Sabtu, Mei 4, 2024
25.5 C
Palangkaraya

Segaskin, Star-Up Produk Skincare Berbahan Herbal

Modal Awal Rp3 Juta, Kini Beromzet Rp30 Juta

Menjadi entrepreneur sukses tidak memandang kapan dan siapa. Meski masih merangkak, bisnis Segaskin mampu meraih omzet puluhan juta per bulan. Begitulah yang dialami Tuti Nur, entrepreneur muda asal Kalteng.

 

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

 

SETIAP pagi, Tuti Nur mengajar di salah satu sekolah menengah kejuruan (SMK) di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Berstatus guru kontrak, penghasilannya tiap bulan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Perempuan asal Pangkalan Bun yang mulai mengajar sejak 2018 lalu itu merupakan seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang memiliki jiwa entrepreneur. Di samping menjalani tugasnya sebagai pengajar, untuk menambah penghasilannya Tuti menjadi reseller salah satu merek skincare dari 2018 hingga 2019. Tekun dan telaten. Banyak ilmu berjualan ia dapatkan.

April 2019, ia memberanikan diri menciptakan merek Segaskin. Merek produk skincare yang kemudian ia patenkan. Segaskin berasal dari dua kata, sega dan skin. Sega merupakan bahasa daerah Pangkalan Bun yang berarti cantik, sedangkan skin dari bahasa Inggris yang berarti kulit. Dengan nama ini, ia mem-branding produk Segaskin, meyakinkan calon konsumen akan memiliki kulit yang cantik.

Awal mula Tuti merintis usahanya ini cukup unik. Memberanikan diri membangun usaha dengan hanya bermodal Rp3 juta. Hasil menabung dari honor menjadi guru. Dimulai dari mengurus paten yang memerlukan biaya Rp2,5 juta. Hanya tersisa Rp500 ribu yang kemudian digunakan untuk membayar desain promosi produk.

“Jujur, memang saya membangun usaha ini bermodal nekat,” katanya saat dibincangi dari Palangka Raya melalui sambungan telepon, Rabu (1/3).

Setelah brand Segaskin mendapat paten dan desain brand itu selesai, masih bermodalkan nekat, ia open pre order (PO) melalui iklan di Instagram yang biayanya hanya Rp100 ribu. Bak ketiban duren. Promosi melalui media sosial ini mendatangkan pelaris ratusan orang.

“Setelah saya open PO, banyak yang order. waktu itu, saya hanya memiliki dua macam produk masker herbal, varian coffe dan buah naga. Sebetulnya produk itu belum tersedia. Namun bermodal nekat, saya open PO, open agen, dan open reseller,” kisahnya kepada Kalteng Pos.

Sebelumnya, ia terlebih dahulu mencari chanel maklon pabrik kosmetik di Indonesia. Karena di Kalteng belum ada pabrik pembuatan kosmetik, ia pun mencari informasi maklon di Jakarta. Perempuan berhijab ini hanya mencari informasi melalui ponsel pintar, membuka Google, dan YouTube.

“Kemudian saya menemukan chanel pabrik, selanjutnya melakukan meeting secara online dengan pabrik itu, merasa cocok, memantapkan untuk memproduksi produk skincare di salah satu pabrik di Jakarta ini,” ucap perempuan yang lahir di Pangkalan Bun.

Modalnya Rp3 juta sudah habis terpakai. Sementara banyak calon konsumen yang memesan produk masker. Ia memutar otak agar bisa memesan produk di pabrik. Ilmunya yang tidak sampai setahun menjadi reseller benar-benar ia terapkan. Ia paham cara membangun sistem dan strategi penjualan. Tidak kehabisan akal, ia menggunakan strategi down payment (DP) atau uang muka kepada calon konsumen.

“Uang hasil mengumpulkan DP itu saya gunakan sebagai modal untuk memproduksi perdana sebanyak 300 bungkus masker dengan dua varian, caoffe dan buah naga,” ucapnya.

Konsumen dijanjikan menerima produk dalam jangka waktu dua minggu. Memang produk ini memerlukan waktu dua minggu untuk produksi. Satu bulan Tuti memutar uang yang dikelola dari DP. Pendapatan perdananya dijadikan modal memproduksi barang.

“Di bulan pertama saya mendapat keuntungan bersih sebesar 8 juta rupiah, kemudian saya memutar kembali uang itu untuk bisa meningkatkan pendapatan,” kisah perempuan yang lahir pada 22 Oktober 1995 ini.

