Jumat, Mei 3, 2024
29.6 C
Palangkaraya

Mengenal Lebih Dekat Murniansyah, Marbot Masjid Al- Muhajirin

Alarm, Membantunya Menjaga Waktu Salat

Selain menekuni menjadi marbot, Murniansyah juga sebagai guru mengaji di taman pendidikan Al- Qur’an dan guru mata pelajaran muatan lokal di MTsN 2 Palangka Raya. Pemuda berusia 29 tahun itu sangat menikmati pekerjaannya

 

ILHAM ROMADHONA, Palangka Raya

USAI salat Jumat, Murni dengan mengenakan baju koko putih dan menggunakan peci sedang menggulung sajadah yang digunakan jemaah. Saat itu Jemaah salat Sunnah sepekan sekali di Masjid Al-Muhajirin meluber sampai di halaman.

Pemilik nama lengkap Murniansyah itu adalah marbot masjid yang berada di Jalan Tjilik Riwut Km 7 Palangka Raya. Pada Februari 2018, pria berusia 29 tahun ini diajak menjadi marbot oleh Ustaz Ahmad Ulyani yang merupakan kaum Masjid Al-Muhajirin.

Murni menjalankan kewajibannya menjaga waktu salat. Dimulai dari mengumandangkan azan, menyiapkan peralatan salat, dan bersih-bersih masjid. Bapak satu anak ini menganggap menjadi marbot tidak ada kesulitan. Karena harus selalu dinikmati dan disyukuri serta istiqomah.

“Kita harus menikmati setiap pekerjaan. Apabila tidak dinikmati, mau seenak apapun pekerjaannya pasti banyak mengeluh,”ujarnya saat berbincang dengan Kalteng Pos beberapa waktu yang lalu.

Untuk menjaga waktu salat, pria kelahiran Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Kalsel itu punya acara tersendiri. Cara yang dilakukan adalah dengan mengaktifkan alarm di ponsel pintarnya. “(alarm, red) sangat membantu saya. Sewaktu-waktu bisa terlelap tidur, dan asyik dengan aktivitas lainnya,”ucapnya.

“Biasanya saya mengaktifkan alarm 15 menit sebelum salat, terus pergi ke masjid dan apabila masih lama, saya memutar rekaman suara orang mengaji,”tambahnya.

Murni setiap bulan menerima gaji Rp1,5 juta. Suami dari Sri Jumiati ini juga menjadi guru ngaji di Tempat Pembelajaran Al-Qur’an (TPA) di Masjid Al-Muhajirin, dan guru ngaji panggilan. Tak hanya itu, Murni juga berprofesi sebagai guru honorer di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Palangka Raya. Untuk guru ngaji di TPA, ia mengajari anak-anak belajar membaca Iqra. Waktu belajarnya usai salat Ashar dan memiliki murid sebanyak 20 orang. Untuk mengajar mengaji, Murni tak mematok bayaran. “Seikhlasnya saja,”ucapnya.

Baca Juga :  17 Tahun Mengabdi, Turut Menjadi Saksi Hidup Pembangunan Masjid

 

Menjadi guru di MTsN 2 Palangka Raya baru berjalan dua bulan. Mengajar mata pelajaran muatan lokal (mulok) khusus anak kelas 7 saja. Mengajar tidak setiap hari. Melainkan hanya hari Senin dan Sabtu saja. Dengan gaji Rp900 per bulan.

“Mengajar anak-anak gerakan dan bacaan salat, tata cara berwudu beserta niatnya, membaca dan melafalkan Al-Qur’an maupun hadist,”beber anak ke 5 dari 8 bersaudara ini.

Murni mengawali perjalanannya usai tamat dari Madrasah Aliyah sekitar tahun 2015, laki-laki berbadan tegap ini menjadi marbot di salah satu masjid Batulicin, Kalsel. Karena umur masih muda dan pikiran masih labil, ia menjadi marbot di sana hanya sebentar. Setelah menjadi marbot, Murni lanjut ke Sungai Danau dan menjadi guru mengaji. Kurang lebih hanya satu bulan saja.

Petualangan masih berlanjut, bapak dari satu anak ini pergi ke Banjarmasin. Di sana bekerja di salah satu restoran sebagai pelayan. Bekerja selama enam bulan. Beberapa faktor yang mempengaruhi Murni tidak melanjutkan kerjanya saat itu ditenggarai faktor lingkungan, faktor teman, dan lain-lain. “Lalu saya kerja berjualan busana muslim di salah satu perusahaan,”terangnya.

