan dan kehutanan yang merupakan agenda rutin dalam rangka monitoring dan evaluasi untuk menjaga kebocoran penerimaan negara sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara, khususnya daerah Kabupaten Gunung Mas
“Monitoring dan evaluasi ini kita lakukan rutin untuk mengecek perizinan, ketaatan kewajiban perusahaan kepada negara seperti iuran BPJS kesehatan/ketenagakerjaan, pajak, retribusi dan CSR kepada masyarakat, pengawasan orang asing, serta lingkup kewenangan kejaksaan lainnya,” kata Teguh Iskandar, beberapa waktu lalu.
Saat media mengkonfirmasi hal ini ke manajemen PT Bumi Hijau Perdana atau PT Cakrawala Alam Persada melalui Bagian External PT Cakra Alam Persada atau PT Bumi Hijau Prima J Saragih melalui pesan singkat pesan singkat atau telepon seluler, sama sekali belum memberikan keterangan resmi kepada pihak media. (okt/ens)

Baca Juga :  Penghargaan kepada Kaum Perempuan

Artikel Terkait

Harus Dukung Percepatan Jaringan Listrik

Perlu Bimbingan Teknis Pemandu Wisata

Bisa Dimanfaatkan Para Kades dan Lurah

Bantuan Sosial Harus Tepat Sasaran

Perubahan APBD Merupakan Hal Biasa

Terpopuler

Artikel Terbaru

/