Baca Juga :  Terkesan Mengikuti Perayaan Thanksgiving Day, Daging Kalkun Jadi Menu Spesial

Berjalan bulan ketiga, Tuti mulai membangun sistem pemasaran dengan reseller, agen, dan stokist. Cara dia membangun sistem dengan membuka reseller, agen, dan stokist karena cukup membantu mempercepat pemasaran dan penjualan produk dengan harga murah yang diambil dari owner. Dengan tekun dan telaten, ia membimbing dan mengajari para reseller dan agen untuk berjualan dan memasarkan produk.

“Saat ini sudah punya reseller, agen, dan stokist sebanyak 66 orang yang tersebar di seluruh Indonesia,” bebernya.

Ia menambahkan, reseller merupakan orang yang membeli produknya untuk dijual kembali dengan jumlah produk yang tidak banyak. Misal, minimal sepuluh produk. Untuk agen memiliki minimal pesanan yang cukup banyak. Tingkatan tertinggi ada di stokist yang mencapai minimal orderan 500 produk dengan modal yang cukup besar.

“Keuntungan reseller, agen, dan stokist juga berbeda. Stokist akan dapat harga beli dari saya lebih murah dan mendapatkan keuntungan lebih banyak. Sesuai tingkatannya, stokist merupakan tingkatan tertinggi,” beber entrepreneur muda berusia 28 tahun ini.

Agen dan reseller pertama kali di Pangkalan Bun dan Pulau Jawa. Baru-baru saja, agen dan reseller merambah di wilayah Kalteng seperti Kota Palangka Raya dan Kota Sampit, Kotawaringin Timur (Kotim) pada tahun 2022.

Dikisahkan Tuti, dari awal mula produk launching, pemasaran hingga penjualan lebih banyak di luar Kalteng. Namun karena ia ingin produk asli orang Kalteng ini lebih dikenal di Bumi Tambun Bungai, maka saat ini pemasaran dan penjualan lebih fokus ke Kalteng.

“Memang awalnya banyak reseller dan agen yang berasal dari luar, di Kalteng ini mulai dikenal sejak saya sering mengikuti kegiatan-kegiatan UMKM. Saat ini, dari 66 agen dan reseller serta stokist se-Indonesia, perbandingannya 50 persen dengan yang ada di Kalteng,” cerita anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Namun, penyebaran di Kalteng belum merata. Contohnya, di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Barito belum ada agen maupun reseller. Selain reseller, agen, dan stokist, entrepreneur muda ini juga sudah memiliki enam orang karyawan dan sepuluh brand ambasador (BA) yang digaji tiap bulan.

“Untuk tim yang digaji tiap bulan melakukan pekerjaan seperti admin, kurir, desainer, dan tim ekternal untuk mencari event-event,” ungkap perempuan yang sejak kecil bercita-cita menjadi pengusaha.

Sebanyak sepuluh orang BA, semuanya orang lokal. Ada yang dari Kobar dan ada dari Palangka Raya. “BA ini merupakan selebgram yang diharapkan bisa lebih mengenalkan produk melalui media sosial Instagram,” tuturnya.

Untuk bisa membangun bisnis ini, lanjut Tuti, ia memiliki basic ilmu S-1 biologi. Ilmu yang ia miliki itu sebagai modal untuk bisa memformulasikan bahan-bahan yang bisa dijadikan sebagai skincare.

“Saat praktek sewaktu kuliah memang diajarkan memformulasikan bahan-bahan untuk jenis-jenis kulit,” tutur alumnus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya ini.

Tak heran skincare yang diproduk itu merupakan hasil racikannya sendiri. Bahan baku, tambah dia, sudah tersedia di pabrik. Hingga saat ini, ia sudah memiliki berbagai macam produk yang bervariasi. Di antaranya, serum DNA salmon, facemist mugwort, jungatap soap, masker jungatap, masker mugwort, masker buah naga, masker coffe, masker banaffe, minuman kolagen varian rasa glutha berry dan orange, serta produk herbal kunyit. Saat ini Tuti tengah mempersiapkan launching produk baru yakni body lotion.

“Awalnya produk saya itu hanya masker varian coffe dan buah naga, kemudian alhamdulillah terus mengalami perkembangan hingga punya lima varian masker organik,” kata perempuan yang punya hobi berjualan.

