Sabtu, Mei 4, 2024
29.1 C
Palangkaraya

Menapaktilasi Jejak Perjuangan Tokoh Islam di Tanah Barito (10)

Makam Keramat Mangkomot, Bukti Masuknya Islam hingga Pedalaman

Makam keramat Mangkomot di Desa Benangin I merupakan salah satu bukti perjuangan penyebaran agama Islam di tanah Barito, tepatnya di pedalaman daerah aliran Sungai Teweh, wilayah Desa Benangin I, Kecamatan Teweh Timur.

HERMAN, Muara Teweh

MUNGKIN banyak yang belum tahu. Selain wisata alam berupa air terjun, pegunungan, dan gua, di Kecamatan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara (Batara) juga terdapat objek wisata religi berupa makam Malik bin Karma dan Sura Bin Karma yang terletak di Desa Benangin I, yang berjarak tempuh 6 kilometer (km) dari ibu kota kecamatan.

Untuk masuk menuju tempat makam keramat Mangkomot, harus menempuh perjalanan sejauh 4 km melalui jalan provinsi yang beraspal, kemudian masuk sejauh 2 km dari jalan provinsi, dengan kondisi jalan sepanjang 1 km sudah cor beton dan sisanya berupa jalan setapak yang bisa dilalui kendaraan roda empat dan dua. Beberapa waktu lalu jalan ini sudah diperbaiki dan dibersihkan oleh masyarakat dan pihak ketiga secara bergotong royong.

Makam keramat Mangkomot di Desa Benangin I merupakan salah satu bukti perjuangan penyebaran agama Islam di tanah Barito, tepatnya wilayah pedalaman daerah aliran Sungai Teweh, wilayah Desa Benangin I, Kecamatan Teweh Timur. Mangkomot merupakan salah satu tempat di mana Datu Malik bin Karma memeluk agama Islam, yakni tahun 1817 Masehi.

Mangkomot merupakan wilayah bebatuan yang membentengi kurang lebih dua hektare wilayah daratan di tepi kiri mudik Sungai Benangin. Konon dahulu dijadikan sebagai tempat perlindungan dari serangan ngayau/kayau.

Baca Juga :  Panglima Burung Nuri Turut Berjuang Menenggelamkam Kapal Onrust

Menurut para tetua Desa Benangin I, Mangkomot dari sumber lain mengartikan sebagai tindakan atau gerakan merangkak atau merayap. Sebab, untuk bisa memasuki wilayah Mangkomot, harus dengan cara merangkak atau merayap menyusuri bebatuan.

Di sisi lain, dalam bahasa Dayak Bakumpai, sering juga terdengar istilah “tanjung kakaromot/kakarumut” yang artinya “berjalan lambat/pelan”.

Pada masa itu, dipandu oleh Sanggah Sulaiman bin Waring Abdu Samad (Bakumpai), Datu Malik melafalkan dua kalimat sahadat di pondok tempat tinggalnya. Saat itu juga Datu Malik menalak atau menceraikan istrinya yang kedua untuk dihadiahkan kepada Sanggah Sulaiman.

Namun perempuan itu baru dinikahi oleh Sanggah Sulaiman beberapa tahun kemudian, karena istri pertama dan kedua Datu Malik merupakan kakak adik kandung. Dalam ajaran Islam, pernikahan seperti ini tentu tidak dibolehkan.

Saat ini makam Datu Malik (Kartasari) dan kakaknya Datu Sura (Jaksasari) dikenal dengan sebutan makam keramat Mangkomot. Makam itu menjadi salah satu peninggalan atau bukti masuknya agama Islam ke wilayah pedalaman Sungai Teweh.

Setelah memeluk Islam, Datu Malik bersama Sanggah Sulaiman pergi ke Tanah Bakumpai untuk mendalami ilmu agama. Dalam perjalanan, mereka bertemu mayat mengapung di sungai. Di akhir riwayat, Datu Malik sempat memenuhi permintaan kakaknya untuk memeluk Islam, walau sepulangnya dari Bakumpai, kakaknya sudah wafat. Yang diislamkan hanya berupa tulang-belulang almarhum.

Baca Juga :  Ketika Avina Triani Almira, Istri Wali Kota Menyemangati Penderita Kanker

Riwayat lain menyebut bahwa setelah menikahi mantan istri kedua Datu Malik, Sanggah Sulaiman menetap di daerah sekitar Muara Sungai Teweh bersama anak istrinya. Salah satu anaknya adalah Panglima Inuh, pejuang dari Suku Bakumpai pada perang Barito dan perang di Sei Kanangkang dan Lukap.

Makam keramat Datuk Mangkomot kini menjadi tempat wisata religi. Pada pertengahan 2022 lalu telah diselenggarakan haulan Datu Mangkomot (Datu Malik bin Karma dan Datu Sura bin Karma) oleh Camat Teweh Timur Winardi bersama unsur tripika dan masyarakat Benangin.

Dari informasi aparat desa setempat, pengunjung paling banyak datang berziarah setelah hari raya Idulfitri dan Iduladha. Tiap tahun jumlah pengunjung terus meningkat. Karena itu, bagi yang berniat mengunjungi tempat wisata religi ini, diharapkan terlebih dahulu menghubungi aparat desa setempat atau pengurus kawasan religi agar dapat dipandu.