Lalu Murni melanjutkan perjalanannya dan bekerja di PT Best Profit. Untuk mendapatkan gaji, Murni harus mendapatkan nasabah melalui menelpon orang-orang untuk menjadi nasabah. Selama enam bulan bekerja, ia sama sekali tidak mendapatkan nasabah. Imbasnya, Murni tidak mendapatkan gaji sama sekali. Lalu ia dan temannya memutuskan untuk melanjutkan hidupnya di Kota Cantik.

Baca Juga :  Melihat Perayaan Natal di Kediaman Rektor UPR Dr Andrie Elia

Murni menyampaikan kesannya selama menjadi marbot. Menurutnya, menjadi marbot harus memperbanyak bersyukur. Menjadi marbot ini juga berkesempatan untuk mendalami pengetahuan tentang agama. Melalui guru, pengajian-pengajan, sehingga dapat pergaulan yang luas.

Seperti kebanyakan orang, Murni bercita-cita ingin menjadi orang yang sukses di dunia maupun di akhirat. Tetapi menurutnya, dengan keadaan seperti sekarang sudah sangat bersyukur. Murni juga berkeinginan untuk pergi ke tanah suci Mekkah dan pasti sangat ingin diwujudkan.

“Setiap hari, setiap waktu, saya berdoa seperti itu. Ingin pergi umrah maupun haji,” tutupnya.

Pria berusia 29 tahun ini sangat disenangi oleh masyarakat sekitar Masjid Al-Muhajirin. Hal ini diungkapkan oleh salah satu warga bernama Kursani. Menurut dia, Murni ini sudah memahami dan menguasai tugasnya menjadi marbot. Tanpa disuruh pun Murniansyah sudah melakukannya.

“Ia sangat disenangi warga. Murnia adalah orang yang pergaulannya baik, tidak sombong, ringan tangan, dan suarnya merdu saat mengumandangkan azan. Hal itu yang membuat ia disayangi oleh warga setempat,” ujarnya saat wawancara.

Menjadi marbot ini berat apabila tidak disiplin, karena menjaga waktu sholat (azan). Apabila orang tidak terbiasa/tidak disiplin maka bisa saja mereka tertidur nyenyak.

“Kalau dia ini tidak, dia udah terbiasa dan sangat disiplin,” tutupnya.(ram)

Selain menekuni menjadi marbot, Murniansyah juga sebagai guru mengaji di taman pendidikan Al- Qur’an dan guru mata pelajaran muatan lokal di MTsN 2 Palangka Raya. Pemuda berusia 29 tahun itu sangat menikmati pekerjaannya

 

ILHAM ROMADHONA, Palangka Raya

USAI salat Jumat, Murni dengan mengenakan baju koko putih dan menggunakan peci sedang menggulung sajadah yang digunakan jemaah. Saat itu Jemaah salat Sunnah sepekan sekali di Masjid Al-Muhajirin meluber sampai di halaman.

Pemilik nama lengkap Murniansyah itu adalah marbot masjid yang berada di Jalan Tjilik Riwut Km 7 Palangka Raya. Pada Februari 2018, pria berusia 29 tahun ini diajak menjadi marbot oleh Ustaz Ahmad Ulyani yang merupakan kaum Masjid Al-Muhajirin.

Murni menjalankan kewajibannya menjaga waktu salat. Dimulai dari mengumandangkan azan, menyiapkan peralatan salat, dan bersih-bersih masjid. Bapak satu anak ini menganggap menjadi marbot tidak ada kesulitan. Karena harus selalu dinikmati dan disyukuri serta istiqomah.

“Kita harus menikmati setiap pekerjaan. Apabila tidak dinikmati, mau seenak apapun pekerjaannya pasti banyak mengeluh,”ujarnya saat berbincang dengan Kalteng Pos beberapa waktu yang lalu.

Untuk menjaga waktu salat, pria kelahiran Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Kalsel itu punya acara tersendiri. Cara yang dilakukan adalah dengan mengaktifkan alarm di ponsel pintarnya. “(alarm, red) sangat membantu saya. Sewaktu-waktu bisa terlelap tidur, dan asyik dengan aktivitas lainnya,”ucapnya.

“Biasanya saya mengaktifkan alarm 15 menit sebelum salat, terus pergi ke masjid dan apabila masih lama, saya memutar rekaman suara orang mengaji,”tambahnya.