Baca Juga :  Rhosinta Belajar Buat Keripik Otodidak melalui Youtube

Secara umum, produknya lebih kepada bahan organik. Namun ada campuran beberapa bahan lain seperti serum dan facemist, bahan yang umumnya disediakan di pabrik. Dari semua produknya ini, ada satu bahan yang berasal dari Kalteng, tepatnya di daerah asalnya, Pangkalan Bun.

“Ada satu bahan herbal berasal dari Pangkalan Bun yakni daun jungatap, yang kemudian dijadikan produk sabun dan masker jungatap, desainnya pun menampilkan bawi Dayak Kalteng pada kemasan, sekaligus mengenalkan bahwa bahan-bahan sumber daya alam (SDA) di Kalteng, bisa di-branding dan dikenalkan melalui produk skincare,” beber perempuan berstatus lajang ini.

Lantas bagaimana kisah sehingga daun jungatap bisa disulap Tuti menjadi sabun dan masker? Berawal saat masih kuliah, Tuti mendapat tugas dari dosen untuk membuat artikel yang mengangkat soal SDA asal. Kakeknya memiliki kebun yang di dalamnya tumbuh jungatap.

“Kakek bilang bahwa daun ini bagus untuk obat herbal, karena daun itu sangat wangi, muncul ide untuk menjadikan daun ini sebagai bahan baku pembuatan sabun dan masker,” ucapnya.

Jiwa kreatif mendorongnya untuk menjadikan SDA yang ada di daerahnya itu untuk bisa menghasilkan uang. Ia pun berkonsultasi dengan pabrik dan mencoba mengirimkan bahan baku itu. Hasil penelitian pabrik, daun ini bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan sabun dan masker.

“Akhirnya saya setuju membuat produk berbahan jungatap, sabun ini secara resmi di-launching pada pertengahan 2022 lalu,” ceritanya.

Sebanyak 500 bungkus dipesan untuk awal produk. Ada sambutan positif dari masyarakat untuk produk asli Kalteng ini. Kemudian ia memesan lagi 500 bungkus. Dampak dari produksi sabun jungatap ini, akhirnya ia memberdayakan keluarga dan orang-orang di sekitarnya dengan membeli daun jungatap.

“Daun jungatap ini banyak dibudidaya di wilayah pedesaan, akhirnya saya beli dari keluarga dan masyarakat. Harapannya bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat yang menjual daun jungatap untuk bahan baku produk saya,” ujarnya.

Dalam pembuatan dan pengembangan produk, ia selalu memperhatikan perizinan, baik BPOM maupun PIRT. Dari awal produksi ia langsung mengurus izin BPOM. Semua produknya mengantongi izin BPOM. Bahkan untuk kolagen dan herbal kunyit pun sudah memiliki BPOM, izin PIRT, dan sertifikat halal.

“Alahmdulillah hingga saat ini semua produk saya sudah lengkap perizinannya,” tegas dia.

Total produk yang sudah diproduksi, di antaranya serum DNA salmon 7.000 botol, masker organik 10.000 bungkus, facemist 4.000 botol, sabun jungatap 1.000 bungkus, dan herbal kunyit 200 botol.

Untuk pemasaran, ia memanfaatkan media sosial Instagram, Tiktok shop, dan WhatsApp. Store utama memang di Pangkalan Bun. Menyatu dengan rumah tempat tinggalnya. Tuti men-display produk di rumahnya.

Selama membangun bisnis ini, sesekali mengalami jatuh bangun. Tuti menyadari, menjadi owner sebuah produk harus memiliki mental kuat dan semangat yang luar biasa. Akhirnya, ia ingin lebih menekuni fokus bisnis skincare Segaskin.

“Saya melihat bisnis ini menjanjikan, sehingga saya ingin fokus menekuninya dengan lebih memperkuat sistem, mengembangkannya menjadi lebih besar lagi,” ucapnya.

Omzet yang didapatkan cukup menggiurkan. Jauh berbeda saat masih menjadi guru honorer. Akhir 2022 lalu, Tuti memutuskan berhenti menjadi guru. Kini fokus sebagai bisnis girl.

“Alahmdulillah, omzet saya tiap bulan mencapai 20 hingga 30 juta rupiah,” jawabnya.