“Alhamdulillah warga Desa Benangin I, II, dan V telah bergotong royong membersihkan jalan menuju makam keramat Mangkomot di Benangin, dibantu alat berat milik PT Liman Jaya, bagi masyarakat dari luar daerah yang ingin berziarah insyaallah perjalanannya lancar, masyarakat Benangin hebat, punya rasa kebersamaan yang kuat, aammiin ya rabbal alamin,” kata Juandi. (bersambung/ce/ala)

Makam keramat Mangkomot di Desa Benangin I merupakan salah satu bukti perjuangan penyebaran agama Islam di tanah Barito, tepatnya di pedalaman daerah aliran Sungai Teweh, wilayah Desa Benangin I, Kecamatan Teweh Timur.

HERMAN, Muara Teweh

MUNGKIN banyak yang belum tahu. Selain wisata alam berupa air terjun, pegunungan, dan gua, di Kecamatan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara (Batara) juga terdapat objek wisata religi berupa makam Malik bin Karma dan Sura Bin Karma yang terletak di Desa Benangin I, yang berjarak tempuh 6 kilometer (km) dari ibu kota kecamatan.

Untuk masuk menuju tempat makam keramat Mangkomot, harus menempuh perjalanan sejauh 4 km melalui jalan provinsi yang beraspal, kemudian masuk sejauh 2 km dari jalan provinsi, dengan kondisi jalan sepanjang 1 km sudah cor beton dan sisanya berupa jalan setapak yang bisa dilalui kendaraan roda empat dan dua. Beberapa waktu lalu jalan ini sudah diperbaiki dan dibersihkan oleh masyarakat dan pihak ketiga secara bergotong royong.

Makam keramat Mangkomot di Desa Benangin I merupakan salah satu bukti perjuangan penyebaran agama Islam di tanah Barito, tepatnya wilayah pedalaman daerah aliran Sungai Teweh, wilayah Desa Benangin I, Kecamatan Teweh Timur. Mangkomot merupakan salah satu tempat di mana Datu Malik bin Karma memeluk agama Islam, yakni tahun 1817 Masehi.

Mangkomot merupakan wilayah bebatuan yang membentengi kurang lebih dua hektare wilayah daratan di tepi kiri mudik Sungai Benangin. Konon dahulu dijadikan sebagai tempat perlindungan dari serangan ngayau/kayau.

Baca Juga :  Panglima Burung Nuri Turut Berjuang Menenggelamkam Kapal Onrust

Menurut para tetua Desa Benangin I, Mangkomot dari sumber lain mengartikan sebagai tindakan atau gerakan merangkak atau merayap. Sebab, untuk bisa memasuki wilayah Mangkomot, harus dengan cara merangkak atau merayap menyusuri bebatuan.

Di sisi lain, dalam bahasa Dayak Bakumpai, sering juga terdengar istilah “tanjung kakaromot/kakarumut” yang artinya “berjalan lambat/pelan”.

Pada masa itu, dipandu oleh Sanggah Sulaiman bin Waring Abdu Samad (Bakumpai), Datu Malik melafalkan dua kalimat sahadat di pondok tempat tinggalnya. Saat itu juga Datu Malik menalak atau menceraikan istrinya yang kedua untuk dihadiahkan kepada Sanggah Sulaiman.

Namun perempuan itu baru dinikahi oleh Sanggah Sulaiman beberapa tahun kemudian, karena istri pertama dan kedua Datu Malik merupakan kakak adik kandung. Dalam ajaran Islam, pernikahan seperti ini tentu tidak dibolehkan.

Saat ini makam Datu Malik (Kartasari) dan kakaknya Datu Sura (Jaksasari) dikenal dengan sebutan makam keramat Mangkomot. Makam itu menjadi salah satu peninggalan atau bukti masuknya agama Islam ke wilayah pedalaman Sungai Teweh.

Setelah memeluk Islam, Datu Malik bersama Sanggah Sulaiman pergi ke Tanah Bakumpai untuk mendalami ilmu agama. Dalam perjalanan, mereka bertemu mayat mengapung di sungai. Di akhir riwayat, Datu Malik sempat memenuhi permintaan kakaknya untuk memeluk Islam, walau sepulangnya dari Bakumpai, kakaknya sudah wafat. Yang diislamkan hanya berupa tulang-belulang almarhum.

Baca Juga :  Ketika Avina Triani Almira, Istri Wali Kota Menyemangati Penderita Kanker

Riwayat lain menyebut bahwa setelah menikahi mantan istri kedua Datu Malik, Sanggah Sulaiman menetap di daerah sekitar Muara Sungai Teweh bersama anak istrinya. Salah satu anaknya adalah Panglima Inuh, pejuang dari Suku Bakumpai pada perang Barito dan perang di Sei Kanangkang dan Lukap.

Makam keramat Datuk Mangkomot kini menjadi tempat wisata religi. Pada pertengahan 2022 lalu telah diselenggarakan haulan Datu Mangkomot (Datu Malik bin Karma dan Datu Sura bin Karma) oleh Camat Teweh Timur Winardi bersama unsur tripika dan masyarakat Benangin.

Dari informasi aparat desa setempat, pengunjung paling banyak datang berziarah setelah hari raya Idulfitri dan Iduladha. Tiap tahun jumlah pengunjung terus meningkat. Karena itu, bagi yang berniat mengunjungi tempat wisata religi ini, diharapkan terlebih dahulu menghubungi aparat desa setempat atau pengurus kawasan religi agar dapat dipandu.

“Alhamdulillah warga Desa Benangin I, II, dan V telah bergotong royong membersihkan jalan menuju makam keramat Mangkomot di Benangin, dibantu alat berat milik PT Liman Jaya, bagi masyarakat dari luar daerah yang ingin berziarah insyaallah perjalanannya lancar, masyarakat Benangin hebat, punya rasa kebersamaan yang kuat, aammiin ya rabbal alamin,” kata Juandi. (bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/