Minggu, Mei 5, 2024
24.8 C
Palangkaraya

Preeklamsia, Bisa Dicegah dengan Aspirin Dosis Rendah

KaltengOnline.com-Istilah preeklamsia mungkin masih terdengar asing di telinga beberapa orang. Padahal, preeklamsia merupakan kondisi yang sering membahayakan ibu hamil. Masih dalam suasana Hari Preeklamsia Sedunia yang diperingati pada 22 Mei lalu, mari kita mengenal lebih dekat tentang kondisi tersebut.

Preeklamsia juga dikenal dengan nama toxemia gravidarum atau keracunan kehamilan. Adalah kondisi hipertensi yang terjadi saat kehamilan. Preeklamsia sendiri merupakan kondisi sebelum terjadinya eklamsia. Jika eklamsia terjadi, umumnya akan timbul kejang dan berujung koma.

Dari International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy dan Preeclampsia Foundation mencatat bahwa preeklamsia mengakibatkan kematian ibu hingga sekitar 76 ribu disertai kematian 500 ribu bayi setiap tahunnya. Artinya, sekitar 10 persen atau 1 dari 10 ibu hamil ini mengalami preeklamsia dan 20 persen dari yang terdampak terkait dengan persalinan prematur.

Baca Juga :  Tingkatkan Mutu dan Keselamatan Pasien

Penyebab pasti kondisi ini belum dapat dijelaskan. Namun, preeklamsia erat kaitannya dengan permasalahan plasenta. Pembuluh darah pada pasien preeklamsia cenderung kecil, berbeda dengan ibu hamil dalam kondisi normal. “Kalau kecil, bisa kekurangan darah dan oksigen sehingga muncul racun yang melukai organ ibu hamil,” kata dr Manggala Pasca W. SpOG(K) (spesialis kebidanan dan kandungan, konsultan fetomaternal) dalam konferensi pers memperingati World Pre-Eclampsia Day pada 21 Mei.

Gejala preeklamsia, antara lain, tensi darah tinggi di atas 140/90 dan bengkak pada kaki. Jika dilakukan pemeriksaan lab terhadap urine dan terdapat kandungan protein, artinya racun sudah sampai di ginjal dan mengakibatkan protein bocor dari saluran kencing. “Itu termasuk kondisi simpel. Jangan sampai ada gejala berat karena itu berarti sudah berat banget. Misalnya sulit nyeri perut dan mual muntah berlebihan, itu bisa jadi adanya gangguan liver,” jelas Manggala.

Baca Juga :  Polda Gelar Bakti Kesehatan Gratis

Pasien preeklamsia tanpa gejala berat harus menjalani observasi ketat. Pemeriksaan bisa dilakukan 1–2 kali dalam sepekan hingga usia kandungan mencapai 37 minggu untuk kemudian dilakukan persalinan. “Tapi, kalau sebelum 37 week atau 34 week ada gangguan, maka langsung ke persalinan,” kata dr Nareswari Imanadha Cininta Marcianora SpOG, staf divisi kedokteran fetomaternal RSUD dr Soetomo Surabaya.

KaltengOnline.com-Istilah preeklamsia mungkin masih terdengar asing di telinga beberapa orang. Padahal, preeklamsia merupakan kondisi yang sering membahayakan ibu hamil. Masih dalam suasana Hari Preeklamsia Sedunia yang diperingati pada 22 Mei lalu, mari kita mengenal lebih dekat tentang kondisi tersebut.

Preeklamsia juga dikenal dengan nama toxemia gravidarum atau keracunan kehamilan. Adalah kondisi hipertensi yang terjadi saat kehamilan. Preeklamsia sendiri merupakan kondisi sebelum terjadinya eklamsia. Jika eklamsia terjadi, umumnya akan timbul kejang dan berujung koma.

Dari International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy dan Preeclampsia Foundation mencatat bahwa preeklamsia mengakibatkan kematian ibu hingga sekitar 76 ribu disertai kematian 500 ribu bayi setiap tahunnya. Artinya, sekitar 10 persen atau 1 dari 10 ibu hamil ini mengalami preeklamsia dan 20 persen dari yang terdampak terkait dengan persalinan prematur.

Baca Juga :  Tingkatkan Mutu dan Keselamatan Pasien

Penyebab pasti kondisi ini belum dapat dijelaskan. Namun, preeklamsia erat kaitannya dengan permasalahan plasenta. Pembuluh darah pada pasien preeklamsia cenderung kecil, berbeda dengan ibu hamil dalam kondisi normal. “Kalau kecil, bisa kekurangan darah dan oksigen sehingga muncul racun yang melukai organ ibu hamil,” kata dr Manggala Pasca W. SpOG(K) (spesialis kebidanan dan kandungan, konsultan fetomaternal) dalam konferensi pers memperingati World Pre-Eclampsia Day pada 21 Mei.

Gejala preeklamsia, antara lain, tensi darah tinggi di atas 140/90 dan bengkak pada kaki. Jika dilakukan pemeriksaan lab terhadap urine dan terdapat kandungan protein, artinya racun sudah sampai di ginjal dan mengakibatkan protein bocor dari saluran kencing. “Itu termasuk kondisi simpel. Jangan sampai ada gejala berat karena itu berarti sudah berat banget. Misalnya sulit nyeri perut dan mual muntah berlebihan, itu bisa jadi adanya gangguan liver,” jelas Manggala.

Baca Juga :  Polda Gelar Bakti Kesehatan Gratis

Pasien preeklamsia tanpa gejala berat harus menjalani observasi ketat. Pemeriksaan bisa dilakukan 1–2 kali dalam sepekan hingga usia kandungan mencapai 37 minggu untuk kemudian dilakukan persalinan. “Tapi, kalau sebelum 37 week atau 34 week ada gangguan, maka langsung ke persalinan,” kata dr Nareswari Imanadha Cininta Marcianora SpOG, staf divisi kedokteran fetomaternal RSUD dr Soetomo Surabaya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/