Tidak berhenti di situ saja, kini star-up yang ia bangun mulai merambah ke kuliner. Branding baru dibuatnya. Namanya Segafood. Dimulai dengan penjualan kerupuk ikan. Sejauh ini masih dalam tahap pengembangan. (ce/ram)

 

 

 

Menjadi entrepreneur sukses tidak memandang kapan dan siapa. Meski masih merangkak, bisnis Segaskin mampu meraih omzet puluhan juta per bulan. Begitulah yang dialami Tuti Nur, entrepreneur muda asal Kalteng.

 

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

 

SETIAP pagi, Tuti Nur mengajar di salah satu sekolah menengah kejuruan (SMK) di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Berstatus guru kontrak, penghasilannya tiap bulan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Perempuan asal Pangkalan Bun yang mulai mengajar sejak 2018 lalu itu merupakan seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang memiliki jiwa entrepreneur. Di samping menjalani tugasnya sebagai pengajar, untuk menambah penghasilannya Tuti menjadi reseller salah satu merek skincare dari 2018 hingga 2019. Tekun dan telaten. Banyak ilmu berjualan ia dapatkan.

April 2019, ia memberanikan diri menciptakan merek Segaskin. Merek produk skincare yang kemudian ia patenkan. Segaskin berasal dari dua kata, sega dan skin. Sega merupakan bahasa daerah Pangkalan Bun yang berarti cantik, sedangkan skin dari bahasa Inggris yang berarti kulit. Dengan nama ini, ia mem-branding produk Segaskin, meyakinkan calon konsumen akan memiliki kulit yang cantik.

Awal mula Tuti merintis usahanya ini cukup unik. Memberanikan diri membangun usaha dengan hanya bermodal Rp3 juta. Hasil menabung dari honor menjadi guru. Dimulai dari mengurus paten yang memerlukan biaya Rp2,5 juta. Hanya tersisa Rp500 ribu yang kemudian digunakan untuk membayar desain promosi produk.

“Jujur, memang saya membangun usaha ini bermodal nekat,” katanya saat dibincangi dari Palangka Raya melalui sambungan telepon, Rabu (1/3).

Setelah brand Segaskin mendapat paten dan desain brand itu selesai, masih bermodalkan nekat, ia open pre order (PO) melalui iklan di Instagram yang biayanya hanya Rp100 ribu. Bak ketiban duren. Promosi melalui media sosial ini mendatangkan pelaris ratusan orang.

“Setelah saya open PO, banyak yang order. waktu itu, saya hanya memiliki dua macam produk masker herbal, varian coffe dan buah naga. Sebetulnya produk itu belum tersedia. Namun bermodal nekat, saya open PO, open agen, dan open reseller,” kisahnya kepada Kalteng Pos.

Sebelumnya, ia terlebih dahulu mencari chanel maklon pabrik kosmetik di Indonesia. Karena di Kalteng belum ada pabrik pembuatan kosmetik, ia pun mencari informasi maklon di Jakarta. Perempuan berhijab ini hanya mencari informasi melalui ponsel pintar, membuka Google, dan YouTube.

“Kemudian saya menemukan chanel pabrik, selanjutnya melakukan meeting secara online dengan pabrik itu, merasa cocok, memantapkan untuk memproduksi produk skincare di salah satu pabrik di Jakarta ini,” ucap perempuan yang lahir di Pangkalan Bun.

Modalnya Rp3 juta sudah habis terpakai. Sementara banyak calon konsumen yang memesan produk masker. Ia memutar otak agar bisa memesan produk di pabrik. Ilmunya yang tidak sampai setahun menjadi reseller benar-benar ia terapkan. Ia paham cara membangun sistem dan strategi penjualan. Tidak kehabisan akal, ia menggunakan strategi down payment (DP) atau uang muka kepada calon konsumen.

“Uang hasil mengumpulkan DP itu saya gunakan sebagai modal untuk memproduksi perdana sebanyak 300 bungkus masker dengan dua varian, caoffe dan buah naga,” ucapnya.

Konsumen dijanjikan menerima produk dalam jangka waktu dua minggu. Memang produk ini memerlukan waktu dua minggu untuk produksi. Satu bulan Tuti memutar uang yang dikelola dari DP. Pendapatan perdananya dijadikan modal memproduksi barang.

“Di bulan pertama saya mendapat keuntungan bersih sebesar 8 juta rupiah, kemudian saya memutar kembali uang itu untuk bisa meningkatkan pendapatan,” kisah perempuan yang lahir pada 22 Oktober 1995 ini.