Murni setiap bulan menerima gaji Rp1,5 juta. Suami dari Sri Jumiati ini juga menjadi guru ngaji di Tempat Pembelajaran Al-Qur’an (TPA) di Masjid Al-Muhajirin, dan guru ngaji panggilan. Tak hanya itu, Murni juga berprofesi sebagai guru honorer di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Palangka Raya. Untuk guru ngaji di TPA, ia mengajari anak-anak belajar membaca Iqra. Waktu belajarnya usai salat Ashar dan memiliki murid sebanyak 20 orang. Untuk mengajar mengaji, Murni tak mematok bayaran. “Seikhlasnya saja,”ucapnya.

Baca Juga :  17 Tahun Mengabdi, Turut Menjadi Saksi Hidup Pembangunan Masjid

 

Menjadi guru di MTsN 2 Palangka Raya baru berjalan dua bulan. Mengajar mata pelajaran muatan lokal (mulok) khusus anak kelas 7 saja. Mengajar tidak setiap hari. Melainkan hanya hari Senin dan Sabtu saja. Dengan gaji Rp900 per bulan.

“Mengajar anak-anak gerakan dan bacaan salat, tata cara berwudu beserta niatnya, membaca dan melafalkan Al-Qur’an maupun hadist,”beber anak ke 5 dari 8 bersaudara ini.

Murni mengawali perjalanannya usai tamat dari Madrasah Aliyah sekitar tahun 2015, laki-laki berbadan tegap ini menjadi marbot di salah satu masjid Batulicin, Kalsel. Karena umur masih muda dan pikiran masih labil, ia menjadi marbot di sana hanya sebentar. Setelah menjadi marbot, Murni lanjut ke Sungai Danau dan menjadi guru mengaji. Kurang lebih hanya satu bulan saja.

Petualangan masih berlanjut, bapak dari satu anak ini pergi ke Banjarmasin. Di sana bekerja di salah satu restoran sebagai pelayan. Bekerja selama enam bulan. Beberapa faktor yang mempengaruhi Murni tidak melanjutkan kerjanya saat itu ditenggarai faktor lingkungan, faktor teman, dan lain-lain. “Lalu saya kerja berjualan busana muslim di salah satu perusahaan,”terangnya.

Lalu Murni melanjutkan perjalanannya dan bekerja di PT Best Profit. Untuk mendapatkan gaji, Murni harus mendapatkan nasabah melalui menelpon orang-orang untuk menjadi nasabah. Selama enam bulan bekerja, ia sama sekali tidak mendapatkan nasabah. Imbasnya, Murni tidak mendapatkan gaji sama sekali. Lalu ia dan temannya memutuskan untuk melanjutkan hidupnya di Kota Cantik.

Baca Juga :  Melihat Perayaan Natal di Kediaman Rektor UPR Dr Andrie Elia

Murni menyampaikan kesannya selama menjadi marbot. Menurutnya, menjadi marbot harus memperbanyak bersyukur. Menjadi marbot ini juga berkesempatan untuk mendalami pengetahuan tentang agama. Melalui guru, pengajian-pengajan, sehingga dapat pergaulan yang luas.

Seperti kebanyakan orang, Murni bercita-cita ingin menjadi orang yang sukses di dunia maupun di akhirat. Tetapi menurutnya, dengan keadaan seperti sekarang sudah sangat bersyukur. Murni juga berkeinginan untuk pergi ke tanah suci Mekkah dan pasti sangat ingin diwujudkan.

“Setiap hari, setiap waktu, saya berdoa seperti itu. Ingin pergi umrah maupun haji,” tutupnya.

Pria berusia 29 tahun ini sangat disenangi oleh masyarakat sekitar Masjid Al-Muhajirin. Hal ini diungkapkan oleh salah satu warga bernama Kursani. Menurut dia, Murni ini sudah memahami dan menguasai tugasnya menjadi marbot. Tanpa disuruh pun Murniansyah sudah melakukannya.

“Ia sangat disenangi warga. Murnia adalah orang yang pergaulannya baik, tidak sombong, ringan tangan, dan suarnya merdu saat mengumandangkan azan. Hal itu yang membuat ia disayangi oleh warga setempat,” ujarnya saat wawancara.

Menjadi marbot ini berat apabila tidak disiplin, karena menjaga waktu sholat (azan). Apabila orang tidak terbiasa/tidak disiplin maka bisa saja mereka tertidur nyenyak.

“Kalau dia ini tidak, dia udah terbiasa dan sangat disiplin,” tutupnya.(ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/