Baca Juga :  Terkesan Mengikuti Perayaan Thanksgiving Day, Daging Kalkun Jadi Menu Spesial

Berjalan bulan ketiga, Tuti mulai membangun sistem pemasaran dengan reseller, agen, dan stokist. Cara dia membangun sistem dengan membuka reseller, agen, dan stokist karena cukup membantu mempercepat pemasaran dan penjualan produk dengan harga murah yang diambil dari owner. Dengan tekun dan telaten, ia membimbing dan mengajari para reseller dan agen untuk berjualan dan memasarkan produk.

“Saat ini sudah punya reseller, agen, dan stokist sebanyak 66 orang yang tersebar di seluruh Indonesia,” bebernya.

Ia menambahkan, reseller merupakan orang yang membeli produknya untuk dijual kembali dengan jumlah produk yang tidak banyak. Misal, minimal sepuluh produk. Untuk agen memiliki minimal pesanan yang cukup banyak. Tingkatan tertinggi ada di stokist yang mencapai minimal orderan 500 produk dengan modal yang cukup besar.

“Keuntungan reseller, agen, dan stokist juga berbeda. Stokist akan dapat harga beli dari saya lebih murah dan mendapatkan keuntungan lebih banyak. Sesuai tingkatannya, stokist merupakan tingkatan tertinggi,” beber entrepreneur muda berusia 28 tahun ini.

Agen dan reseller pertama kali di Pangkalan Bun dan Pulau Jawa. Baru-baru saja, agen dan reseller merambah di wilayah Kalteng seperti Kota Palangka Raya dan Kota Sampit, Kotawaringin Timur (Kotim) pada tahun 2022.

Dikisahkan Tuti, dari awal mula produk launching, pemasaran hingga penjualan lebih banyak di luar Kalteng. Namun karena ia ingin produk asli orang Kalteng ini lebih dikenal di Bumi Tambun Bungai, maka saat ini pemasaran dan penjualan lebih fokus ke Kalteng.

“Memang awalnya banyak reseller dan agen yang berasal dari luar, di Kalteng ini mulai dikenal sejak saya sering mengikuti kegiatan-kegiatan UMKM. Saat ini, dari 66 agen dan reseller serta stokist se-Indonesia, perbandingannya 50 persen dengan yang ada di Kalteng,” cerita anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Namun, penyebaran di Kalteng belum merata. Contohnya, di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Barito belum ada agen maupun reseller. Selain reseller, agen, dan stokist, entrepreneur muda ini juga sudah memiliki enam orang karyawan dan sepuluh brand ambasador (BA) yang digaji tiap bulan.

“Untuk tim yang digaji tiap bulan melakukan pekerjaan seperti admin, kurir, desainer, dan tim ekternal untuk mencari event-event,” ungkap perempuan yang sejak kecil bercita-cita menjadi pengusaha.

Sebanyak sepuluh orang BA, semuanya orang lokal. Ada yang dari Kobar dan ada dari Palangka Raya. “BA ini merupakan selebgram yang diharapkan bisa lebih mengenalkan produk melalui media sosial Instagram,” tuturnya.

Untuk bisa membangun bisnis ini, lanjut Tuti, ia memiliki basic ilmu S-1 biologi. Ilmu yang ia miliki itu sebagai modal untuk bisa memformulasikan bahan-bahan yang bisa dijadikan sebagai skincare.

“Saat praktek sewaktu kuliah memang diajarkan memformulasikan bahan-bahan untuk jenis-jenis kulit,” tutur alumnus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya ini.

Tak heran skincare yang diproduk itu merupakan hasil racikannya sendiri. Bahan baku, tambah dia, sudah tersedia di pabrik. Hingga saat ini, ia sudah memiliki berbagai macam produk yang bervariasi. Di antaranya, serum DNA salmon, facemist mugwort, jungatap soap, masker jungatap, masker mugwort, masker buah naga, masker coffe, masker banaffe, minuman kolagen varian rasa glutha berry dan orange, serta produk herbal kunyit. Saat ini Tuti tengah mempersiapkan launching produk baru yakni body lotion.

“Awalnya produk saya itu hanya masker varian coffe dan buah naga, kemudian alhamdulillah terus mengalami perkembangan hingga punya lima varian masker organik,” kata perempuan yang punya hobi berjualan.

Baca Juga :  Rhosinta Belajar Buat Keripik Otodidak melalui Youtube

Secara umum, produknya lebih kepada bahan organik. Namun ada campuran beberapa bahan lain seperti serum dan facemist, bahan yang umumnya disediakan di pabrik. Dari semua produknya ini, ada satu bahan yang berasal dari Kalteng, tepatnya di daerah asalnya, Pangkalan Bun.

“Ada satu bahan herbal berasal dari Pangkalan Bun yakni daun jungatap, yang kemudian dijadikan produk sabun dan masker jungatap, desainnya pun menampilkan bawi Dayak Kalteng pada kemasan, sekaligus mengenalkan bahwa bahan-bahan sumber daya alam (SDA) di Kalteng, bisa di-branding dan dikenalkan melalui produk skincare,” beber perempuan berstatus lajang ini.

Lantas bagaimana kisah sehingga daun jungatap bisa disulap Tuti menjadi sabun dan masker? Berawal saat masih kuliah, Tuti mendapat tugas dari dosen untuk membuat artikel yang mengangkat soal SDA asal. Kakeknya memiliki kebun yang di dalamnya tumbuh jungatap.

“Kakek bilang bahwa daun ini bagus untuk obat herbal, karena daun itu sangat wangi, muncul ide untuk menjadikan daun ini sebagai bahan baku pembuatan sabun dan masker,” ucapnya.

Jiwa kreatif mendorongnya untuk menjadikan SDA yang ada di daerahnya itu untuk bisa menghasilkan uang. Ia pun berkonsultasi dengan pabrik dan mencoba mengirimkan bahan baku itu. Hasil penelitian pabrik, daun ini bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan sabun dan masker.

“Akhirnya saya setuju membuat produk berbahan jungatap, sabun ini secara resmi di-launching pada pertengahan 2022 lalu,” ceritanya.

Sebanyak 500 bungkus dipesan untuk awal produk. Ada sambutan positif dari masyarakat untuk produk asli Kalteng ini. Kemudian ia memesan lagi 500 bungkus. Dampak dari produksi sabun jungatap ini, akhirnya ia memberdayakan keluarga dan orang-orang di sekitarnya dengan membeli daun jungatap.

“Daun jungatap ini banyak dibudidaya di wilayah pedesaan, akhirnya saya beli dari keluarga dan masyarakat. Harapannya bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat yang menjual daun jungatap untuk bahan baku produk saya,” ujarnya.

Dalam pembuatan dan pengembangan produk, ia selalu memperhatikan perizinan, baik BPOM maupun PIRT. Dari awal produksi ia langsung mengurus izin BPOM. Semua produknya mengantongi izin BPOM. Bahkan untuk kolagen dan herbal kunyit pun sudah memiliki BPOM, izin PIRT, dan sertifikat halal.

“Alahmdulillah hingga saat ini semua produk saya sudah lengkap perizinannya,” tegas dia.

Total produk yang sudah diproduksi, di antaranya serum DNA salmon 7.000 botol, masker organik 10.000 bungkus, facemist 4.000 botol, sabun jungatap 1.000 bungkus, dan herbal kunyit 200 botol.

Untuk pemasaran, ia memanfaatkan media sosial Instagram, Tiktok shop, dan WhatsApp. Store utama memang di Pangkalan Bun. Menyatu dengan rumah tempat tinggalnya. Tuti men-display produk di rumahnya.

Selama membangun bisnis ini, sesekali mengalami jatuh bangun. Tuti menyadari, menjadi owner sebuah produk harus memiliki mental kuat dan semangat yang luar biasa. Akhirnya, ia ingin lebih menekuni fokus bisnis skincare Segaskin.

“Saya melihat bisnis ini menjanjikan, sehingga saya ingin fokus menekuninya dengan lebih memperkuat sistem, mengembangkannya menjadi lebih besar lagi,” ucapnya.

Omzet yang didapatkan cukup menggiurkan. Jauh berbeda saat masih menjadi guru honorer. Akhir 2022 lalu, Tuti memutuskan berhenti menjadi guru. Kini fokus sebagai bisnis girl.

“Alahmdulillah, omzet saya tiap bulan mencapai 20 hingga 30 juta rupiah,” jawabnya.

Tidak berhenti di situ saja, kini star-up yang ia bangun mulai merambah ke kuliner. Branding baru dibuatnya. Namanya Segafood. Dimulai dengan penjualan kerupuk ikan. Sejauh ini masih dalam tahap pengembangan. (ce/ram)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/